Ini Kata Peneliti UNS Atas Fenomena Ribuan Cacing di Pasar Gede

Minggu, 03 Mei 2020 - 14:03 WIB
loading...
A A A
Dengan melihat fakta ini, sangat dimungkinkan air hujan mengangkut residu disinfektan dan masuk ke ruang pori tanah dimana populasi cacing tanah tinggal. Sehingga menyebabkan cacing teritasi dan naik ke permukaan tanah secara berbondong-bondong untuk menghindari kondisi tidak aman dan mencari habitat baru. Namun sayangnya di permukaan tanah mereka justru terpapar sinar matahari dan mereka juga kesulitan mencari habitat yang baru karena sebagian besar permukaan tanah telah tertutup aspal atau semen.

Cacing yang beruntung masih bisa masuk kembali ke dalam tanah jika menemukan habitat yang baru. Pertanyaan lain muncul mengapa keluarnya baru sekarang dan tidak sejak dulu. “Ya karena penyemprotan disinfektan secara masif di berbagai daerah baru terjadi setelah pandemi Covid-19 ,” terangnya.

Kemunculan cacing hanya terjadi di wilayah tertentu karena populasi cacing tidak tersebar merata di semua daerah. Hanya daerah-daerah tertentu yang ketersediaan makanan cukup dan lingkungan yang aman dan nyaman bagi cacing, maka di situ populasi cacing akan banyak.

Selain itu juga tergantung pada seberapa tinggi curah hujan, seberapa sering terjadi hujan, dan seberapa banyak residu disinfektan yang ikut larut dalam air hujan di wilayah tersebut. “Untuk mendapatkan kebenaran atas asumsi-asumsi tersebut, perlu pembuktian lebih lanjut,” tegasnya.

Banyak masyarakat yang menghubungkan fenomena itu dengan kemungkinan akan terjadinya gempa bumi. Pendapat ini memang tidak salah, karena beberapa literatur menyatakan bahwa perilaku hewan yang tidak seperti biasanya dapat digunakan untuk memprediksi akan terjadinya gempa.

Hewan jauh lebih mampu merasakan jenis rangsangan geofisika tertentu yang mungkin mendahului sebelum terjadinya gempa bumi,dibandingkan dengan kepekaan manusia. Penelitian tentang hubungan antara perilaku hewan yang tidak seperti biasanya dengan prediksi kejadian gempa telah banyak dilakukan di Cina, Jepang dan Amerika.Banyak ular yang keluar dari persembunyaiannya demikian juga tikus, beberapa bulan sebelum terjadinya gempa bumi di Haicheng, Cina pada tahun 1975. Perilaku yang tidak biasa juga ditunjukkan oleh hewan besar seperti sapi, kuda, anjing dan babi tiga hari sebelum terjadinya gempa. Beberapa peneliti dari Jepang melaporkan bahwa hewan akuatik lebih sensitif terhadap sinyal listrik daripada hewan lainnya.

Beberapa hewan akuatik memiliki sistem elektro-sensorik khusus yang digunakan untuk memperoleh informasi untuk orientasi dan komunikasi satu sama lain. Tikus, musang, ular, dan kelabang dilaporkan meninggalkan habitat mereka dan menuju tempat yang aman pada beberapa hari sebelum kejadian gempa bumi di Amerika Serikat. Namun, perilaku yang konsisten dan bagaimana mekanisme hubungan tersebut masih belum mampu diungkapkan. Gangguan mekanis seperti getaran dapat menyebabkan cacing muncul ke permukaan tanah.

Namun tidak semua jenis cacing tanah menunjukkan respon yang sama. Meskipun beberapa cacing tanah menunjukkan respon terhadap getaran, tetapi terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa kejadian munculnya cacing secara massal di Soloraya sebagai tanda akan terjadinya gempa. Perlu dukungan data yang akurat untuk dapat menyimpulkan hal tersebut.Namun demikian tidak ada jeleknya jika masyarakat terus waspada karena memang wilayah Indonesia terletak pada sabuk gempa sehingga gempa besar bisa terjadi sewaku-waktu.
(nun)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5116 seconds (0.1#10.140)