3 Jimat Ampuh Jenderal Soedirman saat Pimpin Perang Gerilya Melawan Belanda dengan Satu Paru-paru
loading...
A
A
A
Yang lain menginap di rumah tetangga. Selama lima hari di Bajulan, tak sekali pun Belanda menjatuhkan bom atau menembaki penduduk.
"Itu berkat keris dan doa-doa," kata Jirah. Jenderal Soedirman seolah-olah tahu tiap kali Belanda akan datang mencarinya. Karena itu, operasi Belanda mencari buron nomor wahid tersebut selalu gagal.
Jenderal Soedirman juga memiliki keris kecil yang bernama keris cudrik. Anak bungsu Soedirman, Mohamad Teguh Sudirman, bercerita sewaktu ayahnya terpojok di lereng Gunung Wilis, Tulungagung, keris ayahnya bisa menyelamatkan pasukannya.
Padahal ketika itu tentara gerilyawan tak punya celah meloloskan diri dari kepungan pasukan Belanda.
Sudirman tiba-tiba mencabut cundrik, keris kecil pemberian seorang kiai di Pacitan, dan mengarahkannya ke langit.
Tak berapa lama, awan hitam bergulung-gulung, petir dan angin menghantam-hantam. Hujan lebat pun turun dan membuyarkan kesolidan pengepungan Belanda. Lagi-lagi pasukan Soedirman selamat. Cundrik itu ia tinggalkan di rumah penduduk.
Beberapa tahun setelah Soedirman meninggal pada 1950, Panglima Kodam V Brawijaya Kolonel Sarbini datang ke rumahnya di Kota Baru, Yogyakarta, ditemani seorang petani.
Menurut Teguh, Sarbini bercerita kepada ibunya, Siti Alfiah, petani itu hendak mengembalikan cundrik Jenderal Soedirman yang dititipkan kepadanya sewaktu gerilya.
"Cundrik itu kami titipkan di Museum Soedirman di Bintaran Timur, Yogya. Tapi sekarang hilang," ujar Teguh.
"Itu berkat keris dan doa-doa," kata Jirah. Jenderal Soedirman seolah-olah tahu tiap kali Belanda akan datang mencarinya. Karena itu, operasi Belanda mencari buron nomor wahid tersebut selalu gagal.
Jenderal Soedirman juga memiliki keris kecil yang bernama keris cudrik. Anak bungsu Soedirman, Mohamad Teguh Sudirman, bercerita sewaktu ayahnya terpojok di lereng Gunung Wilis, Tulungagung, keris ayahnya bisa menyelamatkan pasukannya.
Padahal ketika itu tentara gerilyawan tak punya celah meloloskan diri dari kepungan pasukan Belanda.
Sudirman tiba-tiba mencabut cundrik, keris kecil pemberian seorang kiai di Pacitan, dan mengarahkannya ke langit.
Tak berapa lama, awan hitam bergulung-gulung, petir dan angin menghantam-hantam. Hujan lebat pun turun dan membuyarkan kesolidan pengepungan Belanda. Lagi-lagi pasukan Soedirman selamat. Cundrik itu ia tinggalkan di rumah penduduk.
Beberapa tahun setelah Soedirman meninggal pada 1950, Panglima Kodam V Brawijaya Kolonel Sarbini datang ke rumahnya di Kota Baru, Yogyakarta, ditemani seorang petani.
Menurut Teguh, Sarbini bercerita kepada ibunya, Siti Alfiah, petani itu hendak mengembalikan cundrik Jenderal Soedirman yang dititipkan kepadanya sewaktu gerilya.
"Cundrik itu kami titipkan di Museum Soedirman di Bintaran Timur, Yogya. Tapi sekarang hilang," ujar Teguh.
(shf)