Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Sebut Penggusuran Warga Setiamekar Tambun Bekasi Tak Sesuai Prosedur
loading...
A
A
A
BEKASI - Menteri Agraria dan Tata Ruang ATR/Badan Pertahanan Negara (ATR/BPN) Nusron Wahid mengunjungi warga Desa Setiamekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang menjadi korban penggusuran lahan. Menurutnya, proses eksekusi lahan yang dilakukan Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II atas putusan Pengadilan Negeri Bekasi nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997 itu, tidak sesuai prosedur dan salah titik eksekusi.
"Salah prosedur. Harusnya melalui pengukuran terlebih dahulu sesuai dengan PP 18 Tahun 2021. Akibat belum pernah diukur, maka tidak tahu mana yang harus digusur, mana yang tidak, karena objeknya apakah sama atau tidak. Belum bisa dipastikan," kata Nusron saat meninjau lokasi penggusuran di Tambun, Kabupaten Bekasi, Jumat (7/2/2025).
Nusron mengatakan, terdapat beberapa proses yang tidak dilakukan oleh PN Cikarang ketika melakukan eksekusi lahan tersebut. Seperti memohon pengukuran lahan batas bidang yang akan dieksekusi ke BPN Kabupaten Bekasi.
"Pengukuran lahan ini dinilai penting untuk mengetahui batas lahan yang akan terdampak eksekusi atas putusan pengadilan tersebut," ucapnya.
Menurut Nusron, seharusnya sebelum melakukan eksekusi, pengadilan berkirim surat terlebih dahulu kepada BPN untuk minta diukur, di mana letak lokasi yang harus dieksekusi. Apakah lokasi ini menjadi bagian dari objek sengketa atau tidak.
"Apakah menjadi objek yang akan dieksekusi apa tidak. Itu pun kalau sudah begitu, seandainya kalau sudah diukur, ketika Pengadilan Negeri mau mengeksekusi pun harus memberitahukan kepada BPN," ujarnya.
Di sela kunjungannya, Nusron sempat berbincang kepada lima warga yang terdampak penggusuran di salah satu titik eksekusi. Lima warga itu menunjukkan sertifikat rumahnya yang telah digusur.
"Sertifikat milik lima warga ini masih sah, karena sejak amar keputusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Bbekasi tahun 1996 itu, pihak pemenang gugatan, yakni Mimi Jamilah maupun pengadilan tidak pernah datang ke BPN Kabupaten Bekasi untuk membatalkan sertifikat-sertifikat milik warga yang telah dipecah dari induk sertipikat 325," katanya.
"Sertifikat ini sah dan masih sah meskipun sudah ada putusan pengadilan. Kenapa? Karena di dalam putusan itu belum ada perintah kepada ATR/BPN dan BPN (Bekasi) untuk perintah membatalkan sertifikatnya. Jadi ini proses eksekusi yang prosedurnya kurang tepat. Harusnya ini ada proses pembatalan sertifikat dulu," tambahnya.
Tidak adanya pengukuran batas lahan sengketa tersebut, lanjut Nusron, berdampak pada salahnya objek ketika eksekusi. Penyataan itu diperkuat dengan peta yang dimiliki BPN Kabupaten Bekasi. Sebanyak lima bidang tanah berisi tepat usaha dan rumah warga diluar sertipikat nomor 706 telah dieksekusi dan rata dengan tanah.
Kemudian, lima rumah warga yang salah dieksekusi dan telah digusur tersebut adalah Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yealdi dan Bank Perumahan Rakyat Wingsati. Kelimanya berada di Jalan Perumahan Bekasi Timur Permai.
"Menurut data kita ya, di luar 706. Tinggal nanti kita buktikan bersama-sama. Setelah kami cek, lima lokasi tanah ini, rumah ini, ternyata di luar peta daripada objek yang disengketakan," kata Nusron.
Atas kisruh ini, pihaknya akan melakukan mediasi dengan berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri Cikarang dan juga memanggil pihak-pihak yang bersengketa, termasuk para korban yang sudah digusur. Pemanggilan berbagai pihak terkait sengketa ini dilakukan untuk memperjuangkan mengganti rumah warga yang telah digusur.
"Kami akan berusaha memperjuangkan mengganti rumah yang sudah digusur. Kenapa? Karena beliau membangun dengan sah, membeli dengan sah, dan beliau ini kalau itu ada konflik, korban. Beliau nggak pernah terlibat di situ semua. Harusnya kalau eksekusi pun juga harus menggunakan prinsip-prinsip kemanusiaan," ujarnya.
"Salah prosedur. Harusnya melalui pengukuran terlebih dahulu sesuai dengan PP 18 Tahun 2021. Akibat belum pernah diukur, maka tidak tahu mana yang harus digusur, mana yang tidak, karena objeknya apakah sama atau tidak. Belum bisa dipastikan," kata Nusron saat meninjau lokasi penggusuran di Tambun, Kabupaten Bekasi, Jumat (7/2/2025).
Nusron mengatakan, terdapat beberapa proses yang tidak dilakukan oleh PN Cikarang ketika melakukan eksekusi lahan tersebut. Seperti memohon pengukuran lahan batas bidang yang akan dieksekusi ke BPN Kabupaten Bekasi.
"Pengukuran lahan ini dinilai penting untuk mengetahui batas lahan yang akan terdampak eksekusi atas putusan pengadilan tersebut," ucapnya.
Menurut Nusron, seharusnya sebelum melakukan eksekusi, pengadilan berkirim surat terlebih dahulu kepada BPN untuk minta diukur, di mana letak lokasi yang harus dieksekusi. Apakah lokasi ini menjadi bagian dari objek sengketa atau tidak.
"Apakah menjadi objek yang akan dieksekusi apa tidak. Itu pun kalau sudah begitu, seandainya kalau sudah diukur, ketika Pengadilan Negeri mau mengeksekusi pun harus memberitahukan kepada BPN," ujarnya.
Di sela kunjungannya, Nusron sempat berbincang kepada lima warga yang terdampak penggusuran di salah satu titik eksekusi. Lima warga itu menunjukkan sertifikat rumahnya yang telah digusur.
"Sertifikat milik lima warga ini masih sah, karena sejak amar keputusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Bbekasi tahun 1996 itu, pihak pemenang gugatan, yakni Mimi Jamilah maupun pengadilan tidak pernah datang ke BPN Kabupaten Bekasi untuk membatalkan sertifikat-sertifikat milik warga yang telah dipecah dari induk sertipikat 325," katanya.
"Sertifikat ini sah dan masih sah meskipun sudah ada putusan pengadilan. Kenapa? Karena di dalam putusan itu belum ada perintah kepada ATR/BPN dan BPN (Bekasi) untuk perintah membatalkan sertifikatnya. Jadi ini proses eksekusi yang prosedurnya kurang tepat. Harusnya ini ada proses pembatalan sertifikat dulu," tambahnya.
Tidak adanya pengukuran batas lahan sengketa tersebut, lanjut Nusron, berdampak pada salahnya objek ketika eksekusi. Penyataan itu diperkuat dengan peta yang dimiliki BPN Kabupaten Bekasi. Sebanyak lima bidang tanah berisi tepat usaha dan rumah warga diluar sertipikat nomor 706 telah dieksekusi dan rata dengan tanah.
Kemudian, lima rumah warga yang salah dieksekusi dan telah digusur tersebut adalah Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yealdi dan Bank Perumahan Rakyat Wingsati. Kelimanya berada di Jalan Perumahan Bekasi Timur Permai.
"Menurut data kita ya, di luar 706. Tinggal nanti kita buktikan bersama-sama. Setelah kami cek, lima lokasi tanah ini, rumah ini, ternyata di luar peta daripada objek yang disengketakan," kata Nusron.
Atas kisruh ini, pihaknya akan melakukan mediasi dengan berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri Cikarang dan juga memanggil pihak-pihak yang bersengketa, termasuk para korban yang sudah digusur. Pemanggilan berbagai pihak terkait sengketa ini dilakukan untuk memperjuangkan mengganti rumah warga yang telah digusur.
"Kami akan berusaha memperjuangkan mengganti rumah yang sudah digusur. Kenapa? Karena beliau membangun dengan sah, membeli dengan sah, dan beliau ini kalau itu ada konflik, korban. Beliau nggak pernah terlibat di situ semua. Harusnya kalau eksekusi pun juga harus menggunakan prinsip-prinsip kemanusiaan," ujarnya.
(abd)