Tanam Padi di Lahan Sawit Jambi Libatkan Petani Diapresiasi
loading...
A
A
A
Swasembada pangan merupakan salah satu program prioritas Presiden Prabowo yang terus diakselerasi. Menurut Jatmiko, telah menjadi kewajiban bagi pihaknya untuk mewujudkan itu.
“Kami berkomitmen mendukung program dimaksud, di antaranya melalui penanaman padi gogo dengan pola intercropping di lahan tanam ulang sawit rakyat,” kata Jatmiko.
Pihaknya sejak awal telah menjalin komunikasi dan memberikan pendampingan penuh hingga program ini dapat terlaksana dengan baik. Mulai dari penyiapan areal, penyediaan bibit dan peralatan mekanisasi, hingga penyelesaian dokumen penetapan calon petani calon lokasi (CPCL) ke instansi terkait.
Jatmiko mengakui bahwa terdapat sejumlah pekerjaan rumah dalam pelaksanaan program tersebut. Namun, dukungan dari pemerintah setempat serta kolaborasi yang apik bersama pemangku kepentingan dapat menjadi solusi dalam upaya mengakselerasi program ini.
Lebih lanjut Jatmiko menjelaskan, petani akan mendapatkan tambahan pendapatan jelang masa panen sawit. Pendapatan itu dihasilkan dari potensi tiga kali panen dari tanaman padi Gogo yang ditanam secara intercropping di sela-sela tanaman sawit muda.
Berdasarkan program serupa dengan kondisi geografis yang sama di Riau, diproyeksikan areal intercropping mampu menghasilkan 20 ton gabah kering untuk satu tahun menjelang sawit mulai menghasilkan tandan buah segar.
“Insya Allah, rekan-rekan petani, selain fokus utama kita adalah membantu penguatan ketahanan pangan, juga akan mendapatkan penghasilan tambahan yang signifikan,"tandas Sujatmiko.
Berdasarkan luas PSR di Indonesia yang mencapai 6,94 juta hektare, sekitar 2,8 juta hektare telah memasuki fase tanaman tua dan harus segera diremajakan.
Jika luasan areal program ini selama lima tahun mendatang dapat terwujud, maka petani PSR yang menanam padi intercropping sawit berpeluang menghasilkan sedikitnya setengah juta ton gabah atau 258.491 ton padi untuk masyarakat Indonesia.
“Kami berkomitmen mendukung program dimaksud, di antaranya melalui penanaman padi gogo dengan pola intercropping di lahan tanam ulang sawit rakyat,” kata Jatmiko.
Pihaknya sejak awal telah menjalin komunikasi dan memberikan pendampingan penuh hingga program ini dapat terlaksana dengan baik. Mulai dari penyiapan areal, penyediaan bibit dan peralatan mekanisasi, hingga penyelesaian dokumen penetapan calon petani calon lokasi (CPCL) ke instansi terkait.
Jatmiko mengakui bahwa terdapat sejumlah pekerjaan rumah dalam pelaksanaan program tersebut. Namun, dukungan dari pemerintah setempat serta kolaborasi yang apik bersama pemangku kepentingan dapat menjadi solusi dalam upaya mengakselerasi program ini.
Lebih lanjut Jatmiko menjelaskan, petani akan mendapatkan tambahan pendapatan jelang masa panen sawit. Pendapatan itu dihasilkan dari potensi tiga kali panen dari tanaman padi Gogo yang ditanam secara intercropping di sela-sela tanaman sawit muda.
Berdasarkan program serupa dengan kondisi geografis yang sama di Riau, diproyeksikan areal intercropping mampu menghasilkan 20 ton gabah kering untuk satu tahun menjelang sawit mulai menghasilkan tandan buah segar.
“Insya Allah, rekan-rekan petani, selain fokus utama kita adalah membantu penguatan ketahanan pangan, juga akan mendapatkan penghasilan tambahan yang signifikan,"tandas Sujatmiko.
Berdasarkan luas PSR di Indonesia yang mencapai 6,94 juta hektare, sekitar 2,8 juta hektare telah memasuki fase tanaman tua dan harus segera diremajakan.
Jika luasan areal program ini selama lima tahun mendatang dapat terwujud, maka petani PSR yang menanam padi intercropping sawit berpeluang menghasilkan sedikitnya setengah juta ton gabah atau 258.491 ton padi untuk masyarakat Indonesia.
(shf)