Diduga Ada Pelanggaran Asas Pemilu, Massa Minta Pemungutan Suara Ulang Pilkada Cianjur
loading...
A
A
A
CIANJUR - Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Forum Demokrasi Rakyat Cianjur (FDRC) menggelar unjuk rasa, Rabu (4/12/2024). Mereka menuntut pemungutan suara ulang Pilkada Cianjur karena diduga pelaksanannya melanggar asas pemilu, yakni jujur, adil, tertib, terbuka, akuntabel, dan profesional.
Unjuk rasa digelar di depan Hotel Indo Alam Cipanas, tempat KPU Cianjur menggelar rapat pleno rekapitulasi suara Pilkada 2024 tingkat kabupaten. Massa mempersoalkan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam pelaksanaan pemungutan suara. Dalam aksinya mereka melakban mulut untuk menggambarkan hilangnya suara.
Presidium FDRC, Sony Farhan mengatakan, pihaknya menuntut pemungutan suara ulang di kecamatan-kecamatan yang ditemukan indikasi ketidaktaatan asasnya mengarah pada dugaan kecurangan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Menurutnya, pilkada adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sementara di antara asas yang harus dipenuhi adalah asas jujur, adil, tertib, terbuka, akuntabel, dan profesional.
"KPUD sebagai penyelenggara harus mampu menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan dan sistem yang berlaku," kata Sony Farhan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/12/2024).
Ia mengungkan sejumlah dugaan pelanggaran asas. Pertama, tidak terpenuhinya ketentuan surat suara cadangan 2,5% di semua TPS. Diduga ada penggelembungan jumlah surat suara cadangan 2,5% dari DPT, sementara ada juga surat suara cadangan yang kurang dari 2,5%.
Kedua, adanya jumlah DPT yang tidak sesuai saat dihitung pada form D.KWK pada pleno setiap kecamatan. Ketiga, tidak dibuatnya Surat Keputusan KPU yang merinci jumlah surat suara sesuai DPT dan surat suara cadangan 2,5% yang dirinci pada setiap TPS, sebagaimana dibuat oleh KPU kabupaten/kota lain.
"Ketika diminta oleh saksi di pleno, PPK tidak bersedia memberikan. Bahkan, di salah satu PPK menyatakan tidak pernah diberikan SK KPU tentang jumlah surat suara sesuai DPT dan Cadangan 2,5%," katanya.
Keempat, banyak surat suara yang tidak sah, jumlahnya lebih dari 53.000 surat suara. Berdasarkan informasi dari saksi TPS, surat suara tidak sah mayoritas tidak dicoblos dan tidak ada coretan apa pun.
Kelima, ratusan ribu orang tidak mendapatkan C6 atau Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara. Belum lagi temuan adanya surat suara yang sudah tercoblos.
"Dengan berbagai temuan tersebut, FDRC meminta agar pelaksanaan Pilkada di Cianjur dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Minimal di kecamatan-kecamatan yang telah kami temukan indikasi ketidaktaatan asasnya mengarah pada dugaan kecurangan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif," katanya.
Unjuk rasa digelar di depan Hotel Indo Alam Cipanas, tempat KPU Cianjur menggelar rapat pleno rekapitulasi suara Pilkada 2024 tingkat kabupaten. Massa mempersoalkan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam pelaksanaan pemungutan suara. Dalam aksinya mereka melakban mulut untuk menggambarkan hilangnya suara.
Presidium FDRC, Sony Farhan mengatakan, pihaknya menuntut pemungutan suara ulang di kecamatan-kecamatan yang ditemukan indikasi ketidaktaatan asasnya mengarah pada dugaan kecurangan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Menurutnya, pilkada adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sementara di antara asas yang harus dipenuhi adalah asas jujur, adil, tertib, terbuka, akuntabel, dan profesional.
"KPUD sebagai penyelenggara harus mampu menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan dan sistem yang berlaku," kata Sony Farhan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/12/2024).
Ia mengungkan sejumlah dugaan pelanggaran asas. Pertama, tidak terpenuhinya ketentuan surat suara cadangan 2,5% di semua TPS. Diduga ada penggelembungan jumlah surat suara cadangan 2,5% dari DPT, sementara ada juga surat suara cadangan yang kurang dari 2,5%.
Kedua, adanya jumlah DPT yang tidak sesuai saat dihitung pada form D.KWK pada pleno setiap kecamatan. Ketiga, tidak dibuatnya Surat Keputusan KPU yang merinci jumlah surat suara sesuai DPT dan surat suara cadangan 2,5% yang dirinci pada setiap TPS, sebagaimana dibuat oleh KPU kabupaten/kota lain.
"Ketika diminta oleh saksi di pleno, PPK tidak bersedia memberikan. Bahkan, di salah satu PPK menyatakan tidak pernah diberikan SK KPU tentang jumlah surat suara sesuai DPT dan Cadangan 2,5%," katanya.
Keempat, banyak surat suara yang tidak sah, jumlahnya lebih dari 53.000 surat suara. Berdasarkan informasi dari saksi TPS, surat suara tidak sah mayoritas tidak dicoblos dan tidak ada coretan apa pun.
Kelima, ratusan ribu orang tidak mendapatkan C6 atau Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara. Belum lagi temuan adanya surat suara yang sudah tercoblos.
"Dengan berbagai temuan tersebut, FDRC meminta agar pelaksanaan Pilkada di Cianjur dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Minimal di kecamatan-kecamatan yang telah kami temukan indikasi ketidaktaatan asasnya mengarah pada dugaan kecurangan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif," katanya.
(abd)