Husain Alting Sjah: Pilkada adalah Pertaruhan Menyelamatkan Harkat dan Martabat Rakyat
loading...
A
A
A
MALUKU UTARA - KPU Maluku Utara baru saja menggelar debat publik terakhir Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara pada Kamis (21/11/202). Dalam debat tersebut pasangan calon nomor urut 1, Husain Alting Sjah-Asrul Rasyid tampil dengan optimistis menjabarkan visi-misi dan program kerjanya.
Di akhir debat, Husain Alting Sjah mengeluarkan closing statement layaknya seorang ksatria sejati meminta permohonan maaf setinggi-tingginya untuk seluruh pasangan-pasangan calon di dalam kontestasi politik Pilkada Maluku Utara, bila ada kesilapan kata, perbuatan yang kurang berkenan selama kampanye dan seluruh masyarakat bila ada kesilapan selama proses kampanye.
"Selanjutnya, saya dan Asrul Rasyid Ihsan meminta dengan kesungguhan hati. Percayakanlah amanah dari Bapak ibu sekalian untuk diberikan kepada kami pada tanggal 27 November. Untuk dapat melaksanakan kewajiban kami sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku Utara. Selanjutnya, dari lubuk hati juga kami ingin sampaikan semboyan Maluku Kie Raha, Ifa No Jou Lada, Lada Mansia Ngone Ua. Jangan pilih orang yang tidak tahu tentang asbab dan asal-usul kalian," ujar Sultan mengakhiri debat publik terakhir.
Baru-baru ini, dalam kampanyenya di Ternate, Sultan Husain Alting Sjah mengobarkan semangat kebesaran leluhur dalam pidatonya. "Di tanah Maluku Utara, cerita tentang kehormatan dan kebesaran leluhur selalu menjadi pusaka yang tak ternilai. Negeri yang dikelilingi oleh laut biru dan gunung-gunung megah ini adalah tempat di mana adat dan agama saling bertaut yang mampu menciptakan jalinan kehidupan yang sarat makna," jelasnya.
Sejak dahulu kala, rakyat Maluku Utara hidup berlandaskan prinsip-prinsip luhur yang diwariskan para leluhur, salah satunya adalah 'Moloku Kie Raha'. Falsafah Moloku Kie Raha, yang lahir dari konfederasi empat kesultanan besar: Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo adalah wujud nyata dari kebijaksanaan lokal yang menempatkan keadaban dan kehormatan di atas segalanya.
Selain menjadi simbol sejarah, prinsip ini juga menjadi pedoman hidup yang menegaskan bahwa harkat dan martabat rakyat Maluku Utara tidak bisa digadaikan dengan sesuatu yang murahan layaknya uang. Kehormatan kita terlalu tinggi untuk dijual murah dan terlalu berharga untuk dirusak oleh kepentingan sesaat.
Sultan Husain menegaskan bahwa hubungan antara pemimpin dan rakyat bukanlah sekadar hubungan formal. Rakyat menyerahkan urusan keamanan dan kesejahteraan kepada seorang pemimpin, bukan karena paksaan, apalagi karena iming-iming materi. Mereka melakukannya karena keyakinan mendalam terhadap seorang pemimpin yang telah bersumpah untuk menjaga negeri ini dengan jiwa raganya.
Sebuah prinsip adat yang berbunyi 'Jou ngon kadada madofu fangare ngon kala madiki' menegaskan bahwa hanya seorang jou/ou (pemimpin mulia) yang layak ditaati, sementara rakyat di bawahnya menjadi penopang yang setia.
"Sejak dahulu kala, hubungan pemimpin dan rakyat Maluku Utara senantiasa didasari oleh kepercayaan dan rasa hormat yang mendalam, bukan didasari oleh transaksi, bukan didasari oleh pemimpin yang berbisnis dengan rakyatnya, bukan didasari oleh mereka yang berani menukar suara rakyat dengan uang, percayalah, jika kita memilih pemimpin seperti itu, maka, rakyat sendirilah yang menanggung deritanya," ucap Sultan dengan lirih.
Bagi Sultan Husain Alting Sjah, momentum Pilkada bukan ajang menggadaikan kehormatan. Di tengah kondisi yang sulit, lanjutnya, pilkada menjadi sebuah harapan baru.
"Ini adalah kesempatan bagi rakyat Maluku Utara untuk kembali menentukan arah negeri mereka. Tetapi pilkada juga bukan tanpa tantangan. Godaan politik uang, janji-janji palsu, dan kampanye manipulatif adalah realitas yang harus dihadapi bersama," katanya.
Menurutnya, setiap amplop yang diterima mungkin terasa seperti rezeki kecil yang datang tiba-tiba. Tetapi di balik itu, ada harga yang harus dibayar. Uang itu akan segera habis dalam hitungan hari, tetapi keputusan yang salah akan meninggalkan luka selama bertahun-tahun.
"Rakyat akan kembali hidup dalam bayang-bayang korupsi, pembangunan yang stagnan, ketidakadilan, dan penderitaan lainnya," ucapnya.
"Jika rakyat Maluku Utara memilih karena uang, maka mereka tidak hanya menggadaikan masa depan, tetapi juga mengkhianati warisan leluhur. Mereka melupakan prinsip-prinsip adat yang telah membuat mereka terhormat selama berabad-abad," sambung Sultan dalam pidatonya.
Tak luput, Sultan Husain melontarkan bahwa slogan selamatkan Maluku Utara bukan tanpa landasan yang kuat, melainkan berlandasan kaidah fiqih “Dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil masholih”, artinya menghindar dari bencana harus didahulukan dari meraih kebaikan. Kaidah ini menyatakan bahwa menolak sesuatu yang lebih besar mafsadatnya (sesuatu yang bersifat negatif) lebih diutamakan daripada melaksanakan sesuatu yang bersifat mashohi (sesuatu yang bersifat positif).
Sultan Husain menegaskan bahwa menyelamatkan Maluku Utara dari kerusakan harus lebih diutamakan dari mengambil manfaat jangka pendek dan politik transaksional.
“Jika saudara-saudara sekalian bertanya sebenarnya apa yang kita selamatkan dalam Pilkada ini? Jawabannya sederhana: kehormatan dan masa depan rakyat Maluku Utara. Apakah kita akan dikenal sebagai generasi yang mempertahankan nilai-nilai leluhur, ataukah sebagai generasi yang merusaknya demi keuntungan sesaat? Pilihan ini bukan hanya tentang siapa yang memimpin lima tahun ke depan. Ini adalah tentang arah yang akan diambil negeri ini untuk masa depan. Jika salah memilih, maka harus siap menanggung akibatnya," tutur dia.
Tetapi jika memilih dengan hati nurani, dengan mempertimbangkan nilai-nilai adat dan agama, maka kita sedang meletakkan fondasi yang kokoh untuk generasi berikutnya anak-anak kita akan bertanya pada suatu hari nanti. Apa yang dilakukan orang tua kami saat negeri ini berada di persimpangan jalan?
"Dan kita harus bisa menjawab dengan bangga bahwa kita memilih untuk mempertahankan kehormatan, kita memilih untuk menyelamatkan Maluku Utara, alih-alih menjualnya," paparnya.
Sultan menyampaikan bahwa pilkada ini adalah pertaruhan terakhir untuk menyelamatkan Maluku Utara. Kata Sultan, ini adalah momen di mana kita bisa menunjukkan bahwa kita masih memegang prinsip “Moloku Kie Raha”, bahwa kita masih percaya pada nilai-nilai adat dan agama yang telah menjaga negeri ini selama ratusan tahun.
Dia melanjutkan jangan gadaikan kehormatan Maluku Utara hanya karena janji-janji politik yang tidak berarti. Jangan biarkan sejarah mencatat kita sebagai generasi yang mengkhianati leluhur. Sebaliknya, mari tunjukkan bahwa kita adalah rakyat yang setia, yang tahu bahwa kehormatan lebih berharga daripada apa pun yang ditawarkan dunia ini.
"Pilihlah dengan hati. Pilihlah demi masa depan. Karena ini bukan hanya tentang hari ini, tetapi tentang bagaimana kita ingin dikenang oleh generasi penerus di masa yang akan datang. Kehormatan Maluku Utara ada di tangan kita, dan kita tidak boleh menyia-nyiakannya. Hidup terhormat berdasarkan adat atau terhina karena berkhianat. Mari bersama-sama Selamatkan Maluku Utara, "seru Sultan disambut riuh tepuk tangan seluruh masyarakat Maluku Utara," tutupnya.
Di akhir debat, Husain Alting Sjah mengeluarkan closing statement layaknya seorang ksatria sejati meminta permohonan maaf setinggi-tingginya untuk seluruh pasangan-pasangan calon di dalam kontestasi politik Pilkada Maluku Utara, bila ada kesilapan kata, perbuatan yang kurang berkenan selama kampanye dan seluruh masyarakat bila ada kesilapan selama proses kampanye.
"Selanjutnya, saya dan Asrul Rasyid Ihsan meminta dengan kesungguhan hati. Percayakanlah amanah dari Bapak ibu sekalian untuk diberikan kepada kami pada tanggal 27 November. Untuk dapat melaksanakan kewajiban kami sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku Utara. Selanjutnya, dari lubuk hati juga kami ingin sampaikan semboyan Maluku Kie Raha, Ifa No Jou Lada, Lada Mansia Ngone Ua. Jangan pilih orang yang tidak tahu tentang asbab dan asal-usul kalian," ujar Sultan mengakhiri debat publik terakhir.
Baru-baru ini, dalam kampanyenya di Ternate, Sultan Husain Alting Sjah mengobarkan semangat kebesaran leluhur dalam pidatonya. "Di tanah Maluku Utara, cerita tentang kehormatan dan kebesaran leluhur selalu menjadi pusaka yang tak ternilai. Negeri yang dikelilingi oleh laut biru dan gunung-gunung megah ini adalah tempat di mana adat dan agama saling bertaut yang mampu menciptakan jalinan kehidupan yang sarat makna," jelasnya.
Sejak dahulu kala, rakyat Maluku Utara hidup berlandaskan prinsip-prinsip luhur yang diwariskan para leluhur, salah satunya adalah 'Moloku Kie Raha'. Falsafah Moloku Kie Raha, yang lahir dari konfederasi empat kesultanan besar: Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo adalah wujud nyata dari kebijaksanaan lokal yang menempatkan keadaban dan kehormatan di atas segalanya.
Selain menjadi simbol sejarah, prinsip ini juga menjadi pedoman hidup yang menegaskan bahwa harkat dan martabat rakyat Maluku Utara tidak bisa digadaikan dengan sesuatu yang murahan layaknya uang. Kehormatan kita terlalu tinggi untuk dijual murah dan terlalu berharga untuk dirusak oleh kepentingan sesaat.
Sultan Husain menegaskan bahwa hubungan antara pemimpin dan rakyat bukanlah sekadar hubungan formal. Rakyat menyerahkan urusan keamanan dan kesejahteraan kepada seorang pemimpin, bukan karena paksaan, apalagi karena iming-iming materi. Mereka melakukannya karena keyakinan mendalam terhadap seorang pemimpin yang telah bersumpah untuk menjaga negeri ini dengan jiwa raganya.
Sebuah prinsip adat yang berbunyi 'Jou ngon kadada madofu fangare ngon kala madiki' menegaskan bahwa hanya seorang jou/ou (pemimpin mulia) yang layak ditaati, sementara rakyat di bawahnya menjadi penopang yang setia.
"Sejak dahulu kala, hubungan pemimpin dan rakyat Maluku Utara senantiasa didasari oleh kepercayaan dan rasa hormat yang mendalam, bukan didasari oleh transaksi, bukan didasari oleh pemimpin yang berbisnis dengan rakyatnya, bukan didasari oleh mereka yang berani menukar suara rakyat dengan uang, percayalah, jika kita memilih pemimpin seperti itu, maka, rakyat sendirilah yang menanggung deritanya," ucap Sultan dengan lirih.
Bagi Sultan Husain Alting Sjah, momentum Pilkada bukan ajang menggadaikan kehormatan. Di tengah kondisi yang sulit, lanjutnya, pilkada menjadi sebuah harapan baru.
"Ini adalah kesempatan bagi rakyat Maluku Utara untuk kembali menentukan arah negeri mereka. Tetapi pilkada juga bukan tanpa tantangan. Godaan politik uang, janji-janji palsu, dan kampanye manipulatif adalah realitas yang harus dihadapi bersama," katanya.
Menurutnya, setiap amplop yang diterima mungkin terasa seperti rezeki kecil yang datang tiba-tiba. Tetapi di balik itu, ada harga yang harus dibayar. Uang itu akan segera habis dalam hitungan hari, tetapi keputusan yang salah akan meninggalkan luka selama bertahun-tahun.
"Rakyat akan kembali hidup dalam bayang-bayang korupsi, pembangunan yang stagnan, ketidakadilan, dan penderitaan lainnya," ucapnya.
"Jika rakyat Maluku Utara memilih karena uang, maka mereka tidak hanya menggadaikan masa depan, tetapi juga mengkhianati warisan leluhur. Mereka melupakan prinsip-prinsip adat yang telah membuat mereka terhormat selama berabad-abad," sambung Sultan dalam pidatonya.
Tak luput, Sultan Husain melontarkan bahwa slogan selamatkan Maluku Utara bukan tanpa landasan yang kuat, melainkan berlandasan kaidah fiqih “Dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil masholih”, artinya menghindar dari bencana harus didahulukan dari meraih kebaikan. Kaidah ini menyatakan bahwa menolak sesuatu yang lebih besar mafsadatnya (sesuatu yang bersifat negatif) lebih diutamakan daripada melaksanakan sesuatu yang bersifat mashohi (sesuatu yang bersifat positif).
Sultan Husain menegaskan bahwa menyelamatkan Maluku Utara dari kerusakan harus lebih diutamakan dari mengambil manfaat jangka pendek dan politik transaksional.
“Jika saudara-saudara sekalian bertanya sebenarnya apa yang kita selamatkan dalam Pilkada ini? Jawabannya sederhana: kehormatan dan masa depan rakyat Maluku Utara. Apakah kita akan dikenal sebagai generasi yang mempertahankan nilai-nilai leluhur, ataukah sebagai generasi yang merusaknya demi keuntungan sesaat? Pilihan ini bukan hanya tentang siapa yang memimpin lima tahun ke depan. Ini adalah tentang arah yang akan diambil negeri ini untuk masa depan. Jika salah memilih, maka harus siap menanggung akibatnya," tutur dia.
Tetapi jika memilih dengan hati nurani, dengan mempertimbangkan nilai-nilai adat dan agama, maka kita sedang meletakkan fondasi yang kokoh untuk generasi berikutnya anak-anak kita akan bertanya pada suatu hari nanti. Apa yang dilakukan orang tua kami saat negeri ini berada di persimpangan jalan?
"Dan kita harus bisa menjawab dengan bangga bahwa kita memilih untuk mempertahankan kehormatan, kita memilih untuk menyelamatkan Maluku Utara, alih-alih menjualnya," paparnya.
Sultan menyampaikan bahwa pilkada ini adalah pertaruhan terakhir untuk menyelamatkan Maluku Utara. Kata Sultan, ini adalah momen di mana kita bisa menunjukkan bahwa kita masih memegang prinsip “Moloku Kie Raha”, bahwa kita masih percaya pada nilai-nilai adat dan agama yang telah menjaga negeri ini selama ratusan tahun.
Dia melanjutkan jangan gadaikan kehormatan Maluku Utara hanya karena janji-janji politik yang tidak berarti. Jangan biarkan sejarah mencatat kita sebagai generasi yang mengkhianati leluhur. Sebaliknya, mari tunjukkan bahwa kita adalah rakyat yang setia, yang tahu bahwa kehormatan lebih berharga daripada apa pun yang ditawarkan dunia ini.
"Pilihlah dengan hati. Pilihlah demi masa depan. Karena ini bukan hanya tentang hari ini, tetapi tentang bagaimana kita ingin dikenang oleh generasi penerus di masa yang akan datang. Kehormatan Maluku Utara ada di tangan kita, dan kita tidak boleh menyia-nyiakannya. Hidup terhormat berdasarkan adat atau terhina karena berkhianat. Mari bersama-sama Selamatkan Maluku Utara, "seru Sultan disambut riuh tepuk tangan seluruh masyarakat Maluku Utara," tutupnya.
(abd)