Negara Vanuatu Disebut Biangkerok Rusuh Berdarah di Papua

Selasa, 01 Oktober 2019 - 19:34 WIB
Negara Vanuatu Disebut...
Negara Vanuatu Disebut Biangkerok Rusuh Berdarah di Papua
A A A
JAYAPURA - Pengamat Politik Papua Sekaligus Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Cenderawasih Marinus Yaung menyebut Negara Vanuatu turut andil dan bertanggung jawab atas serangkaian krisis sosial hingga jatuhnya korban jiwa di Papua dan Papua Barat.

Marinus menyebut, Vanuatu menyiapkan sebuah Proposal tentang Penentuan Nasib Sendiri (Right of Self Determination proposal ) untuk West Papua dan sudah diajukan ke Dewan PBB namun ditolak.

"Proposal itu ditolak oleh General Committe PBB karena PBB tidak akan mendukung dan membenarkan negara-negara anggota PBB melakukan langkah-langkah kebijakan luar negeri untuk mendukung gerakan - gerakan separatis di masing - masing wilayah kedaulatan negara anggotanya," ungkap Marinus kepada SINDO Media, Selasa (1/10/2019).

Akibat ditolak itu, muncul gagasan mereka (Vanuatu dan antek Gerakan separatis, Red) untuk membuat krisis kemanusian di Papua, hingga mensetting kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

"Dengan kata lain, negara Vanuatu ikut terlibat dalam mengkonstruksikan kerusuhan sosial yang terjadi di Papua saat ini. Korban jiwa akibat konflik dan kerusuhan di Dogiay, Jayapura dan Wamena terjadi karena kepentingan proposal referendum Papua oleh Vanuatu di PBB," katanya.

Vanuatu dituding sebagai 'Biangkerok', kerusuhan Papua. Negara miskin di Pasifik yang dikatakan hidup dari 'belas kasihan' bantuan negara asing.

"Fakta ini yang membuat saya sangat prihatin dan merasa kami orang Papua hanyalah korban politik kepentingan dari elit politik Vanuatu. Dan Vanuatu mencoba mengambil keuntungan dengan mendukung gerakan separatis yang menjadi pesanan negara penyokongnya dia," timpal Marinus.

Ditambahkan, bagi Vanuatu nyawa orang Indonesia di Papua tidak terlalu penting dibandingkan kepentingan politik mereka untuk terus menjadikan isu konflik Papua sebagai pundi - pundi dolar bagi pembangunan negara Vanuatu.

"Intinya dia coba mengambil keuntungan atas Derita rakyat Papua. Vanuatu adalah biang kerok kerusuhan Papua. Seolah membantu tulus, namun kenyataannya tidak. Kita rakyat Papua dipermainkan oleh negara miskin ini," ungkapnya.

Sebelumnya, Republik Indonesia dalam kesempatan pertama menjawab (1st Right of Reply) melalui Diplomat Kementrian Luar Negeri Indonesia, Rayyanul Sangadji pada sidang ke 74 Majelis Umum PBB di New York menegaskan jika Vanuatu seolah menunjukkan jika negara itu mendukung isu HAM, namun sesungguhnya adalah mendukung gerakan separatis di Papua dan Papua Barat.

Perlu diketahui bahwa Vanuatu adalah negara tempat berdirinya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada 7 Desember 2014. Yang kemudian dipimpin oleh tokoh separatis Benny Wenda yang sekrang berkewarganegaraan Inggris. Rayyanul juga menegaskan jika dukungan Vanuatu kepada separatis itu menjadi penyulut aksi anarkis di Papua dan Papua Barat.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6050 seconds (0.1#10.140)