Kisah Pangeran Diponegoro Kerahkan Kawanan Bandit dan Perampok dalam Perang Melawan Belanda
loading...
A
A
A
Para bandit profesional, yang konon dahulu sebelum perang ditakuti oleh warga desa, juga turut dihadirkan menambah kekuatan pasukan di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro.
Para bandit ini ditugaskan mengamankan jalur-jalur komunikasi dan ikut ambil bagian dalam pasukan.
Konon pasukan Pangeran Diponegoro sangat mahir melakukan penghadangan dan penyergapan. Taktik yang pasukan Diponegoro gemari adalah bersembunyi di rerumputan tinggi di sisi jalan yang akan dilewati musuh.
Lalu ketika musuh lewat menembak dalam formasi setengah lingkaran, yakni prajurit yang bersembunyi dalam posisi tiarap menembakkan bedil mereka langsung ke arah musuh. Musuh disergap dari depan dan kedua sayap.
Tembok batu mengitari desa-desa yang dulunya dibangun mencegah gerombolan perampok yang berniat menjarah, sekarang dimanfaatkan dengan hasil sangat baik, seolah menjadi tempat berbenteng, seperti bekas Keraton Sunan Amangkurat I.
Menyusul keberhasilan aksi-aksi penghadangan itu, penduduk desa-desa yang berdekatan tertarik ikut bergabung dalam perang. Dengan menggunakan peralatan petani mereka mengganggu gerakan mundur pasukan gerak cepat Belanda, yang sering sudah terkepung.
Maka beralasan pendirian benteng-benteng Belanda sebagian merupakan jawaban atas tantangan situasi ini.
Konon beberapa sumber dan catatan sejarah menyebutkan pasukan Pangeran Diponegoro dipersenjatai dengan senjata api yang diperintahkan dibeli.
Beberapa persenjataan dari Belanda, berhasil dirampas, termasuk meriam, juga dimanfaatkan. Ini berarti teknik-teknik artileri Eropa yang dipelajari dengan seksama.
Saat mengepung Yogya ,seorang pangeran komandan prajurit Pangeran Diponegoro pernah mencatat bahwa meriam Belanda itu selalu ditembakkan terlalu tinggi karena pasukan artilerinya menggunakan terlalu banyak bubuk mesiu.
Para bandit ini ditugaskan mengamankan jalur-jalur komunikasi dan ikut ambil bagian dalam pasukan.
Konon pasukan Pangeran Diponegoro sangat mahir melakukan penghadangan dan penyergapan. Taktik yang pasukan Diponegoro gemari adalah bersembunyi di rerumputan tinggi di sisi jalan yang akan dilewati musuh.
Lalu ketika musuh lewat menembak dalam formasi setengah lingkaran, yakni prajurit yang bersembunyi dalam posisi tiarap menembakkan bedil mereka langsung ke arah musuh. Musuh disergap dari depan dan kedua sayap.
Tembok batu mengitari desa-desa yang dulunya dibangun mencegah gerombolan perampok yang berniat menjarah, sekarang dimanfaatkan dengan hasil sangat baik, seolah menjadi tempat berbenteng, seperti bekas Keraton Sunan Amangkurat I.
Menyusul keberhasilan aksi-aksi penghadangan itu, penduduk desa-desa yang berdekatan tertarik ikut bergabung dalam perang. Dengan menggunakan peralatan petani mereka mengganggu gerakan mundur pasukan gerak cepat Belanda, yang sering sudah terkepung.
Maka beralasan pendirian benteng-benteng Belanda sebagian merupakan jawaban atas tantangan situasi ini.
Konon beberapa sumber dan catatan sejarah menyebutkan pasukan Pangeran Diponegoro dipersenjatai dengan senjata api yang diperintahkan dibeli.
Beberapa persenjataan dari Belanda, berhasil dirampas, termasuk meriam, juga dimanfaatkan. Ini berarti teknik-teknik artileri Eropa yang dipelajari dengan seksama.
Saat mengepung Yogya ,seorang pangeran komandan prajurit Pangeran Diponegoro pernah mencatat bahwa meriam Belanda itu selalu ditembakkan terlalu tinggi karena pasukan artilerinya menggunakan terlalu banyak bubuk mesiu.