Kisah Heroik Arek Malang Tumpas Penjajah Belanda usai Proklamasi 17 Agustus 1945
loading...
A
A
A
Pembacaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 ternyata tidak mengakhiri perjuangan arek-arek Malang mengusir penjajah. Sebab tentara Belanda menumpang tentara sekutu kembali masuk ke Indonesia, salah satunya di Malang.
Pertempuran demi pertempuran tak terhindarkan. Pertempuran ini disusun para pejuang berkolaborasi dengan arek-arek Malang membuktikan bahwa Indonesia masih ada kekuatan militer yang kuat dan sangar.
Selain di wilayah Kalijahe, kisah heroik pejuang - pejuang Malang terjadi di seantero Malang. Eko Irawan pemerhati sejarah Malang mengungkapkan, bila ada banyak peristiwa pertempuran saat agresi militer pertama dan kedua.
Apalagi dari catatan sejarah Belanda dan pasukan sekutu kembali mulai masuk Malang pada 21 Juli 1947, saat mulai masuk ke wilayah Lawang, Kabupaten Malang, dan membangun pos kekuatan militer di sana.
“Tanggal 21 Juli 1947 masuk tapi terhenti di Lawang di hotel Niagara itu di depannya ada markas tentara yang dipakai Belanda juga. Tanggal 31 Juli 1947 itu perang di Oro-oro Dowo, Klojen,” ucap Eko Irawan, Sabtu (17/8/2024).
Pada peperangan itu prajurit pejuang kemerdekaan gugur dengan tragis dilindas tank Belanda. Sedangkan ada sekitar 35 arek-arek Malang yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan, ketika melawan Belanda.
Perlawanan lain di Kota Malang juga terjadi di sekitar kawasan markas pejuang di Ketawanggede hingga Sengkaling.
“Serangan umum sesuai instruksi Jenderal Sudirman yang diminta membuat serangan agar tahu bahwa Indonesia masih ada. Jadi bicara serangan umum tidak hanya di Yogyakarta saja, di Malang juga ada, ada dua kali skalanya memang nggak sebesar di Yogyakarta,” tuturnya.
“Selama ini kan mungkin yang dikenal peristiwa Malang Bumi Hangus di tahun 1947 waktu agresi militer pertama untuk mengantisipasi Malang diduduki itu dibakar semua, tapi setelah itu ada peperangan lagi dimana-mana,” imbuhnya.
Apalagi pasca proklamasi kemerdekaan itu, nyaris satu orang arek Malang memiliki satu senjata rampasan dari tentara Jepang. Sehingga hal ini sempat membuat gentar Belanda berkonfrontasi melawan arek-arek Malang.
“Perlawanan tidak hanya di Kota Malang saja, di Kabupaten Malang itu selain di Kalijahe, Jabung, ada di Karanganyar dan Belung, Poncokusumo, Wajak, belum lagi di Tumpang di sekitar wilayah Rumah Sakit Sumber Santoso itu, terus Turen,” jelasnya.
Perlawanan juga muncul di wilayah Barat Malang di daerah Wagir, hingga ke utara di wilayah Pujon, dan Kota Batu. Sayang ia belum menemukan literasi detail mengenai sosok yang berjuang melakukan perlawanan ke tentara sekutu dan Belanda.
“Bicara serangan di Malang ini tak kalah dari Surabaya dan beberapa wilayah lainnya di Jawa Timur. Jadi di sini memang diperhitungkan karena para pejuang sipil, dari rakyat itu sudah bawa senjata masing-masing hasil rampasan dari Jepang,” tandasnya.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
Pertempuran demi pertempuran tak terhindarkan. Pertempuran ini disusun para pejuang berkolaborasi dengan arek-arek Malang membuktikan bahwa Indonesia masih ada kekuatan militer yang kuat dan sangar.
Selain di wilayah Kalijahe, kisah heroik pejuang - pejuang Malang terjadi di seantero Malang. Eko Irawan pemerhati sejarah Malang mengungkapkan, bila ada banyak peristiwa pertempuran saat agresi militer pertama dan kedua.
Apalagi dari catatan sejarah Belanda dan pasukan sekutu kembali mulai masuk Malang pada 21 Juli 1947, saat mulai masuk ke wilayah Lawang, Kabupaten Malang, dan membangun pos kekuatan militer di sana.
“Tanggal 21 Juli 1947 masuk tapi terhenti di Lawang di hotel Niagara itu di depannya ada markas tentara yang dipakai Belanda juga. Tanggal 31 Juli 1947 itu perang di Oro-oro Dowo, Klojen,” ucap Eko Irawan, Sabtu (17/8/2024).
Pada peperangan itu prajurit pejuang kemerdekaan gugur dengan tragis dilindas tank Belanda. Sedangkan ada sekitar 35 arek-arek Malang yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan, ketika melawan Belanda.
Perlawanan lain di Kota Malang juga terjadi di sekitar kawasan markas pejuang di Ketawanggede hingga Sengkaling.
“Serangan umum sesuai instruksi Jenderal Sudirman yang diminta membuat serangan agar tahu bahwa Indonesia masih ada. Jadi bicara serangan umum tidak hanya di Yogyakarta saja, di Malang juga ada, ada dua kali skalanya memang nggak sebesar di Yogyakarta,” tuturnya.
“Selama ini kan mungkin yang dikenal peristiwa Malang Bumi Hangus di tahun 1947 waktu agresi militer pertama untuk mengantisipasi Malang diduduki itu dibakar semua, tapi setelah itu ada peperangan lagi dimana-mana,” imbuhnya.
Apalagi pasca proklamasi kemerdekaan itu, nyaris satu orang arek Malang memiliki satu senjata rampasan dari tentara Jepang. Sehingga hal ini sempat membuat gentar Belanda berkonfrontasi melawan arek-arek Malang.
“Perlawanan tidak hanya di Kota Malang saja, di Kabupaten Malang itu selain di Kalijahe, Jabung, ada di Karanganyar dan Belung, Poncokusumo, Wajak, belum lagi di Tumpang di sekitar wilayah Rumah Sakit Sumber Santoso itu, terus Turen,” jelasnya.
Perlawanan juga muncul di wilayah Barat Malang di daerah Wagir, hingga ke utara di wilayah Pujon, dan Kota Batu. Sayang ia belum menemukan literasi detail mengenai sosok yang berjuang melakukan perlawanan ke tentara sekutu dan Belanda.
“Bicara serangan di Malang ini tak kalah dari Surabaya dan beberapa wilayah lainnya di Jawa Timur. Jadi di sini memang diperhitungkan karena para pejuang sipil, dari rakyat itu sudah bawa senjata masing-masing hasil rampasan dari Jepang,” tandasnya.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
(ams)