Kisah Heroik Halim Perdanakusuma, Pahlawan Penerbang Angkatan Udara dari Sampang Madura
loading...
A
A
A
HALIM Perdanakusuma nama yang tak asing di telinga bangsa Indonesia, terutama sebagai salah satu pahlawan penerbang Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) kelahiran Sampang, Madura, Jawa Timur.
Abdul Halim Perdanakusuma lahir 18 November 1922 dan sejak muda sudah menunjukkan bakat serta dedikasinya dalam dunia militer. Pada masa penjajahan, Abdul Halim mengikuti wajib militer masih bersekolah di Mosvia (Middelbare Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren).
Setelah itu, Angkatan Laut Hindia Belanda mengirimnya untuk menempuh pendidikan opsir Torpedo di Surabaya. Saat Perang Dunia II, Abdul Halim bergabung dengan Royal Canadian Air Force dan Royal Air Force.
Dengan pangkat Wing Commander, ia bertugas di skadron tempur pesawat Lancaster dan Liberator, menunjukkan keberanian dan kemampuannya di medan pertempuran udara.
Setelah Jepang kalah dalam Perang Pasifik, sekutu mulai memasuki Indonesia. Pada 15 Oktober 1945, saat tentara Sekutu mendarat di Tanjung Priok, Jakarta, Halim Perdanakusuma, yang saat itu berpakaian Angkatan Udara Inggris, dicurigai sebagai tentara NICA.
Bahkan dipenjarakan di Kediri. Namun, berkat campur tangan Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin, ia akhirnya dibebaskan. Dengan situasi perang yang semakin memanas, kebutuhan akan kekuatan udara menjadi sangat penting.
R. Soerjadi Soerjadarma mendengar tentang pembebasan Halim Perdanakusuma dan segera mengajaknya bergabung dengan AURI. Halim menerima tawaran ini dan mulai mengabdi dengan pangkat Komodor Muda Udara.
Sebagai Perwira Operasi Udara dan instruktur navigasi di sekolah penerbangan yang didirikan Agustinus Adisutjipto, Halim berperan penting dalam perkembangan awal AURI. Pada 29 Juli 1947, ia memimpin serangan udara balasan atas agresi militer Belanda.
Abdul Halim Perdanakusuma lahir 18 November 1922 dan sejak muda sudah menunjukkan bakat serta dedikasinya dalam dunia militer. Pada masa penjajahan, Abdul Halim mengikuti wajib militer masih bersekolah di Mosvia (Middelbare Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren).
Setelah itu, Angkatan Laut Hindia Belanda mengirimnya untuk menempuh pendidikan opsir Torpedo di Surabaya. Saat Perang Dunia II, Abdul Halim bergabung dengan Royal Canadian Air Force dan Royal Air Force.
Dengan pangkat Wing Commander, ia bertugas di skadron tempur pesawat Lancaster dan Liberator, menunjukkan keberanian dan kemampuannya di medan pertempuran udara.
Setelah Jepang kalah dalam Perang Pasifik, sekutu mulai memasuki Indonesia. Pada 15 Oktober 1945, saat tentara Sekutu mendarat di Tanjung Priok, Jakarta, Halim Perdanakusuma, yang saat itu berpakaian Angkatan Udara Inggris, dicurigai sebagai tentara NICA.
Bahkan dipenjarakan di Kediri. Namun, berkat campur tangan Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin, ia akhirnya dibebaskan. Dengan situasi perang yang semakin memanas, kebutuhan akan kekuatan udara menjadi sangat penting.
R. Soerjadi Soerjadarma mendengar tentang pembebasan Halim Perdanakusuma dan segera mengajaknya bergabung dengan AURI. Halim menerima tawaran ini dan mulai mengabdi dengan pangkat Komodor Muda Udara.
Sebagai Perwira Operasi Udara dan instruktur navigasi di sekolah penerbangan yang didirikan Agustinus Adisutjipto, Halim berperan penting dalam perkembangan awal AURI. Pada 29 Juli 1947, ia memimpin serangan udara balasan atas agresi militer Belanda.