Hibah Kemendikbud Ristek Tingkatkan Hasil Pertanian Kampung Cibeureum
loading...
A
A
A
CIANJUR - Kampung Cibeureum, Desa Sukanagalih, Cianjur , Jawa Barat, mengalami tantangan besar akibat perubahan iklim. Kemarau panjang di tahun 2023 membuat petani kesulitan mendapatkan air untuk pertanian, terutama di perbukitan yang sulit menemukan sumber air.
Meski lahan pertanian di bawah perbukitan masih mendapatkan air dari mata air dengan volume kecil, kondisi serupa berulang di tahun 2024. Kurangnya hujan mengganggu pertumbuhan tanaman, dan petani masih bergantung pada kolam tadah hujan yang belum tersebar luas.
Untuk mengatasi masalah ini, Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) bekerja sama dengan Desa Sukanagalih membentuk Desa Binaan dengan bantuan hibah dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kerjasama ini resmi dimulai dengan penandatanganan perjanjian antara Rektor UAI Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc., dan Kepala Desa Sukanagalih, Dudung Djaenuddin, S.IP., pada 15 Juli 2024.
Tim Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) UAI yang diketuai oleh Dr. Dra. Nita Noriko, M.S., mengidentifikasi masalah utama, termasuk perubahan iklim dan pertambahan penduduk yang mengurangi lahan pertanian. Mereka menemukan solusi melalui pendekatan multidisiplin ilmu.
“Akar permasalahan selain perubahan iklim adalah konversi lahan untuk pemukiman. Petani membuka lahan di perbukitan yang sebelumnya didominasi bambu, tanaman yang dapat menyimpan air dengan baik,” ujar Nita. Selain itu, pendidikan petani yang mayoritas lulusan SD atau bahkan tidak lulus, menyebabkan mereka kurang mengakses informasi pertanian terkini.
Sejak tahun 2022, PKM UAI telah meningkatkan kesadaran petani tentang konservasi tanah dan air. Pada tahun 2023, mereka membangun embung-embung untuk menampung air dari sumber mata air dan aliran air, yang sebelumnya terbuang ke selokan. Kini, 10 hektar lahan pertanian diselamatkan dari kelangkaan air.
Selain itu, PKM UAI mendorong penggunaan bahan organik dan mengurangi pupuk kimia untuk menjaga kesuburan tanah. Mereka juga mengajarkan sistem pertanian multi-cropping untuk mengurangi serangan hama dan penggunaan teknologi seperti sensor pH dan kelembaban tanah untuk efektivitas pupuk dan air.
Berkat upaya ini, petani tetap bisa bertani di musim kemarau dan meningkatkan produktivitas hingga 50 persen. Mereka juga diajarkan memasarkan hasil pertanian melalui media sosial, dengan bantuan generasi Z yang membuat konten pemasaran di TikTok, beberapa di antaranya meraih hingga 53.000 viewer.
Meski lahan pertanian di bawah perbukitan masih mendapatkan air dari mata air dengan volume kecil, kondisi serupa berulang di tahun 2024. Kurangnya hujan mengganggu pertumbuhan tanaman, dan petani masih bergantung pada kolam tadah hujan yang belum tersebar luas.
Untuk mengatasi masalah ini, Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) bekerja sama dengan Desa Sukanagalih membentuk Desa Binaan dengan bantuan hibah dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kerjasama ini resmi dimulai dengan penandatanganan perjanjian antara Rektor UAI Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc., dan Kepala Desa Sukanagalih, Dudung Djaenuddin, S.IP., pada 15 Juli 2024.
Tim Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) UAI yang diketuai oleh Dr. Dra. Nita Noriko, M.S., mengidentifikasi masalah utama, termasuk perubahan iklim dan pertambahan penduduk yang mengurangi lahan pertanian. Mereka menemukan solusi melalui pendekatan multidisiplin ilmu.
“Akar permasalahan selain perubahan iklim adalah konversi lahan untuk pemukiman. Petani membuka lahan di perbukitan yang sebelumnya didominasi bambu, tanaman yang dapat menyimpan air dengan baik,” ujar Nita. Selain itu, pendidikan petani yang mayoritas lulusan SD atau bahkan tidak lulus, menyebabkan mereka kurang mengakses informasi pertanian terkini.
Sejak tahun 2022, PKM UAI telah meningkatkan kesadaran petani tentang konservasi tanah dan air. Pada tahun 2023, mereka membangun embung-embung untuk menampung air dari sumber mata air dan aliran air, yang sebelumnya terbuang ke selokan. Kini, 10 hektar lahan pertanian diselamatkan dari kelangkaan air.
Selain itu, PKM UAI mendorong penggunaan bahan organik dan mengurangi pupuk kimia untuk menjaga kesuburan tanah. Mereka juga mengajarkan sistem pertanian multi-cropping untuk mengurangi serangan hama dan penggunaan teknologi seperti sensor pH dan kelembaban tanah untuk efektivitas pupuk dan air.
Berkat upaya ini, petani tetap bisa bertani di musim kemarau dan meningkatkan produktivitas hingga 50 persen. Mereka juga diajarkan memasarkan hasil pertanian melalui media sosial, dengan bantuan generasi Z yang membuat konten pemasaran di TikTok, beberapa di antaranya meraih hingga 53.000 viewer.
(hri)