Kisah Batu Melintang, Gerombolan Kerbau Mengganggu Si Pahit Lidah Mandi

Senin, 24 Agustus 2020 - 05:00 WIB
loading...
Kisah Batu Melintang,...
Batu Melintang selain melintang di tengah sungai, bentuknya memang dari kejauhan menyerupai gerombolan kerbau sedang mandi atau berendam. Foto SINDOnews/Berli Z
A A A
Kisah Serunting Sakti atau Si Pahit Lidah yang begitu popular di masyarakat Sumsel seakan tak ada habisnya. Serunting mempunyai kesaktian dimana ucapannya konon laksana kutukan yang dapat mengubah apapun terutama menjadi batu, karenanya di masyarakat Sumsel begitu dikenal Si Pahit Lidah. Cerita rakyat itu terus terjaga hingga kini di era hampir serba online.

Hampir di setiap daerah terdapat “peninggalan kutukan” Si Pahit Lidah yang berupa batu berbentuk manusia maupun hewan dan benda lainnya.

Satu diantaranya yang juga disebutkan akibat dari ucapan Si Pahit Lidah, yakni Batu Melintang di Desa Maur Baru, Kecamatan Rupit, Musi Rawas Utara.

Datang, saksikan dan dengarkan sendiri ceritanya. Disebut Batu Melintang karena memang bentuknya melintang di Sungai Rupit, Desa Maur Baru.

Sungai Rupit sendiri merupakan anak Sungai Rawas yang bermuara di Sungai Musi. Sungai Rupit mengalir dari ulu Kecamatan Karang Jaya, kemudian ke Kecamatan Rupit dan bermuara di Sungai Rawas di Kelurahan Lawang Agung, Rupit, ibukota Kabupaten Muratara. (Baca: Bersama Wanita Seksi, Oknum Kemenhub Ditangkap Bawa Sabu)

Batu Melintang selain melintang di tengah sungai, bentuknya memang dari kejauhan menyerupai gerombolan kerbau sedang mandi atau berendam. Di daerah ini memang terkenal banyak kerbau sejak dahulu hingga saat ini.

Mungkin itu juga yang melatari Batu Melintang disebut gerombolan kerbau mandi yang dikutuk menjadi batu oleh Si Pahit Lidah. Konon, suatu saat di masa Si Pahit Lidah yang sakti dan suka mengembara melintasi Desa Maur.

Melihat air Sungai Rupit yang bening dan sejuk, Si Pahit Lidah hendak mandi sambil beristirahat. Namun saat menikmati segarnya air sungai datang gerombolan kerbau yang hendak berendam atau mandi.

Kerbau yang banyak membuat air sungai menjadi keruh. Si Pahit Lidah kaget dan terganggu dengan keberadaan yang membuat air sungai keruh dan kotor.

Si Pahit Lidah yang sedang bersantai di sungai dengan sedikit kesal pindah mencari lokasi yang lebih tenang dan jernih. Namun sambil beranjak, mulutnya bergumang kerbau menutupi sungai mengganggu seperti batu menutupi sungai.

Tanpa sadar ucapannya itu menjadi kenyataan dan kerbau – kerbau berubah menjadi batu berjajar menutupi sungai. Hingga saat ini dipercaya terutama oleh masyarakat setempat, bahwa batu melintang adalah gerombolan kerbau yang sedang berendam atau mandi dikutuk menjadi batu oleh Si Pahit Lidah. (Baca juga: Puncak Arus Balik Libur, Malam Ini GT Palimanan Dipadati Ribuan Kendaraan)

Anehnya memang, bentuknya batu – batu berwarna hitam jika terkena air benar – benar menutupi sungai dari satu sisi ke sisi seberangnya. Selain itu, di bagian lain sepanjang arus sekitar daerah itu tidak ada batu lain kecuali Batu Melintang. Bagian ulu dan hilirnya dasar sungai hanya berupa pasir dan koral kerikil kecil.

“Karenanya setiap musim kemarau, pasirnya biasa diambil oleh warga untuk bahan bangunan. Koralnya juga,” ujar Aziz, tokoh mayarakat setempat.

Memang jika musim penghujan di saat debit sungai meninggi, Batu Melintang hilang di dalam sungai. Keindahan Batu Melintang terlihat di saat jelang dan musim kemarau. Biasanya banyak warga terutama anak muda yang mandi di aliran air di sela – sela batu.

Dahulu saat sungai masih sangat alami, Batu Melintang juga memiliki fungsi alami yang lain. Yakni menjadi semacam bendungan di musim kemarau. Permukaan air tetap terjaga karena terhalang Batu Melintang.

Namun kini, seiring perluasan pemukiman dan pembukaan lahan di bagian ulu sungai, sehingga terjadi ambrol di salah satu sisi sungai. Sehingga Batu Melintang tidak lagi menutupi seluruh bagian sungai, karena sisi satunya telah longsor dan terbuka diterjang arus sungai.

"Kita berusaha angkat semua potensi desa. Kemarin dalam rangka HUT Ke-75 RI kita angkat tradisi mengundah atau menangkap ikan bersama-sama menggunakan sekap," tutur Karel, Kades Maur.

Cerita rakyat tentang Batu Melintang juga mengandung nasihat, saat di sungai harus saling menghormati terutama yang lebih tua. Jangan sampai orang lain terganggu saat mandi di sungai yang memang masih memiliki peran penting sebagai sumber air warga yang belum tersentuh jaringan air bersih atau PDAM.

Terhadap batu - batu yang asal muasalnya terlanjur menjadi terkait Si Pahit Lidah, terus melekat di masyarakat.

Sementara berbagai sumber menyebutkan, para pakar arkeologi sejak zaman penjajahan Belanda hingga kini masih terkagum-kagum dengan peninggalan budaya masa lampau, yang konon ditaksir sudah ada sejak beratus-ratus tahun silam itu.
(sms)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5013 seconds (0.1#10.140)