Kisah Ratu Jay Shima: Dari Putri Pendeta Menjadi Raja Perempuan Pertama di Jawa
loading...
A
A
A
Ratu Jay Shima, nama yang kini dikenal sebagai sosok perempuan pertama yang menduduki tahta sebagai raja di Pulau Jawa , menyimpan kisah yang memukau tentang asal usul dan perjalanannya menuju kekuasaan. Terlahir di Sumatera, ia membawa warisan dan kekuatan dari tanah kelahirannya menuju puncak kepemimpinan di Kerajaan Kalingga.
Jay Shima, yang dikenal juga dengan nama Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara setelah penobatannya, diyakini lahir di sekitar wilayah Sungai Musi, kawasan Banyuasin, pada tahun 611. Konon, ia adalah putri seorang pendeta yang tinggal di wilayah Kerajaan Melayu. Meskipun ada pendapat lain yang menyebutkan ia mungkin putri Hyang Sailendra atau cucu Santanu dari Kerajaan Sriwijaya, mayoritas riwayat mengarah pada Jay Shima sebagai putri dari seorang pendeta.
Jay Shima menikah dengan Kartikeyasingha, putra Sribuja, Raja Melayu. Pernikahan ini menghubungkan dua kekuatan besar, Melayu dan Kalingga. Kartikeyasingha kemudian menjadi raja di Kalingga dan bersama-sama mereka memerintah dengan bijaksana. Namun, pada tahun 674, setelah Kartikeyasingha mangkat, Jay Shima menghadapi tantangan baru dalam hidupnya.
Di usia yang sudah cukup tua, yakni 63 tahun, Jay Shima naik tahta menggantikan suaminya. Penobatan ini terjadi karena kedua anaknya masih terlalu muda untuk mengambil alih kepemimpinan. Dengan demikian, Jay Shima dinobatkan sebagai raja dengan nama abhiseka Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara. Ia memimpin dengan kebijaksanaan dan keteguhan hati, menjadi simbol kekuatan perempuan di tengah dominasi kepemimpinan pria pada masa itu.
Selama masa pemerintahannya, Jay Shima dikenal menjalin hubungan dengan Kerajaan Galuh, namun menolak tawaran hubungan bilateral dengan Sriwijaya. Keputusannya ini didasari oleh kesetiaannya terhadap mertuanya, Sribuja, yang wilayah kekuasaannya pernah diserang oleh Sriwijaya. Sikap ini menunjukkan prinsip kuat Jay Shima dalam mempertahankan kehormatan dan warisan keluarganya.
Kisah Ratu Jay Shima adalah cermin dari kekuatan, kebijaksanaan, dan kesetiaan seorang perempuan yang berhasil menaklukkan tantangan dan memimpin dengan hati yang teguh. Ia tidak hanya menjadi simbol kepemimpinan perempuan pertama di Pulau Jawa, tetapi juga meninggalkan jejak yang mendalam tentang pentingnya prinsip dan kehormatan dalam memimpin sebuah kerajaan.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
Jay Shima, yang dikenal juga dengan nama Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara setelah penobatannya, diyakini lahir di sekitar wilayah Sungai Musi, kawasan Banyuasin, pada tahun 611. Konon, ia adalah putri seorang pendeta yang tinggal di wilayah Kerajaan Melayu. Meskipun ada pendapat lain yang menyebutkan ia mungkin putri Hyang Sailendra atau cucu Santanu dari Kerajaan Sriwijaya, mayoritas riwayat mengarah pada Jay Shima sebagai putri dari seorang pendeta.
Jay Shima menikah dengan Kartikeyasingha, putra Sribuja, Raja Melayu. Pernikahan ini menghubungkan dua kekuatan besar, Melayu dan Kalingga. Kartikeyasingha kemudian menjadi raja di Kalingga dan bersama-sama mereka memerintah dengan bijaksana. Namun, pada tahun 674, setelah Kartikeyasingha mangkat, Jay Shima menghadapi tantangan baru dalam hidupnya.
Di usia yang sudah cukup tua, yakni 63 tahun, Jay Shima naik tahta menggantikan suaminya. Penobatan ini terjadi karena kedua anaknya masih terlalu muda untuk mengambil alih kepemimpinan. Dengan demikian, Jay Shima dinobatkan sebagai raja dengan nama abhiseka Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara. Ia memimpin dengan kebijaksanaan dan keteguhan hati, menjadi simbol kekuatan perempuan di tengah dominasi kepemimpinan pria pada masa itu.
Selama masa pemerintahannya, Jay Shima dikenal menjalin hubungan dengan Kerajaan Galuh, namun menolak tawaran hubungan bilateral dengan Sriwijaya. Keputusannya ini didasari oleh kesetiaannya terhadap mertuanya, Sribuja, yang wilayah kekuasaannya pernah diserang oleh Sriwijaya. Sikap ini menunjukkan prinsip kuat Jay Shima dalam mempertahankan kehormatan dan warisan keluarganya.
Kisah Ratu Jay Shima adalah cermin dari kekuatan, kebijaksanaan, dan kesetiaan seorang perempuan yang berhasil menaklukkan tantangan dan memimpin dengan hati yang teguh. Ia tidak hanya menjadi simbol kepemimpinan perempuan pertama di Pulau Jawa, tetapi juga meninggalkan jejak yang mendalam tentang pentingnya prinsip dan kehormatan dalam memimpin sebuah kerajaan.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(hri)