Dinasti Politik Dinilai Tak Melanggar Konstitusi
loading...
A
A
A
MEDAN - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara, Faisal Riza mengatakan dinasti politik merupakan pergulatan pemikiran tradisi masyarakat Indonesia dan menjadi hal yang lumrah saja.
Hal itu dikatakan Faisal Riza dalam diskusi Pilkada Medan 2020 dengan tema "Dinasti Politik itu Biasa" yang diselenggarakan Mitra Research Consulting (MRC), Kamis (20/8/2020).
Faisal Riza mengatakan, urusan dinasti politik itu memang menjadi hal yang wajar karena memang merupakan tradisi yang selalu muncul.
"Misalnya, kalau ada anak presiden kemudian jadi calon walikota, ya biasa saja. Karena mungkin banyak hal-hal sederhana yang dibicarakan di meja makan dalam keluarga tersebut," kata Faisal Riza. (BACA JUGA: Diperkenalkan di Paris Airshow, Tumbang saat Krisis Moneter dan Berakhir di Museum)
Faisal kemudian mencontohkan bahwa hal yang wajar misalnya, keluarga tentara mewariskan pada anak-anaknya menjadi seorang prajurit juga. "Jadi apakah ini juga dikatakan dinasti politik. Tentu ini menjadi sesuatu yang menarik," kata Faisal lagi.
Sementara itu, Sekretaris PW Pemuda Muhammadiyah Sumut, Miftah Fariz menyoroti soal dinasti politik dalam sistem demokrasi saat ini. Menurutnya, dinasti politik dalam demokrasi sangat jauh berbeda dengan sistem monarki.
"Jadi ini bukan hal yang luar biasa. Di Amerika sendiri dimana demokrasi sangat berkembang, dinasti politik sangat kental. Hillary Clinton misalnya didorong jadi calon presiden. Hasilnya, Hillary kalah. Tapi tetap meninggalkan pendidikan politik bahwa dinasti politik hal yang lumrah. Bahkan konstitusi di Indonesia tidak melarang hal itu," tegas Miftah.
Soal konstitusi, memang benar adanya bahwa tidak ada Undang-Undang yang melarang satu keluarga untuk maju pada kontestasi politik. Hal itu diatur pada Peraturan MK No. 33 Tahun 2015.
Politik dinasti, kata dia, dianggap legal formal setelah dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Konstitusi itu. Setelah keluarnya Peraturan MK itu pulalah digelarnya Pilkada Serentak sejak 2015 lalu.
Hal itu disampaikan oleh Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sumut Darwin Sipahutar.
Terkait Pilkada Medan, atau bahkan Pilkada di daerah lain, Darwin mengajak agar masyarakat berperan aktif melihat rekam jejak calon yang bakal dipilih. (BACA JUGA: Dikecam Presiden, Departement Store Singapura Batal Larang Karyawan Pakai Jilbab)
Khusus untuk Medan, dengan majunya Bobby Afif Nasution berpasangan dengan Aulia Rahman, Darwin berharap pasangan ini dengan niatnya yang lurus bisa membangun Kota Medan, terutama di kawasan Medan Utara.
"Masyarakat harus ikut serta lihat rekam jejak calon. Kalau tidak maka yang terjadi masyarakat akan melihat calonnya berurusan dengan masalah hukum," ungkapnya.
Sedangkan Direktur Eksekutif MRC, Ghazali Taroreh menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan survei dan Focus Group Discussion (FGD) pilkada Medan 2020 terkait dinasti politik di pilkada Medan.
"Kami menemukan memang ada sedikit hal-hal yang menarik terhadap politik identitas ini," tandasnya..
Hal itu dikatakan Faisal Riza dalam diskusi Pilkada Medan 2020 dengan tema "Dinasti Politik itu Biasa" yang diselenggarakan Mitra Research Consulting (MRC), Kamis (20/8/2020).
Faisal Riza mengatakan, urusan dinasti politik itu memang menjadi hal yang wajar karena memang merupakan tradisi yang selalu muncul.
"Misalnya, kalau ada anak presiden kemudian jadi calon walikota, ya biasa saja. Karena mungkin banyak hal-hal sederhana yang dibicarakan di meja makan dalam keluarga tersebut," kata Faisal Riza. (BACA JUGA: Diperkenalkan di Paris Airshow, Tumbang saat Krisis Moneter dan Berakhir di Museum)
Faisal kemudian mencontohkan bahwa hal yang wajar misalnya, keluarga tentara mewariskan pada anak-anaknya menjadi seorang prajurit juga. "Jadi apakah ini juga dikatakan dinasti politik. Tentu ini menjadi sesuatu yang menarik," kata Faisal lagi.
Sementara itu, Sekretaris PW Pemuda Muhammadiyah Sumut, Miftah Fariz menyoroti soal dinasti politik dalam sistem demokrasi saat ini. Menurutnya, dinasti politik dalam demokrasi sangat jauh berbeda dengan sistem monarki.
"Jadi ini bukan hal yang luar biasa. Di Amerika sendiri dimana demokrasi sangat berkembang, dinasti politik sangat kental. Hillary Clinton misalnya didorong jadi calon presiden. Hasilnya, Hillary kalah. Tapi tetap meninggalkan pendidikan politik bahwa dinasti politik hal yang lumrah. Bahkan konstitusi di Indonesia tidak melarang hal itu," tegas Miftah.
Soal konstitusi, memang benar adanya bahwa tidak ada Undang-Undang yang melarang satu keluarga untuk maju pada kontestasi politik. Hal itu diatur pada Peraturan MK No. 33 Tahun 2015.
Politik dinasti, kata dia, dianggap legal formal setelah dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Konstitusi itu. Setelah keluarnya Peraturan MK itu pulalah digelarnya Pilkada Serentak sejak 2015 lalu.
Hal itu disampaikan oleh Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sumut Darwin Sipahutar.
Terkait Pilkada Medan, atau bahkan Pilkada di daerah lain, Darwin mengajak agar masyarakat berperan aktif melihat rekam jejak calon yang bakal dipilih. (BACA JUGA: Dikecam Presiden, Departement Store Singapura Batal Larang Karyawan Pakai Jilbab)
Khusus untuk Medan, dengan majunya Bobby Afif Nasution berpasangan dengan Aulia Rahman, Darwin berharap pasangan ini dengan niatnya yang lurus bisa membangun Kota Medan, terutama di kawasan Medan Utara.
"Masyarakat harus ikut serta lihat rekam jejak calon. Kalau tidak maka yang terjadi masyarakat akan melihat calonnya berurusan dengan masalah hukum," ungkapnya.
Sedangkan Direktur Eksekutif MRC, Ghazali Taroreh menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan survei dan Focus Group Discussion (FGD) pilkada Medan 2020 terkait dinasti politik di pilkada Medan.
"Kami menemukan memang ada sedikit hal-hal yang menarik terhadap politik identitas ini," tandasnya..
(vit)