Kisah Asal-usul Telaga Warna, Hukuman untuk Putri Manja yang Serakah

Jum'at, 14 Juni 2024 - 06:54 WIB
loading...
Kisah Asal-usul Telaga...
Telaga Warna dikenal sebagai salah satu objek wisata populer di tengah hutan tropis dan pinggiran perkebunan teh kawasan Cisarua, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Foto/IG @wildan.j.m
A A A
TELAGA Warna dikenal sebagai salah satu objek wisata populer di kawasan Cisarua, Puncak, Bogor, Jawa Barat. Lokasinya berada di tengah hutan tropis dan pinggiran perkebunan teh, sehingga masih tampak asri.

Selain keindahannya, tempat wisata ini juga memiliki cerita yang dipercayai masyarakat sebagai awal pembentukannya.



Kisah mengenai asal-usul Telaga Warna telah diceritakan secara turun-temurun dan menjadi salah satu cerita rakyat di Jawa Barat.

Berikut ini ulasannya sebagaimana diolah dari berbagai sumber, Kamis (13/6/2024).

Asal-usul Telaga Warna


Ada banyak kisah menarik tentang asal-usul Telaga Warna. Salah satunya pernah disampaikan dalam buku “Misteri Telaga Warna” karya Eem Suhaemi.

Dikisahkan, dulunya di kawasan Puncak berdiri sebuah kerajaan bernama Kutatanggeuhan. Lokasinya berada di lereng Gunung Lemo, kawasan perbukitan Mega Mendung.



Kerajaan Kutatanggeuhan dipimpin raja bernama Prabu Swarnalaya. Ia memimpin kerajaan didampingi permaisurinya yang cantik jelita bernama Ratu Purbamanah.

Kendati memiliki kekuasaan dan dicintai rakyat, ternyata Prabu Swarnalaya merasa tidak bahagia. Hal ini karena dirinya bersama sang permaisuri belum dikaruniai keturunan.

Melihat ke belakang, penyebabnya adalah Prabu Swarnalaya pernah melanggar pantangan berburu rusa di Gunung Mas. Hal ini dikatakan ahli nujum istana yang mendapat menyebut bahwa setiap rusa yang dibunuh Swarnalaya menjadi simbol hilangnya satu keturunan baginya.



Menghadapi kondisi sulit, Prabu Swarnalaya mencoba mencari solusi. Ia pun memutuskan bertapa pada malam bulan purnama di sebuah gua kecil sekitaran Gunung Mas.

Selama proses itu, Swarnalaya menghadapi sejumlah gangguan dan rintangan. Namun, pada akhirnya Prabu Swarnalaya bisa kembali ke istana dengan selamat.

Menariknya, beberapa bulan setelah pertapan, ada kabar baik. Sang permaisuri dinyatakan telah mengandung.

Prabu Swarnalaya dan Ratu Purbamanah akhirnya memiliki seorang putri cantik yang diberi nama Dewi Kuncung Biru.

Mengingat penantian panjang Prabu Swarnalaya dan permaisuri untuk seorang anak, keduanya sangat memanjakan Dewi Kuncung Biru.

Sayangnya, hasil didikan tersebut memunculkan dampak kurang baik.

Suatu hari menjelang hari ulang tahunnya, Dwi Kuncung bisru meminta ayahnya untuk menghiasi tiap helai rambutnya dengan emas dan permata.

Prabu Swarnalaya terkejut mendengar permintaan itu karena tidak masuk akal.

Mendengar permintaannya ditolak, Dewi Kuncung Biru marah. Kejadian ini ternyata terdengar ke luar istana dan membuat rakyat bergerak untuk menyumbangkan harta mereka sebagai hadiah bagi sang putri manja.

Sebagai ungkapan terima kasih, Prabu Swarnalaya menggelar pesta yang meriah dan mengundang para rakyatnya. Saat pesta berlangsung, kotak berisi perhiasan yang sangat banyak diberikan kepada Dewi Kuncung Biru.

Namun, Dewi Kuncung Biru kecewa karena perhiasan yang ia lihat tidak sesuai harapan. Ironisnya, ia melempar kotak itu ke lantai dan membuat semua orang kaget.

Tindakan kurang ajar Dewi Kuncung Biru membuat alam murka. Seketika gemuruh datang diikuti hujan dan badai.

Tanah di sekitar istana pun ikut terbelah. Sebagai penutup, muncul air bah yang menenggelamkan semuanya.

Setelah hujan berhenti, Kerajaan Kutatanggeuhan menghilang dan telah berganti menjadi sebuah telaga berisi ikan berwarna-warni. Kemudian, masyarakat pun mengenalnya dengan sebutan Telaga Warna.

Demikian ulasan mengenai cerita asal-usul Telaga Warga. Satu pesan moral yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah sifat keserakahan bisa membuat seseorang kehilangan segalanya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1594 seconds (0.1#10.140)