Survei Kemendikbud: 56% Sekolah Swasta di Indonesia Kesulitan

Jum'at, 01 Mei 2020 - 15:25 WIB
loading...
Survei Kemendikbud:...
Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda. Foto/SINDOnews/Abdul Rochim
A A A
JAKARTA - Hasil survei Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menunjukkan saat ini 56% sekolah swasta di Indonesia mengalami kesulitan biaya operasional akibat dampak pandemi Corona (COVID-19).

Kondisi ini akan terus memburuk dalam beberapa waktu ke depan apabila tidak ada langkah konkret dari pemerintah untuk menyelamatkan dunia pendidikan di Tanah Air.

“Pendidikan merupakan investasi utama bagi mimpi Indonesia Maju di 2045. Jika di sektor lain pemerintah bisa memberikan stimulus besar-besaran, harusnya pemerintah juga tidak ragu mengucurkan dana berapapun besarnya agar dunia pendidikan bisa selamat dari dampak Covid-19,” tutur Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, Jumat (01/05/2020).

Dia menjelaskan, hasil survei yang disampaikan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad bahwa sekitar 56% sekolah swasta mengalami kesulitan finansial merupakan early warning dampak wabah COVID-19 di dunia pendidikan merupakan ancaman nyata.

Oleh karena itu, lanjut dia, harus ada langkah mitigasi dari pemerintah dalam menindaklanjuti hasil survei tersebut. “Saat ini Kemendikbud telah menerbitkan aturan untuk mempemudah aturan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD dan Pendidikan Kesetaraan, namun itu tidak akan banyak berarti jika besaran BOS dan BOP PAUD tidak ditambah,” tuturnya

Menurut Hud, dalam situasi pandemi COVID-19, negara membutuhkan biaya besar dalam proses penanggulangannya. Kendati demikian, harusnya sektor pendidikan juga harus mendapatkan perhatian yang sama dengan sektor lain seperti sektor kesehatan, jaminan sosial, dan sektor ekonomi.

“Pemerintah mengalokasikan anggaran sekitar Rp405 triliun untuk penanggulangan Covid-19 yang menyasar bidang kesehatan, jaminan sosial, dan ekonomi, tanpa menyebut upaya penyelamatan sektor pendidikan. Bahkan anggaran Kemendibud juga termasuk yang direalokasi,” tuturnya.

Pemotongan anggaran pendidikan, sambung Huda, juga terjadi di Kementerian Agama (Kemenag). Setidaknya ada anggaran sekitar Rp2,6 triliun anggaran Kemenag yang dipotong untuk penanggulangan COVID-19.

Kondisi ini, kata dia, membuat ruang gerak Kemenag untuk membantu lembaga pendidikan yang berbasis agama semakin terbatas. “Kami menerima informasi sebagaian lembaga pendidikan berbasis agama juga mengalami kesulitan biaya operasional salah satunya lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungan LP Ma’arif NU,” tandasnya.

Politikus PKB ini mendesak pemerintah segera merumuskan skema bantuan bagi lembaga-lembaga pendidikan swasta dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan dasar, menengah hingga perguruan tinggi yang mengalami kesulitan biaya operasional.

Dia menegaskan lembaga pendidikan swasta merupakan penyangga utama pendidikan di Tanah Air, mengingat timpangnya jumlah lembaga pendidikan milik pemerintah dengan anak usia didik di Indonesia.

Huda mencontohkan di tingkat PAUD saja, TK milik pemerintah hanya berjumlah 3.363 unit sedangkan TK swasta mencapai 87.726. Kondisi yang sama juga di jenjang pendidikan tinggi. Jumlah PTN hanya sekitar 370 lembaga, sedangkan PTS mencapai 4.043 lembaga.

“Daya tampung lembaga pendidikan milik pemerintah sangat terbatas dalam menampung anak usia sekolah sehingga peran lembaga pendidikan swasta ini sangat penting. Jika mereka dibiarkan begitu saja mengalami kesulitan biaya operasional maka bisa dipastikan angka putus sekolah maupun drop out (DO) akan meningkat pesat dalam waktu dekat,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Lembag Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) PBNU, Z Arifin Junaidi mengungkapkan sekitar 90% satuan pendidikan di lingkungan LP Ma'arif NU mengalami kesulitan biaya operasional. "Dalam dua-tiga bulan ke depan yang sekitar 10 persen itu juga akan mengalami kesulitan yang sama," tutur Arifin dalam keterangan tertulis, Kamis (30/04/2020).

LP Ma'arif NU yang berjumlah sekitar 21.000 terdiri atas sekitar 13.000 madrasah dan 8.000 sekolah mengandalkan uang SPP, baik untuk operasional maupun gaji. Dengan kejadian luar biasa pandemi Covid-19 ini, satuan pendidikan LP Ma'arif NU mengalami kesulitan keuangan.

LP Ma'arif NU harus menggaji sekitar 600.000 pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) yang selama ini memiliki gaji di bawah UMK, memiliki penghasilan dari pekerjaan atau usaha lain. "Kami juga tak bisa memaksa orang tua murid untuk tetap membayar uang SPP karena sebagian besar mereka juga berpenghasilan kecil dan sangat membutuhkan uang yang seharusnya untuk membayar SPP itu," tutur Arifin.
(don)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1917 seconds (0.1#10.140)