Masjid Raya Ahmadsyah, Satu-satunya Peninggalan Monumental Kesultanan Asahan

Jum'at, 21 Agustus 2020 - 05:01 WIB
loading...
Masjid Raya Ahmadsyah,...
Satu-satunya peninggalan monumental Kesultanan Melayu Asahan di Kota Tanjungbalai yang masih berdiri tegak hanyalah Masjid Raya Sultan Ahmadsyah. (Foto/SINDOnews/Ismanto Panjaitan)
A A A
Perubahan zaman nyaris tak menyisakan bukti sejarah Kesultanan Melayu Asahan, di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara . Satu-satunya peninggalan monumental yang masih berdiri tegak hanyalah Masjid Raya Sultan Ahmadsyah.

Ya, masjid yang letaknya berada di Jalan Masjid, Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan Tanjungbalai Selatan ini dibangun pada masa Kesultanan Tuanku Ahmadsyah, Sultan Asahan ke-IX yang diperkirakan dibangun pada 1886-1888.

Dulunya, masjid ini merupakan bagian dari kerajaan yang pembangunannya bersamaan dengan Istana Kota Raja Indera Sakti (KRIS) dan Istana Kota Dingin. Tapi kedua istana itu kini telah runtuh, rata dengan tanah. (BACA JUGA: Bung Karno Meracik Kemerdekaan Sejak di Peneleh)

Konon, usia Masjid Raya Sultan Ahmadsyah bahkan lebih tua dari dua masjid tua lainnya yang berada di Provinsi Sumatera Utara, yaitu Masjid Raya Al-Mahsun yang berdiri tahun 1909 di Kota Medan, dan Masjid Raya Sulimaniya yang berdiri tahun 1894 di Kabupaten Serdang Bedagai.

Untuk bagian arsitekturnya, masjid ini memiliki ciri khas masjid Melayu. Bangunannya berbentuk persegi panjang, sementara pinggiran atapnya memiliki memiliki pahatan pucuk rebung. Mesjid, didominasi warna hijau dan kuning, khas warna Melayu.

Masjid ini memiliki keunikan tersendiri. Itu bisa dilihat dari tidak adanya tonggak atau pilar penyangga loteng yang berada ditengah bangunan masjid. Struktur bangunan masjid yang demikian dimaknai bahwa Allah tidak memerlukan penyangga untuk berdiri.

"Selain itu makna yang lainya ialah agar shaf sholat tidak terhalang atau terputus oleh tonggak atau tiang tersebut," kata Tengku Aleksander--anak ke-8 Sultan Saibun, saat ditemui SINDOnews.com, di Tanjungbalai, Kamis (20/8/2020). Sultan Saibun merupakan Sultan Asahan ke-XI. (BACA JUGA: Kisah Perlawanan Raja Haji Fisabilillah terhadap Belanda)

Keunikan lain dari arsitektur Masjid Raya Sultan Ahmadsyah ialah pada pondasi. Yang bahan materialnya tanpa menggunakan semen. Melainkan campuran pasir, tanah liat dan batu bata. Namun sampai sekarang masih kokoh dan membuat masjid masih tetap berdiri.

Kemudian tata letak kubah masjid ini juga berbeda dengan kebanyakan masjid lainnya. Kalau kebanyakan masjid letak kubahnya nya persis di tengah-tengah bangunan masjid maka untuk masjid Sultan Ahmadsyah in letak kubah masjidnya berada di bagian depan bangunan.

Pada bagian dalam masjid sendiri terdapat sebuah mimbar yang berornamen China. Mimbar ini didatangkan langsung oleh Sultan dari China, pada masa itu. Sementara di bagian belakang mimbar terdapat panji hijau kembar terpancang kokoh.

Seperti kebanyakan di masjid masjid kesultanan lainnya, pada bagian depan mimbar tersebut terpahat hiasan kaligrafi dengan gaya khas tsuluts yang indah. Selain itu, juga terdapat kompleks pemakaman keluarga diraja Asahan. Makam yang ditandai beragam bentuk nisan dan menjadi tolak ukur untuk menilai usia masjid atau keberadaan pertapakannya. (BACA JUGA: Istana Niat Lima Laras Cagar Budaya yang Hampir Punah)

Pembangunan masjid ini digagas oleh Sultan Ahmadsyah atau juga dikenal dengan gelar Marhum Maharaja Indrasakti. Tuanku Ahmadsyah merupakan Sultan Asahan yang ke-IX, menggantikan ayahandanya Sultan Muhammad Husinsyah (1813--1854).

Pada pemerintahannya (1859-1888), Sultan Ahmadsyah dikenal sebagai pemimpin arif lagi bijaksana. Tidak hanya itu, ia juga dikenal sebagai sultan yang tak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia bahkan sempat diasingkan selama 21 tahun ke Riau, sebelum naik tahta kembali pada 25 Maret 1886 sampai 27 Juni 1888.

Tidak diketahui berapa banyak biaya yang dihabiskan Sultan Ahmadsyah untuk membangun mesjid beserta kompleks istana Asahan ini. Namun perluasan dan diversifikasi tanaman perkebunan ke daerah Selatan jadi dasar perbaikan ekonomi Sultan Ahmadsyah dari Asahan.

Diperkirakan pendapatan Sultan Asahan IX pasca-pemulihan kekuasaannya dari konsesi tanah sudah lebih dari cukup untuk membangun kembali ibukota Kesultanan Negeri Asahan.

Pengembangan kota sejak tahun 1970-an telah mengubah kedudukan Masjid Sultan Ahmadsyah dalam tata ruang kota Tanjung Balai yang menjadikannya sebagai aset kebudayaan, di kota yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Asahan itu.
(vit)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2140 seconds (0.1#10.140)