Melirik Bisnis Masker Sulam Tumpar Khas Kutai Kartanegara
loading...
A
A
A
KUTAI KARTANEGARA - Di tengah pandemi COVID-19 yang mensyaratkan jaga jarak dan menghindari kerumunan, membuat sejumlah usaha sulit berkembang. Banyak sektor ekonomi yang tumbang selama pandemi ini.
Sejumlah Usaha Kecil Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seperti kerajinan tangan, mulai bertumbangan. Aksesoris khas daerah perlahan kini kehilangan peminat.
Namun tidak bagi Meriana, pengusaha aksesoris khas daerah asal Kutai Kartanegara , Kalimantan Timur (Kaltim). Beragam kerajinan tangannya mulai tak laku di pasaran.
“Saat itu bisnis manik-manik mulai lesu, produk yang kami hasilkan mulai tidak dilirik pasar akibat wabah COVID-19, akhirnya berfikir untuk produksi barang yang dibutuhkan saat pandemi ini,” kata Meriana, Kamis (20/8/2020). (Baca juga: Heboh Kemunculan 'Kerajaan Kutai Mulawarman' di Kukar Ini Faktanya )
Dia kemudian menjajal peluang bisnis lainnya. Berbekal modal keahliannya dalam menjahit, Meriana kemudian mencoba membuat produk masker kain. (Baca juga: Libur Panjang di Tengah Pandemi, Terminal Sepi Penumpang )
Di awal pandemi, kemampuan Meriana dalam membidik usaha pembuatan masker kain, ternyata cukup jitu, dalam sepekan dirinya bahkan bisa memproduksi ribuan masker kain.
“Pesanan numpuk saat itu, hingga saya sendiri sempat kewalahan dalam mebuat masker,” kata dia.
Dua bulan berjalan, bisnis Meriana kembali mulai lesu. Sebab produk masker kain sudah bertebaran dan diproduksi massal. Bahkan sudah banyak yang dibagikan gratis.
Di tengah lesunya pasar masker kain, dia kemudian mencoba berinovasi membuat masker berbahan kain yang dipadukan dengan sulam tumpar. Tentu saja, metode pemasaran yang digunakan adalah menjual kekhasan Kutai Kartanegara.
Tepat dua bulan lalu, Meriana kemudian memaksimalkan sejumlah pengerajin yang menjadi partner kerjanya dalam membuat aksesoris khas Kalimantan. Dia pun mengajak membuat masker sulam tumpar dengan berbagai macam motif dan warna.
“Saya membuat masker ini juga berpikir bagaimana supaya pengrajin saya tidak kosong kerjaan makanya saya terpikir membuat masker ini dengan kolaborasi motif sulam tumpar,” kata dia.
Sekarang ini, kata dia, selain menjadi kebutuhan dasar kehadiran masker juga menjadi mode didalam dunia fashion.
“Selain menjadi pelindung diri masker ini juga menjadi bagian mode dari fashion, dengan seperti itu kehadiran sulam tumpar di masker tersebut setidaknya menjadi gaya baru bagi pemakainya,” kata dia.
Hanya saja, untuk menghasilkan satu masker dengan motif sulam tumpar butuh waktu yang cukup lama. Meriana menyebut dalam satu pembuatan masker dibutuhkan waktu setidaknya tiga hari pengerjaan.
“Proses menyulamannya yang memerlukan waktu yang cukup lama, lantaran dikerjakan secara manual oleh para pengerajin,” kata dia.
Dalam sebulan, Meriana bisa memproduksi 100 masker sulam tumpar. Harganya pun variatif. “Untuk satu sisi sulam tumpar dibanderol dengan harga Rp45.000 hingga Rp50.000. Sementara untuk dua sisi harganya Rp70.000 hingga Rp80.000,” kata dia.
Selain memperoduksi masker Sulam Tumpar, Meriana juga mengaku hingga kini dirinya juga telah memproduksi masker dengan motif manik-manik.
“Keduanya sama butuh waktu yang sama dalam pengerjaanya, harganya pun sama dengan masker sulam tumpar,” kata dia.
Kini pesanan masker Meriana bukan hanya di wilayah Kutai Kartanegara saja. Meriana mengaku mendapat pesanan masker ini hingga Pulau Jawa, Sulawesi, dan Sumatera.
“Paling banyak wilayah Jawa, Bandung, Bekasi, Medan dan Sulawesi yang pesan,” kata dia.
Inovasi Meriana ini dalam mebuat masker bermotif sulam tumpar maupun maik-manik ini turut mencuri perhatian Ketua Dekranasda Kutai Kartanegara, Maslianawati.
Menurut istri Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah ini, di tangan seorang Meriana masker olahan rumahan yang terbuat dari kain itu menjadi istimewa. Maslianawati menilai, motif dan variasi yang disajikan berupa sulam tumpar terbilang unik dan mewah, bahkan memiliki keraifan lokal.
“Saya mengapresiasi wujud kreativitas sorang Meriana yang membuat masker dan dipadukan dengan sulam tumpar, ini hal yang unik dan bernilai seni tinggi,” kata Maslianawati.
Sejumlah Usaha Kecil Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seperti kerajinan tangan, mulai bertumbangan. Aksesoris khas daerah perlahan kini kehilangan peminat.
Namun tidak bagi Meriana, pengusaha aksesoris khas daerah asal Kutai Kartanegara , Kalimantan Timur (Kaltim). Beragam kerajinan tangannya mulai tak laku di pasaran.
“Saat itu bisnis manik-manik mulai lesu, produk yang kami hasilkan mulai tidak dilirik pasar akibat wabah COVID-19, akhirnya berfikir untuk produksi barang yang dibutuhkan saat pandemi ini,” kata Meriana, Kamis (20/8/2020). (Baca juga: Heboh Kemunculan 'Kerajaan Kutai Mulawarman' di Kukar Ini Faktanya )
Dia kemudian menjajal peluang bisnis lainnya. Berbekal modal keahliannya dalam menjahit, Meriana kemudian mencoba membuat produk masker kain. (Baca juga: Libur Panjang di Tengah Pandemi, Terminal Sepi Penumpang )
Di awal pandemi, kemampuan Meriana dalam membidik usaha pembuatan masker kain, ternyata cukup jitu, dalam sepekan dirinya bahkan bisa memproduksi ribuan masker kain.
“Pesanan numpuk saat itu, hingga saya sendiri sempat kewalahan dalam mebuat masker,” kata dia.
Dua bulan berjalan, bisnis Meriana kembali mulai lesu. Sebab produk masker kain sudah bertebaran dan diproduksi massal. Bahkan sudah banyak yang dibagikan gratis.
Di tengah lesunya pasar masker kain, dia kemudian mencoba berinovasi membuat masker berbahan kain yang dipadukan dengan sulam tumpar. Tentu saja, metode pemasaran yang digunakan adalah menjual kekhasan Kutai Kartanegara.
Tepat dua bulan lalu, Meriana kemudian memaksimalkan sejumlah pengerajin yang menjadi partner kerjanya dalam membuat aksesoris khas Kalimantan. Dia pun mengajak membuat masker sulam tumpar dengan berbagai macam motif dan warna.
“Saya membuat masker ini juga berpikir bagaimana supaya pengrajin saya tidak kosong kerjaan makanya saya terpikir membuat masker ini dengan kolaborasi motif sulam tumpar,” kata dia.
Sekarang ini, kata dia, selain menjadi kebutuhan dasar kehadiran masker juga menjadi mode didalam dunia fashion.
“Selain menjadi pelindung diri masker ini juga menjadi bagian mode dari fashion, dengan seperti itu kehadiran sulam tumpar di masker tersebut setidaknya menjadi gaya baru bagi pemakainya,” kata dia.
Hanya saja, untuk menghasilkan satu masker dengan motif sulam tumpar butuh waktu yang cukup lama. Meriana menyebut dalam satu pembuatan masker dibutuhkan waktu setidaknya tiga hari pengerjaan.
“Proses menyulamannya yang memerlukan waktu yang cukup lama, lantaran dikerjakan secara manual oleh para pengerajin,” kata dia.
Dalam sebulan, Meriana bisa memproduksi 100 masker sulam tumpar. Harganya pun variatif. “Untuk satu sisi sulam tumpar dibanderol dengan harga Rp45.000 hingga Rp50.000. Sementara untuk dua sisi harganya Rp70.000 hingga Rp80.000,” kata dia.
Selain memperoduksi masker Sulam Tumpar, Meriana juga mengaku hingga kini dirinya juga telah memproduksi masker dengan motif manik-manik.
“Keduanya sama butuh waktu yang sama dalam pengerjaanya, harganya pun sama dengan masker sulam tumpar,” kata dia.
Kini pesanan masker Meriana bukan hanya di wilayah Kutai Kartanegara saja. Meriana mengaku mendapat pesanan masker ini hingga Pulau Jawa, Sulawesi, dan Sumatera.
“Paling banyak wilayah Jawa, Bandung, Bekasi, Medan dan Sulawesi yang pesan,” kata dia.
Inovasi Meriana ini dalam mebuat masker bermotif sulam tumpar maupun maik-manik ini turut mencuri perhatian Ketua Dekranasda Kutai Kartanegara, Maslianawati.
Menurut istri Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah ini, di tangan seorang Meriana masker olahan rumahan yang terbuat dari kain itu menjadi istimewa. Maslianawati menilai, motif dan variasi yang disajikan berupa sulam tumpar terbilang unik dan mewah, bahkan memiliki keraifan lokal.
“Saya mengapresiasi wujud kreativitas sorang Meriana yang membuat masker dan dipadukan dengan sulam tumpar, ini hal yang unik dan bernilai seni tinggi,” kata Maslianawati.
(nth)