Kisah Perang Saudara Rebutan Tahta Mataram Munculkan Candi Ratu Boko
loading...
A
A
A
Perebutan kekuasaan lama antar saudara terjadi di Kerajaan Mataram kuno. Saat itu konon Rakai Walaing, cucu Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram, berebut tahta melawan Rakai Pikatan. Kebetulan Rakai Pikatan menjabat raja berkat perkawinannya dengan Pramodhawardani.
Sosok Pramodhawardani merupakan putri mahkota, yang menganut agama Buddha.
Sedangkan Rakai Pikatan sebelum menikah dengan Pramodhawardani adalah anak Rakai Patapan Pu Palar, dan cucu dari adik perempuan Rakai Penangkaran, yang juga pernah bertahta di Mataram.
Secara garis kekeluargaan memang sosok Rakai Pikatan agak jauh, dibandingkan dengan Rakai Walaing. Hal ini yang memunculkan keinginan dari Rakai Walaing untuk melakukan pemberontakan semasa Rakai Pikatan bertahta.
Dikutip dari buku “Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno”, perang perebutan tahta pun terjadi antara Rakai Pikatan melawan Rakai Walaing. Menurut Prasasti Siwagěrha peperangan ini berlangsung sampai satu tahun, merupakan perang terpanjang di masa Kerajaan Mataram.
Saat itu, anak bungsu Rakai Pikatan, yaitu Rakai Kayuwangi Pu atau Dyah Lokapala, sebagai pemimpin pasukan yang gagah berani berhasil memukul mundur Rakai Walaing, yang mengungsi ke atas Bukit Ratu Baka dan membuat benteng pertahanan di sana.
Karena strategisnya lokasi ini, Rakai Kayuwangi mengalami kesulitan untuk menggempurnya, sehingga Rakai Walaing sempat mendirikan berbagai bangunan untuk lingga bagi Siwa dalam berbagai aspeknya, sebagai upaya magis untuk memperoleh kemenangan.
Ia juga membuat silsilah untuk menunjukkan bahwa ia berhak atas tahta Kerajaan Mataram.Di bukit Ratu Baka itu memang pernah ditemukan oleh Crawfurd sebuah arca batu yang digambarkannya sebagai sebuah arca Siwa Mahadewa menghancurkan Tripurantaka.
Sosok Pramodhawardani merupakan putri mahkota, yang menganut agama Buddha.
Sedangkan Rakai Pikatan sebelum menikah dengan Pramodhawardani adalah anak Rakai Patapan Pu Palar, dan cucu dari adik perempuan Rakai Penangkaran, yang juga pernah bertahta di Mataram.
Secara garis kekeluargaan memang sosok Rakai Pikatan agak jauh, dibandingkan dengan Rakai Walaing. Hal ini yang memunculkan keinginan dari Rakai Walaing untuk melakukan pemberontakan semasa Rakai Pikatan bertahta.
Dikutip dari buku “Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno”, perang perebutan tahta pun terjadi antara Rakai Pikatan melawan Rakai Walaing. Menurut Prasasti Siwagěrha peperangan ini berlangsung sampai satu tahun, merupakan perang terpanjang di masa Kerajaan Mataram.
Saat itu, anak bungsu Rakai Pikatan, yaitu Rakai Kayuwangi Pu atau Dyah Lokapala, sebagai pemimpin pasukan yang gagah berani berhasil memukul mundur Rakai Walaing, yang mengungsi ke atas Bukit Ratu Baka dan membuat benteng pertahanan di sana.
Karena strategisnya lokasi ini, Rakai Kayuwangi mengalami kesulitan untuk menggempurnya, sehingga Rakai Walaing sempat mendirikan berbagai bangunan untuk lingga bagi Siwa dalam berbagai aspeknya, sebagai upaya magis untuk memperoleh kemenangan.
Ia juga membuat silsilah untuk menunjukkan bahwa ia berhak atas tahta Kerajaan Mataram.Di bukit Ratu Baka itu memang pernah ditemukan oleh Crawfurd sebuah arca batu yang digambarkannya sebagai sebuah arca Siwa Mahadewa menghancurkan Tripurantaka.