13 Maret Cikal Bakal Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta, Ini Alasannya

Rabu, 13 Maret 2024 - 14:32 WIB
loading...
13 Maret Cikal Bakal Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta, Ini Alasannya
DPRD DIY akhirnya menetapkan tanggal 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY. Foto: MPI/Erfan Erlin
A A A
YOGYAKARTA - DPRD DIY akhirnya menetapkan tanggal 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY. Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditegaskan melalui Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2024 yang disahkan hari Rabu (13/3/2024) ini.

Gubernur DIY Sri Sultan HB X berharap, pengesahan Peraturan Daerah tentang Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta, membuka lembaran baru sejarah Yogyakarta. Momentum hari jadi, bukan hanya sekadar penanda waktu.

Namun sebuah simbol perubahan, yang berdampak mendalam terhadap perjalanan DIY, mengukir jejak keistimewaan dalam kanvas sejarah.

”Ditinjau dari perspektif identitas, Perda Hari Jadi bukan sekumpulan lembar kertas semata, melainkan pijakan memperkuat karakter dan jati diri Yogyakarta, sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Sri Sultan HB X, Rabu (13/3/2024).



Sri Sultan mengatakan, Perda ini juga menjadi fondasi, bagi pemerintah dan masyarakat DIY untuk membangun masa depan, mengambil inspirasi dari nilai -nilai budaya yang agung dan spirit perjuangan, yang telah melekat dalam jiwa keyogyaan masyarakat sejak dahulu kala.

Dan ditinjau dari dimensi historikal, aspek sejarah tidaklah dipandang sebagai kenangan semata, tapi juga dijadikan landasan dalam penyusunan Perda Hari Jadi DIY, mencerminkan falsafah “Historia est Magistra Vitae”,

“Sejarah Guru terbaik. Dengan kharisma dan kekuatannya, sejarah menjadikan umat manusia lebih bijaksana dengan tidak mengulang kesalahan yang sama, sekaligus memberikan bimbingan bagaimana sebuah peradaban harus diatur dan dikembangkan,” ucapnya.

Dari sisi politis, penetapan Hari Jadi DIY adalah manifestasi dari kesatuan pemikiran dan dukungan masyarakat, mengukuhkan fakta sejarah, dan memperkuat kesepakatan kolektif tentang pentingnya momen ini.

Dukungan dari DPRD sebagai representasi lapisan masyarakat DIY, tidak hanya menguatkan fondasi keistimewaan Yogyakarta tetapi juga memperkaya keberagaman dalam bingkai NKRI.


Dengan merujuk pada rangkaian histori dan nilai budaya, yang menjadi penegas Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta itu dengan berpedoman pada hasil kajian yang disajikan dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tentang Hari Jadi Daerah Istimewa Yogyakarta, maka hari lahir Daerah Istimewa Yogyakarta ditetapkan pada Tanggal 13 Maret 1755, atau dalam kalender Jawa, Kemis Pon tanggal 29 Jumadil'awal tahun Be 1680.

Sultan lantas mengungkapkan mengapa akhirnya pemerintah DIY mengusulkan tanggal 13 Maret 1755, sebagai hari lahir DIY.

Sri Sultan menceritakan, pada hari tersebut di Hutan Beringan, Sultan Hamengku Buwono secara resmi mendeklarasikan berdirinya "Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat,".

"Hari itu juga menandakan pembentukan negara dan pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, lengkap dengan elemen pemerintahan, wilayah, dan rakyatnya, meskipun istana belum terbangun,"tutur dia.

Dalam momen tersebut, Sultan Hamengku Buwono resmi menyatakan wilayah kekuasaannya sebagai “Ngayogyakarta Hadiningrat”, terletak di Hutan Beringan dikenal sebagai Beringin atau Pabringan terdapat sumber air Pachetokan dan pesanggrahan Garjitawati.

Awalnya, pembangunan pesanggrahan ini digagas oleh Sunan Amangkurat IV yang meninggal sebelum selesainya. Proyek tersebut kemudian diteruskan oleh Sunan Pakubuwana II, yang menghasilkan pesanggrahan yang berganti nama menjadi Ayodhya.

Lokasi ini juga berfungsi sebagai tempat istirahat sementara untuk jenazah bangsawan Mataram dari Surakarta sebelum dikebumikan di Imogiri.

" Tanggal 13 Maret 1755 sekaligus menjadi momentum, dimana untuk pertama kalinya digunakan nama “Ayodhya”, yang kemudian dilafalkan menjadi “Ngayodhya” dan “Ngayogya”.

Dari kata inilah kemudian dijadikan nama Ngayogyakarta Hadiningrat, yang berarti tempat yang baik dan sejahtera yang menjadi suri tauladan keindahan alam semesta,"paparnya.

Dalam tradisi Jawa,lanjut Sri Sultan, Ngayogyakarta merupakan nama negara baru yang terdiri atas separoh bumi Mataram, yang sekaligus juga nama ibukota negara.

Kesamaan ini mengandung makna, bahwa ibu kota bukan hanya pusat administratif pemerintahan atau perniagaan, tetapi juga merupakan cerminan dari keseluruhan nagari.

Sementara ungkapan Hadiningrat, mengisyaratkan bahwa secara konseptual dicita-citakan agar nagari ini dapat menginspirasi dunia dengan keindahan, kesempurnaan, dan keunggulannya.

Selain itu, tanggal 13 Maret 1755, sekaligus menandai puncak jiwa kemerdekaan yang digelorakan oleh Pangeran Mangkubumi, untuk melepaskan diri dari hegemoni kolonialisme Belanda untuk membangun sebuah peradaban baru Ngayogyakarta Hadiningrat.

" Waktu ini juga menyimbolkan persatuan kewilayahan Yogyakarta, karena pada masa ini (Sultan Hamengku Buwono I), wilayah Yogyakarta belum terpecah akibat intervensi kolonialisme,"terangnya.

Peristiwa Hadeging Nagari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ini, secara “de jure” sudah memenuhi unsur-unsur yang disyaratkan untuk menjadi sebuah negara yang berbentuk Kasultanan, yaitu pemimpin, rakyat, wilayah, dan pemerintahan.
(ams)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2072 seconds (0.1#10.140)