Masjid Sunan Kalijaga, Masjid Mistis yang Tak Mempan Dibakar di Gunungkidul
loading...
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Kisah penyebaran Islam di Gunungkidul memang tak lepas dari sosok salah seorang wali, Sunan Kalijaga. Hampir di setiap sudut Gunungkidul, banyak ditemukan situs ataupun benda cagar budaya yang dipercaya peninggalan Sunan Kalijaga.
Beberapa tempat seperti sendang, petilasan ataupun masjid dijumpai di sejumlah kapanewon (kecamatan) di Gunungkidul. Setiap tempat tentu berkembang cerita misteri baik kala Sunan Kalijaga di tempat tersebut ataupun cerita lainnya
Salah satunya adalah Masjid Sunan Kalijaga yang ada di Dusun Blimbing, Kalurahan Girisekar Kapanewon Panggang, Gunungkidul. Masjid tersebut sampai saat ini masih kokoh berdiri meskipun sudah mengalami beberapa kali perbaikan atau renovasi.
Dari luar, masjid ini memang mirip dengan yang lainnya. Hanya saja yang membedakan adalah tiang-tiang yang ada di bangunan utama masjid. Di mana masjid ini memiliki 4 tiang yang berfungsi untuk menyangga atap tempat mustaqa (kubah) masjid.
Sesepuh warga Dusun Blimbing, Atemo Sentono mengatakan tak ada yang tahu pasti kapan masjid tersebut didirikan. Hanya saja, berdasar cerita tutur yang diterimanya dari pendahulu, pertama kali bangunan yang didirikan bukan merupakan masjid, melainkan tajuk.
Tajuk adalah bangunan kecil untuk beribadah, yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu. “Tajuk didirikan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, untuk tempat beribadah Ki Pemanahan,” cerita Mbah Atemo, Rabu (13/3/2024).
Di sisi kanan atau sebelah selatan tajuk, ada sebuah sumur dengan kedalaman 15 meter. Dulu, sebelum direnovasi oleh warga, sumur ini tidak pernah mengering sekalipun di musim kemarau panjang.
Namun usai direnovasi, justru sumur tersebut bisa mengering ketika kemarau panjang.
Dua bangunan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Masjid Sunan Kalijaga. Dua bangunan ini juga masih ada dan berfungsi dengan baik. Sumur tersebut masih dimanfaatkan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus untuk kebutuhan masjid.
”Sumur itu pernah dibangun atau diperbaiki. Kalau masjid sudah dua kali dibangun,” terang dia.
Atemo menceritakan, Ki Ageng Pemanahan atau yang memiliki nama muda Ki Bagus Kacung, berada di wilayah tersebut untuk menjalankan semedi demi mencari petunjuk mengenai wahyu keraton atas arahan Sunan Kalijaga.
Ki Bagus Kacung itu bersemedi atau bertapa di sebuah bukit dan oleh Sunan Kalijaga dibangunkan sebuah Tajuk untuk tempat salat Ki Ageng Pemanahan.
Selain memiliki cerita tentang Ki Ageng Pemanahan dan juga Kanjeng Sunan Kalijaga, masjid ini juga dipercaya sakral.
Bahkan di jaman penjajahan Belanda masjid ini tak mempan dibakar meskipun hanya berdinding anyaman bambu dan beratap genting dengan tiang dan kuda-kuda juga dari bambu.
Bahkan Belanda sudah berkali-kali membakar Tajuk tersebut dengan berbagai cara namun selalu gagal.
Kala itu, orang Belanda marah karena ketika hendak memburu orang yang dianggap bersalah, setiap kali bersembunyi di dalam tajuk selalu selamat. Melalui mata-mata Belanda, barulah diketahui bahwa tempat persembunyiannya berada di dalam tajuk.
“Sehingga agar tajuk tidak digunakan oleh warga untuk bersembunyi, maka Belanda berupaya membakar tajuk tersebut tapi selalu gagal,” ungkapnya.
Belanda akhirnya mendatangkan orang pintar untuk memecahkan misteri bagaimana agar Tajuk tersebut dibakar. Diperolehlah informasi jika untuk dapat membakar masjid tersebut, maka Belanda harus meletakkan mayat di dalamnya.
Hingga akhirnya Belanda melakukannya dan akhirnya masjid tersebut dapat dibakar. Sesuatu hal yang aneh terjadi, ketika atap masjid mulai terbakar, tiba-tiba kubah masjid yang bentuknya unik ini tiba-tiba terbang dan menghilang.
Dipercaya kubah masjid tersebut jatuh di telaga Ngloro, beberapa belas kilometer dari lokasi masjid. Dan kini kubah tersebut telah berubah menjadi batu. Saat hendak dibangun kembali, warga tak lagi memiliki kubah sebagai penutup atap.
Warga kemudian berinisiatif membelinya di wilayah Klaten. Atemo melanjutkan kisah, berangkatlah tiga tokoh warga hendak membeli kubah baru. Di tengah perjalanan tiga warga bertemu seseorang yang membawa kubah.
”Setelah niat membeli Kubah disampaikan, seseorang tersebut menawarkan kubah yang dibawanya,” sambung Atemo.
Terjadilah kesepakatan jual beli kubah tersebut. Namun, saat ketiga orang menunduk hendak mengambil uang yang diselipkan di balik baju, orang misterius penjual kubah menghilang. Ketiganya lantas menduga bahwa orang tersebut adalah Sunan Kalijaga.
Kubah itu tetap terpasang hingga saat ini. Kubah Masjid Sunan Kalijaga masih awet hingga saat ini. Serita lain yang hingga kini masih diyakini adalah warga dilarang untuk tidur di ruang tempat imam berdiri.
Karena suatu ketika ada seseorang yang tidak sengaja tidur di dalam ruang imam berdiri. Namun beberapa saat kemudian, orang tersebut dipindah oleh yang diyakini sebagai makhluk penjaga masjid ke luar area masjid, yaitu di dekat sumur.
”Ya sampai sekarang semacam ada larangan untuk tidur di dalam masjid,” terangnya.
Tokoh masyarakat Dusun Blimbing, Nur Cholish menambahkan, masyarakat sebaenarnya berkeinginan untuk memugar masjid tersebut. Namun demikian, masyarakat tetap ingin mempertahankan bentuk asli dari masjid tersebut termasuk tiang-tiang dan kubah masjid.
”Ya memang ada rencana, tetapi belum terlaksana karena masih mengumpulkan biaya,” tambahnya.
Beberapa tempat seperti sendang, petilasan ataupun masjid dijumpai di sejumlah kapanewon (kecamatan) di Gunungkidul. Setiap tempat tentu berkembang cerita misteri baik kala Sunan Kalijaga di tempat tersebut ataupun cerita lainnya
Salah satunya adalah Masjid Sunan Kalijaga yang ada di Dusun Blimbing, Kalurahan Girisekar Kapanewon Panggang, Gunungkidul. Masjid tersebut sampai saat ini masih kokoh berdiri meskipun sudah mengalami beberapa kali perbaikan atau renovasi.
Dari luar, masjid ini memang mirip dengan yang lainnya. Hanya saja yang membedakan adalah tiang-tiang yang ada di bangunan utama masjid. Di mana masjid ini memiliki 4 tiang yang berfungsi untuk menyangga atap tempat mustaqa (kubah) masjid.
Baca Juga
Sesepuh warga Dusun Blimbing, Atemo Sentono mengatakan tak ada yang tahu pasti kapan masjid tersebut didirikan. Hanya saja, berdasar cerita tutur yang diterimanya dari pendahulu, pertama kali bangunan yang didirikan bukan merupakan masjid, melainkan tajuk.
Tajuk adalah bangunan kecil untuk beribadah, yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu. “Tajuk didirikan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, untuk tempat beribadah Ki Pemanahan,” cerita Mbah Atemo, Rabu (13/3/2024).
Di sisi kanan atau sebelah selatan tajuk, ada sebuah sumur dengan kedalaman 15 meter. Dulu, sebelum direnovasi oleh warga, sumur ini tidak pernah mengering sekalipun di musim kemarau panjang.
Namun usai direnovasi, justru sumur tersebut bisa mengering ketika kemarau panjang.
Dua bangunan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Masjid Sunan Kalijaga. Dua bangunan ini juga masih ada dan berfungsi dengan baik. Sumur tersebut masih dimanfaatkan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus untuk kebutuhan masjid.
”Sumur itu pernah dibangun atau diperbaiki. Kalau masjid sudah dua kali dibangun,” terang dia.
Atemo menceritakan, Ki Ageng Pemanahan atau yang memiliki nama muda Ki Bagus Kacung, berada di wilayah tersebut untuk menjalankan semedi demi mencari petunjuk mengenai wahyu keraton atas arahan Sunan Kalijaga.
Ki Bagus Kacung itu bersemedi atau bertapa di sebuah bukit dan oleh Sunan Kalijaga dibangunkan sebuah Tajuk untuk tempat salat Ki Ageng Pemanahan.
Selain memiliki cerita tentang Ki Ageng Pemanahan dan juga Kanjeng Sunan Kalijaga, masjid ini juga dipercaya sakral.
Bahkan di jaman penjajahan Belanda masjid ini tak mempan dibakar meskipun hanya berdinding anyaman bambu dan beratap genting dengan tiang dan kuda-kuda juga dari bambu.
Bahkan Belanda sudah berkali-kali membakar Tajuk tersebut dengan berbagai cara namun selalu gagal.
Kala itu, orang Belanda marah karena ketika hendak memburu orang yang dianggap bersalah, setiap kali bersembunyi di dalam tajuk selalu selamat. Melalui mata-mata Belanda, barulah diketahui bahwa tempat persembunyiannya berada di dalam tajuk.
“Sehingga agar tajuk tidak digunakan oleh warga untuk bersembunyi, maka Belanda berupaya membakar tajuk tersebut tapi selalu gagal,” ungkapnya.
Belanda akhirnya mendatangkan orang pintar untuk memecahkan misteri bagaimana agar Tajuk tersebut dibakar. Diperolehlah informasi jika untuk dapat membakar masjid tersebut, maka Belanda harus meletakkan mayat di dalamnya.
Hingga akhirnya Belanda melakukannya dan akhirnya masjid tersebut dapat dibakar. Sesuatu hal yang aneh terjadi, ketika atap masjid mulai terbakar, tiba-tiba kubah masjid yang bentuknya unik ini tiba-tiba terbang dan menghilang.
Dipercaya kubah masjid tersebut jatuh di telaga Ngloro, beberapa belas kilometer dari lokasi masjid. Dan kini kubah tersebut telah berubah menjadi batu. Saat hendak dibangun kembali, warga tak lagi memiliki kubah sebagai penutup atap.
Warga kemudian berinisiatif membelinya di wilayah Klaten. Atemo melanjutkan kisah, berangkatlah tiga tokoh warga hendak membeli kubah baru. Di tengah perjalanan tiga warga bertemu seseorang yang membawa kubah.
”Setelah niat membeli Kubah disampaikan, seseorang tersebut menawarkan kubah yang dibawanya,” sambung Atemo.
Terjadilah kesepakatan jual beli kubah tersebut. Namun, saat ketiga orang menunduk hendak mengambil uang yang diselipkan di balik baju, orang misterius penjual kubah menghilang. Ketiganya lantas menduga bahwa orang tersebut adalah Sunan Kalijaga.
Kubah itu tetap terpasang hingga saat ini. Kubah Masjid Sunan Kalijaga masih awet hingga saat ini. Serita lain yang hingga kini masih diyakini adalah warga dilarang untuk tidur di ruang tempat imam berdiri.
Karena suatu ketika ada seseorang yang tidak sengaja tidur di dalam ruang imam berdiri. Namun beberapa saat kemudian, orang tersebut dipindah oleh yang diyakini sebagai makhluk penjaga masjid ke luar area masjid, yaitu di dekat sumur.
”Ya sampai sekarang semacam ada larangan untuk tidur di dalam masjid,” terangnya.
Tokoh masyarakat Dusun Blimbing, Nur Cholish menambahkan, masyarakat sebaenarnya berkeinginan untuk memugar masjid tersebut. Namun demikian, masyarakat tetap ingin mempertahankan bentuk asli dari masjid tersebut termasuk tiang-tiang dan kubah masjid.
”Ya memang ada rencana, tetapi belum terlaksana karena masih mengumpulkan biaya,” tambahnya.
(ams)