Menyusuri Perdesaan di Ketinggian 2.266 Meter di Papua

Senin, 27 Agustus 2018 - 13:57 WIB
Menyusuri Perdesaan di Ketinggian 2.266 Meter di Papua
Menyusuri Perdesaan di Ketinggian 2.266 Meter di Papua
A A A
WAMENA - Matahari mulai beranjak naik saat anggota Tim Ekspedisi Papua Terang (EPT) Posko Wamena, Papua, bersiap melakukan perjalanan ke beberapa desa di Subposko Lanny Jaya, pekan ketiga Agustus lalu.

Perjalanan EPT yang di inisiasi PT PLN (Persero) kali ini menyusuri desa-desa di pedalaman Distrik Milimbo, Kabupaten Lanny Jaya. Dengan penuh optimisme, anggota tim yang terdiri atas Nirza Alfahmi (volunter PLN), Qumi L Fajri (ma hasiswa ITS), Muhammad Ridho (ITS), dan Nurilhuda A Santos (ITS) memulai perjalanan dengan menggunakan mobil dobel gardan.

Kendaraan ini sengaja dipilih karena medan yang dilalui di distrik tersebut cukup berat; menanjak, berkelok-kelok, dan terkadang berlumpur di banyak titik. Sesekali anggota ekspedisi yang dinamakan Tim 1 330 ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) itu harus turun dan menyeberangi sungai karena tidak bisa dilalui mobil.

Meski demikian, begitu sampai di titik survei yang ada di perbukitan dengan ketinggian sekitar 2.266 meter, lelah yang mendera tergantikan dengan pemandangan lembah dan gunung menghampar di depan mata. Selain itu, cuaca yang bersahabat dan cenderung dingin semakin menambah semangat anggota tim. Di distrik ini tim menjelajahi delapan desa, yakni Wamindik, Takobak, Milimbo, Kugame, Kidoni, Jinok, Wewolome, dan Umbename. Di desa-desa ini, mayoritas mata pencaharian masyarakatnya bersumber dari hasil bercocok tanam palawija, seperti umbi-umbian, sayurmayur dan buah-buahan. Setiap desa rata-rata dihuni sekitar 600 kepala keluarga atau sekitar 1.600 penduduk.

Meski setiap desa sudah memiliki kantor masing-masing untuk urusan administrasi, tapi karena keterbatasan, warga desa harus rela berbagi fasilitas umum dan sosial, seperti puskesmas, rumah ibadah, dan sekolah. Itu pun kalau letak antardesanya berdekatan. Di lokasi survei, secara bersamaan tim melakukan tagging di setiap rumah maupun desa yang disinggahi.

Selain itu, tim juga sekaligus memetakan potensi setiap daerah untuk mengetahui jenis pembangkit listrik apa yang cocok digunakan, mikrohydro atau tenaga surya. Pada survei kali ini tim EPT juga diminta bantuan masyarakat setempat untuk memperbaiki perangkat pembangkit mikrohydro yang rusak di salah satu desa. Alhasil, ‘ditodong’ seperti itu anggota tim sempat kaget. Beruntung, setelah diperiksa ternyata hanya pipa air yang terputus.

Di Kampung Jinok yang lokasinya berada di lereng tebing nan curam, tim mengetahui adanya potensi penggunaan tenaga angin. Hal ini terasa dari gerakanginnya yang kencang. Temuan-temuan di lapangan seperti ini secara detail dicatat oleh anggota tim. Pasalnya, sekecil apa pun yang terekam di lokasi harus dilaporkan karena akan menjadi informasi berharga bagi PLN dalam menentukan jenis pembangkit yang akan dikembangkan di suatu daerah.

“Kami merasa terhormat menunaikan tugas ini, apalagi setelah melihat ekspresi anakanak dan warga desa yang senang sekali mengetahui maksud dan tujuan survei yang kami lakukan,” ujar salah satu anggota Tim 1 330 ITS.

Berbagi Cerita dengan Menteri BUMN

Program Ekspedisi Papua Terang (EPT) mendapat apresiasi dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno. Di sela-sela peresmian infrastruktur kelistrikan di Jayapura, Papua, Jumat (24/8) lalu, Rini sengaja bertukar pengalaman dengan peserta EPT. Rini mengaku bangga dengan anggota tim EPT karena hingga akhir pekan lalu telah berhasil melakukan survei di 491 desa di Papua dan Papua Barat. Jumlah tersebut di atas target yang ditetapkan PLN karena tim EPT harus menyelesaikan survei di 415 desa di dua provinsi tersebut.

“Salah satu kesulitan di sini adalah bagaimana kita bisa memberikan penerangan listrik ke desa-desa yang begitu jauh satu sama lainnya,” ucap Rini di hadapan ratusan mahasiswa dan relawan pegawai PLN yang menjadi Tim Ekspedisi Papua Terang.

Ungkapan Rini ini sangat beralasan karena tim yang di dukung TNI Angkatan Darat serta Lembaga Pengembangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) ini bergerak sejak akhir Juli 2018 lalu telah berhasil melakukan survei kelistrikan di 491 desa di Papua dan Papua Barat. Tim Ekspedisi Papua Terang yang merupakan mahasiswa dan mahasiswi secara sukarela bergabung untuk melakukan survei ke pelosok-pelosok desa dalam penyediaan data survei.

Hasil survei tersebut nanti digunakan sebagai acuan bagi perbaikan kelistrikan di Provinsi Papua dan Papua Barat. “Apresiasi saya bagi seluruh mahasiswa yang tergabung dalam Tim Relawan Ekspedisi Papua Terang. Ini merupakan bentuk kepedulian dan komitmen nyata mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa bagi perbaikan kelistrikan di tanah air dan kemajuan bangsa. Terima kasih telah bergabung, tetap terus semangat dan terima kasih kepada TNI dan aparat keamanan yang sudah membantu dan mendampingi,” kata Rini.

Anggota Tim EPT total tercatat 165 mahasiswa pencinta alam, 100 prajurit TNI, dan relawan PLN sebanyak 130 pegawai. Ekspedisi ini melibatkan lima perguruan tinggi, yakni Uni versitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Sepuluh Nopember (ITS), dan Universitas Cendrawasih.

EPT dilakukan selama dua bulan hingga September mendatang. Seluruh anggota tim diberangkatkan dari Jakarta menuju Papua pada Sabtu (28/7) lalu. Dalam pelaksanaannya, Program Ekspedisi Papua Terang dibagi dalam dua gelombang dan disebar ke lima posko, yaitu Nabire, Merauke, Jaya pura, Timika dan Wamena.

Adapun survei yang dilakukan berupa survei geografi, demografi, potensi energi baru terbarukan, sistem jaringan eva kuasi daya listrik, serta pengukuran dan pengumpulan data primer. Selain itu, tim EPT juga mendata penentuan jenis dan kapasitas pembangkit, perencanaan sistem jaringan distribusi, penyusunan hasil survei, serta publikasi kegiatan survei. Hasil dari survei ini menjadi masukan bagi PLN untuk mengakselerasi pembangunan kelistrikan di Papua berdasar kan potensi dan kearifan lokal di masing-masing lokasi.

“Di Papua ini desanya lebih dari 3.000 dan memang kesulitannya kalau kita mau memasang mesin di sana bagaimana bahan bakarnya untuk mesin itu sehingga sangat penting bagaimana kerja sama kami dengan perguruan tinggi. Terima kasih kepada semua perguruan tinggi, LAPAN, TNI, atas kerja sama melakukan survei ini,” kata Rini.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7703 seconds (0.1#10.140)