Guru Besar UB Malang Sebut Jokowi Salah Ambil Kebijakan: Dunia Kampus Diremehkan dan Dipinggirkan!
loading...
A
A
A
MALANG - Universitas Brawijaya (UB) Malang menyayangkan, pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo tidak mengajak bicara akademisi ketika pengambilan keputusan. Hal ini membuat banyak keputusan pemerintah justru merugikan masyarakat.
Guru Besar Hukum UB Malang Prof. Rachmat Safa'at menyatakan, bila di luar negeri keputusan pengambilan kebijakan kampus-kampus dan akademisi diajak berbicara.
Tetapi hal berbeda di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini pemerintah seolah jalan sendiri.
”Para guru besar jangan dibuat remeh, di luar negeri setiappengambilan keputusan negara tanyanya ke Berkeley, ke kampus-kampus besar, lah kita dipinggirkan, perguruan tinggi di pinggirkan, seakan suara mereka tak punya makna,” kata Rachmat Safa'at, Kamis (8/2/2024).
Ironisnya ketika guru besar dan akademisi dosen dari berbagai kampus bersuara dan mengkritik pemerintah dianggap ditunggangi kepentingan politik. Hal ini yang membuatnya kecewa terhadap kebijakan pemerintah di bawah kendali Presiden Joko Widodo.
”Ke depan mengingatkan kepada negara kalau ambil keputusan itu diajak ngomong, supaya keputusannya lebih baik dan lebih bermanfaat,” ucapnya.
Rachmat juga menyoroti bagaimana pemerintahan Jokowi memegang seluruh kendali alat negara sebagai kekuasaannya.
Bahkan alat negara seperti TNI Polri dikerahkan penuh, terlebih beberapa petinggi kedua instansi tersebut merupakan teman dan kolega sang presiden sendiri.
Maka ketika para akademisi sudah bersuara, ia khawatiradabara - bara api yang membuat meletusnya reformasi jilid dua.
”Kekuasaan TNI dan Polriadadi tangan Jokowi, (reformasi jilid dua) nggak akan. Tetapi bisa terjadi kalau membiarkan situasi politik yang dilakukan oleh rakyat, tapi kan itu nggak mungkin. Saat ini temannya Jokowi memegang kendali TNI dan Polri,” paparnya.
Makanya Rachmat menganalogikan bahwa kondisi saat ini memang terlihat baik-baik saja, layaknya orang yang bisa sarapan atau berangkat ke masjid, tapi di luar semuanya tidak terlihat baik-baik saja.
”Saya bilang meskipun kita bisa makan pagi dengan tenang, ke masjid dengan tenang, tapi kita mencengkram bara di dalamnya tinggal meledak, tinggal menunggu momentum tertentu saja. Sehingga apa yang terjadi saat ini,” tegasnya.
”Kenapa kita tak meledak, karena kekuatan TNI Polriadadi tengah genggaman presiden, siapa yang berani melawan karena nggak punya senjata. Anda turun nanti seperti 98, ini saja sudah banyak yang tampaknya situasi-situasi tidak mengenakkan,” tandasnya.
Guru Besar Hukum UB Malang Prof. Rachmat Safa'at menyatakan, bila di luar negeri keputusan pengambilan kebijakan kampus-kampus dan akademisi diajak berbicara.
Tetapi hal berbeda di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini pemerintah seolah jalan sendiri.
”Para guru besar jangan dibuat remeh, di luar negeri setiappengambilan keputusan negara tanyanya ke Berkeley, ke kampus-kampus besar, lah kita dipinggirkan, perguruan tinggi di pinggirkan, seakan suara mereka tak punya makna,” kata Rachmat Safa'at, Kamis (8/2/2024).
Ironisnya ketika guru besar dan akademisi dosen dari berbagai kampus bersuara dan mengkritik pemerintah dianggap ditunggangi kepentingan politik. Hal ini yang membuatnya kecewa terhadap kebijakan pemerintah di bawah kendali Presiden Joko Widodo.
”Ke depan mengingatkan kepada negara kalau ambil keputusan itu diajak ngomong, supaya keputusannya lebih baik dan lebih bermanfaat,” ucapnya.
Rachmat juga menyoroti bagaimana pemerintahan Jokowi memegang seluruh kendali alat negara sebagai kekuasaannya.
Bahkan alat negara seperti TNI Polri dikerahkan penuh, terlebih beberapa petinggi kedua instansi tersebut merupakan teman dan kolega sang presiden sendiri.
Maka ketika para akademisi sudah bersuara, ia khawatiradabara - bara api yang membuat meletusnya reformasi jilid dua.
”Kekuasaan TNI dan Polriadadi tangan Jokowi, (reformasi jilid dua) nggak akan. Tetapi bisa terjadi kalau membiarkan situasi politik yang dilakukan oleh rakyat, tapi kan itu nggak mungkin. Saat ini temannya Jokowi memegang kendali TNI dan Polri,” paparnya.
Makanya Rachmat menganalogikan bahwa kondisi saat ini memang terlihat baik-baik saja, layaknya orang yang bisa sarapan atau berangkat ke masjid, tapi di luar semuanya tidak terlihat baik-baik saja.
”Saya bilang meskipun kita bisa makan pagi dengan tenang, ke masjid dengan tenang, tapi kita mencengkram bara di dalamnya tinggal meledak, tinggal menunggu momentum tertentu saja. Sehingga apa yang terjadi saat ini,” tegasnya.
”Kenapa kita tak meledak, karena kekuatan TNI Polriadadi tengah genggaman presiden, siapa yang berani melawan karena nggak punya senjata. Anda turun nanti seperti 98, ini saja sudah banyak yang tampaknya situasi-situasi tidak mengenakkan,” tandasnya.
(ams)