Rektor dan Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia Prihatin Rusaknya Tatanan Demokrasi
loading...
A
A
A
Kedua, penyelengaraan pemilu menjunjung tinggi asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia dan Jujur Adil untuk menjamin hak setiap orang yang memiliki hak pilih. Hal itu agar dapat menggunakan hak pilihnya secara bebas sesuai dengan hati nuraninya tanpa mendapat tekanan dalam bentuk apapun.
Ketiga, aparat negara baik aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri selalu bersikap netral dan tidak memihak pada pihak-pihak tertentu (kontestan Pemilu).
Keempat, negara wajib menghormati, melindungi dan memenuhi hak kebebasan berekspresi setiap warga negaranya sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM).
Kelima, mengutamakan pendekatan damai tanpa kekerasan dalam masa kampanye sampai dengan saat pelaksanaan pemilihan umum dan sesudahnya.
Keenam, semua perguruan tinggi di Indonesia terlibat aktif melakukan pemantauan dan pengawasan di saat pemilihan umum.
Seruan itu ditandatangani di Surabaya 3 Februari 2024 atas nama Rektor/Ketua Perguruan Tinggi APTIK. Totalnya ada 24 kampus Katolik yang menyerukan seruan itu.
Terinci yakni Unika Atma Jaya Yogyakarta selaku koordinator APTIK, Unika Widya Mandala Surabaya, Unika De La Salle Manado, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Unika Semarang, Unika Widya Dharma Pontianak, Unika Parahyangan, Sekolah Tinggi Kesehatan Katolik St. Vincentius A Paulo Yogyakarta, Unika Widya Karya Malang, Unika Atma Jaya Makassar, Unika Musi Charitas Palembang.
Selanjutnya STIK Stella Maris Makassar, STIKES Panti Rapih Yogyakarta, STIKES Katolik St. Elisabeth Medan, Universitas Santo Borromeus Bandung, Unika Atma Jaya Jakarta, Unika Dharma Cendika Surabaya, Unika Widya Mandira Kupang, STIK Sint Carolus Jakarta, Unika Weetebula Sumba Barat Daya, Sekolah Tinggi Kesehatan Gunung Maria Tomohon, Unika St. Thomas Medan dan Direktur Program APTIK Augustinus Widyaputranto.
Ketiga, aparat negara baik aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri selalu bersikap netral dan tidak memihak pada pihak-pihak tertentu (kontestan Pemilu).
Keempat, negara wajib menghormati, melindungi dan memenuhi hak kebebasan berekspresi setiap warga negaranya sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM).
Kelima, mengutamakan pendekatan damai tanpa kekerasan dalam masa kampanye sampai dengan saat pelaksanaan pemilihan umum dan sesudahnya.
Keenam, semua perguruan tinggi di Indonesia terlibat aktif melakukan pemantauan dan pengawasan di saat pemilihan umum.
Seruan itu ditandatangani di Surabaya 3 Februari 2024 atas nama Rektor/Ketua Perguruan Tinggi APTIK. Totalnya ada 24 kampus Katolik yang menyerukan seruan itu.
Terinci yakni Unika Atma Jaya Yogyakarta selaku koordinator APTIK, Unika Widya Mandala Surabaya, Unika De La Salle Manado, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Unika Semarang, Unika Widya Dharma Pontianak, Unika Parahyangan, Sekolah Tinggi Kesehatan Katolik St. Vincentius A Paulo Yogyakarta, Unika Widya Karya Malang, Unika Atma Jaya Makassar, Unika Musi Charitas Palembang.
Selanjutnya STIK Stella Maris Makassar, STIKES Panti Rapih Yogyakarta, STIKES Katolik St. Elisabeth Medan, Universitas Santo Borromeus Bandung, Unika Atma Jaya Jakarta, Unika Dharma Cendika Surabaya, Unika Widya Mandira Kupang, STIK Sint Carolus Jakarta, Unika Weetebula Sumba Barat Daya, Sekolah Tinggi Kesehatan Gunung Maria Tomohon, Unika St. Thomas Medan dan Direktur Program APTIK Augustinus Widyaputranto.
(shf)