Kisah Sengketa Kewarganegaraan di Mataram Perjelas Status Wajib Pajak Rakyat
loading...
A
A
A
Sengketa kewarganegaraan konon pernah muncul di masa Kerajaan Mataram. Saat itu ada seorang bernama Sang Dhanadi, penduduk Desa Wurudu Kidul, di bawah kekuasaan Mataram yang masuk wilayah Halaran, yang menjalani persidangan.
Seseorang bernama Sang Dhanadi ini konon disangka melanggar aturan kewarganegaraan dan kependudukan di masa Kerajaan Mataram. Alhasil pada hari Sabtu wage, paringkelan Was, tanggal 20 April 922 M,.
Sang Dhanadi diberi surat Japayatra oleh Sang Pamgati Padang pu Bhadra, Samgat Lucem Pu Ananta, Tuhani Kanayakan Pu Suming dan juru lampuran Rake Rongga.
Adapun sebabnya karena pada suatu hari Sang Dhanadi ditegur oleh Sang Pamgat Manghuri yang bernama Wukajana, dikira ia seorang weka kilalan pada manghuri.
190 Maka ia mengadukan halnya kepada sang tuhan di Padang di pakaranan semua, sebagaimana dikisahkan dalam “Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno”.
Maka dipanggillah semua kaum-kaum keluarga Sang Dhanadi untuk ditanyai apakah nenek moyang Sang Dhanadi, kakeknya, neneknya, adalah weka kilalan pada Sang Pamgat Manghuri.
Didatangkan pula orang-orang yang tidak memihak, keturunan penduduk asli, yang dapat menunjukkan, bahwa nenek moyang Sang Dhanadi bukanlah wěka kilalan pada masa pemerintahan raja-raja yang memerintah sebelumnya.
Konon pengadilan juga mendatangkan orang-orang yang netral itu dari Desa Gerih, Kahuripan, dan Paninglaran.
Seseorang bernama Sang Dhanadi ini konon disangka melanggar aturan kewarganegaraan dan kependudukan di masa Kerajaan Mataram. Alhasil pada hari Sabtu wage, paringkelan Was, tanggal 20 April 922 M,.
Sang Dhanadi diberi surat Japayatra oleh Sang Pamgati Padang pu Bhadra, Samgat Lucem Pu Ananta, Tuhani Kanayakan Pu Suming dan juru lampuran Rake Rongga.
Adapun sebabnya karena pada suatu hari Sang Dhanadi ditegur oleh Sang Pamgat Manghuri yang bernama Wukajana, dikira ia seorang weka kilalan pada manghuri.
190 Maka ia mengadukan halnya kepada sang tuhan di Padang di pakaranan semua, sebagaimana dikisahkan dalam “Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno”.
Maka dipanggillah semua kaum-kaum keluarga Sang Dhanadi untuk ditanyai apakah nenek moyang Sang Dhanadi, kakeknya, neneknya, adalah weka kilalan pada Sang Pamgat Manghuri.
Didatangkan pula orang-orang yang tidak memihak, keturunan penduduk asli, yang dapat menunjukkan, bahwa nenek moyang Sang Dhanadi bukanlah wěka kilalan pada masa pemerintahan raja-raja yang memerintah sebelumnya.
Konon pengadilan juga mendatangkan orang-orang yang netral itu dari Desa Gerih, Kahuripan, dan Paninglaran.