Waspadai Politik Uang dan Hoaks di Pilgub Jateng

Selasa, 17 April 2018 - 06:46 WIB
Waspadai Politik Uang dan Hoaks di Pilgub Jateng
Waspadai Politik Uang dan Hoaks di Pilgub Jateng
A A A
SEMARANG - Ketua DPRD Jateng Rukma Setiabudi menyebut bahwa ada dua hal yang perlu diwaspadai dalam pemilihan Pilgub Jateng 2018 yakni politik uang atau money politic dan hoaks.

"Karena dengan adanya money politic atau politik uang, justru mengajak pemilih untuk berkorupsi berjamaah. Jelas itu merusak tataran yang ada," tegas Rukma Setiabudi saat menjadi pembicara dalam Diskusi Prime Topic MNC Trijaya FM Semarang bertemakan Pilgub Jateng Berkarakter dan Bermartabat, di Rosti Resto & Cafe Semarang, Jawa Tengah, Senin (16/4/2018).

Menyangkut hoaks, kata Rukma, masalah tersebut yang paling sangat berbahaya. Menurutnya, berita hoaks atau bohong, ujaran kebencian, hasutan hingga mengarah isu SARA jika tidak ditangkal bisa menghancurkan kehidupan berbangsa. "Kampanye dengan hoaks hingga mengusung isu SARA itu lebih parah. Hal itu akan membuat reputasi calon rusak dan mencoreng penyelenggaraan pilkada itu sendiri," tegasnya.

Karena itu, pihaknya mengajak masyarakat Jateng secara tegas menolak adanya money politic, hoax, dan isu SARA. "Mari kita jaga Jawa Tengah agar tetap aman, adem ayem dan tenteram selama tahapan pelaksanaan pilkada hingga berakhir," pintanya.

Selain itu, Rukma juga mengajak masyarakat untuk menyalurkan hak pilihnya. Karena, yang akan dipilih adalah pemimpin untuk lima tahun ke depan dan membawa dampak perubahan serta pembangunan di daerahnya.

Menurutnya, partisipasi pemilih terhadap pilkada 2018, dianggap masih rendah. Sementara, banyak kalangan berharap agar partisipasi pemilih dalam Pilgub Jateng 2018 cukup tinggi, sehingga pasangan pemenang memiliki legitimasi kuat. "Akan lebih bagus jika menjadi pemilih yang cerdas yaitu pemilih yang memilih program terbaik. Jadi bukan sekadar tokohnya," ucapnya.

Ketua KPU Jateng Joko Purnomo mengaku kurang sependapat apabila partisipasi pemilih di Jateng masih rendah. Dia mencontohkan, saat kampanye, hanya dengan dana sebanyak Rp3,5 juta digelar kampanye dan menyajikan hiburan wayang kulit atau musik, toh sudah menarik massa cukup banyak.

Dia menyatakan, sudah ada upaya agar partisipasi pemilih di Jateng dalam pilkada nanti menjadi tinggi. "Misalnya, untuk pemilih yang tidak berdomisili di Jateng, agar digelar tempat pemungutan suara (TPS) di luar Jateng. Namun hal itu mustahil dilakukan. Sedangkan di daerah-daerah, para pemilih yang berdomisili luar Jateng, memilih mudik saat jelang pilkada. Artinya, partisipasi pemilih di Jateng tidak terlalu minim," kata Joko.

Tak hanya itu, upaya lainnya yakni memberikan pendidikan politik tentang pemilu baik itu Pilkada, Pileg, dan Pilpres. "Akan tetapi hal tersebut masih terbentur regulasi larangan pendidikan politik di sekolah. Sehingga pada akhirnya, masih banyak pemilih pemula yang 'gagal' dalam melaksanakan pilihan di pemilu pilkada, pileg, atau pilpres," bebernya.

Budayawan Prie GS berpendapat meski sejauh ini masa kampanye pilkada relatif sepi, namun tingkat partisipasi masyarakat tetap tinggi dalam menyukseskan pelaksanaan Pilkada Jateng pada 27 Juni 2018. "Itu karena masyarakat kita telah terdidik memiliki rutinitas dalam setiap event politk. Jadi, kata sepi (dalam pilkada) itu diteropong dari kaidah. Namun kalau melihat di media sosial (medsos) seperti twitter, instagram, facebook tetap saja ramai," ungkap Prie GS.

Dia menilai, masyarakat Jawa Tengah punya kadar artistik sendiri sehingga mereka punya panggilan politik. "Setiap masyarakat punya panggilan politik, kita tidak bisa hidup tanpa pemimpin. Tak usah dikampanyekan, naluriah politik takut sepi itu bisa jadi tak masuk akal," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6734 seconds (0.1#10.140)