Tok! Pengasuh Ponpes di Malang Divonis 15 Tahun Akibat Cabuli Santrinya

Senin, 08 Januari 2024 - 21:31 WIB
loading...
Tok! Pengasuh Ponpes di Malang Divonis 15 Tahun Akibat Cabuli Santrinya
Tersangka M. Tamyiz Al-Faruq, pengasuh Ponpes di Kabupaten Malang, Jawa Timur divonis 15 tahun karena melakukan pencabulan ke santrinya. Foto/MPI/Avirista Midaada
A A A
MALANG - Pengasuh pondok pesantren (Ponpes) di Kabupaten Malang, M. Tamyiz Al-Faruq divonis 15 tahun penjara karena terbukti melakukan cabuli santrinya.

Pengasuh Ponpes Nur Ilahi Desa Tangkilsari, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malangini menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang.



Persidangan yang sedianya berlangsung pada Senin pagi (8/1/2024) pukul 10.00 WIB, molor hingga Senin siang pukul 13.00 WIB hingga menjelang sore.

Jalannya persidangan vonis dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim bernama Jimmi Hendrik Tanjung, dengan dua hakim anggota di PN Kepanjen.



Jimmi Hendrik mengungkapkan, bila M. Tamyiz Al-Faruq terbukti dengan melakukan perbuatan cabul ke santri perempuannya. Hal ini membuat pelaku M. Tamyiz Al-Faruq dengan pidana penjara 15 tahun.

"Memutuskan perbuatan cabul yang dilakukan oleh tenaga pendidik yang dilakukan secara berlanjut, sehingga menjatuhkan pidana terhadap Muhammad Tamyis Al-Faruq dengan pidana penjara 15 tahun," kata Jimmi Hendrik.



Selain dijatuhi hukuman penjara 15 tahun, pelaku juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Keputusan yang diambil oleh majelis hakim sama dengan tuntutan yang dilayangkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Malang.

Keputusan majelis hakim dan JPU ini disambut baik oleh tim kuasa hukum korban dari LBH Pos Malang yang diwakili oleh Tri Eva Oktaviani.

Bagi Eva, putusan majelis hakim dan JPU cukup melegakan, serta patut diapresiasi sebesar-besarnya. Menurutnya, korban yang berstatuskan anak-anak menjadikan pemberat ke tersangka.

"Ada beberapa poin yang kita sepakat dengan majelis hakim, pertama pertimbangan majelis hakim bahwa korbannya adalah anak-anak yang memiliki masa depan, sehingga perbuatan terdakwa mencederai harkat dan masa depan mereka. Kedua, para korban juga masih memiliki trauma yang saat ini dalam pelayanan LPSK dan akan didampingi sampai mereka pulih," jelas Tri Eva Oktaviani, saat ditemui wartawan seusai sidang, Senin sore.

Meski telah diputus dengan vonis 15 tahun penjara, pihaknya masih akan tetap mengawal kasus ini hingga putusan hakim berkekuatan tetap atau incraht.

Jika nantinya terdakwa mengajukan banding, maka pihaknya akan mengawal hingga tingkat kasasi.

"Apalagi terdakwa juga mencederai citra seorang guru. Dan keempat, terdakwa juga tidak mengakui perbuatannya kepada 5 orang korban. Kami akan tetap mengawal dan mendampingi korban. Apabila terdakwa meminta banding, kami akan mengawal hingga ke tingkat kasasi," terangnya.

Sebelumnya diberitakan, aksi dugaan perbuatan tidak senonoh itu dilakukan pada sekitar kurun tahun 2020 lalu. Pada laporannya ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak modus pelecehan itu terjadi dengan menciumi pipi hingga kena bibir korban.

Bahkan beberapa kali terduga pelaku juga memegang bagian payudara dan memukul bagian belakang dan paha dengan alasan karena sayang.

Pengasuh Ponpes itu kemudian dilaporkan 4 orang korban yang masih berusia 17 tahun pada 23 Juni 2022 lalu.

Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, polisi menetapkan tersangka. Namun, saat dilakukan pemanggilan, pihaknya selalu mangkir hingga akhirnya ditetapkan sebagai DPO pada 14 April 2023 lalu.

Tersangka kemudian berhasil ditangkap dan diproses hukum hingga akhirnya disidangkan di PN Kepanjen, Kabupaten Malang.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1630 seconds (0.1#10.140)