Kisah Raja Majapahit Hayam Wuruk Galau Cari Pengganti Mahapatih Gajah Mada
loading...
A
A
A
Gajah Mada meninggal dunia pada tahun Saka 1286 Masehi. Usai meninggalnya Gajah Mada Kerajaan Majapahit mencari suksesor atau penggantinya. Momen ini terangkum dalam Kakawin Negarakretagama, kitab kuno warisan Majapahit karangan Mpu Prapanca.
Usai kejadian meninggalnya Gajah Mada, Hayam Wuruk langsung memanggil seluruh Dewan Pertimbangan Agung Majapahit. Mereka dipanggil oleh Raja Hayam Wuruk untuk merapatkan pengganti mahapatih terkuat itu.
Di pertemuan Dewan Pertimbangan Agung Majapahit juga diikuti sejumlah kerabat utama raja Hayam Wuruk. Tampak beberapa kerabat dan keluarga Hayam Wuruk, seperti ibunda Tribhuwana Tunggadewi.
Ayahandanya Sri Kertawardhana, bibi Dyah Wiyah Rajadwi Maharajasa, sebagaimana dikutip dari buku “Tafsir Sejarah Nagarakretagama” dari sejarawan Prof. Slamet Muljana. Kemudian, sang paman Sri Wijayarajasa, adinda Bhre Lasem, serta suaminya Sri Rajasawardhana.
Serta Bhre Pajang dan suaminya bernama Sri Singawardhana. Pada akhirnya anggota Dewan Pertimbangan Agung Majapahit pada tahun 1364, mengambil keputusan-keputusan penting mengenai urusan negara.
Di mana dalam rapat kabinet tersebut diputuskan sembilan priyayi agung termasuk sang prabu Hayam Wuruk. Pada musyawarah itu, Dewan Pertimbangan Agung sebenarnya bermaksud hendak mencari pengganti patih amangkubhumi Gajah Mada.
Tetapi saat rapat itu tidak ada kesepakatan yang bulat, karena baik di antara para perwira maupun para menteri yang ada dipandang tidak ada yang layak menggantikan Gajah Mada.
Akhirnya Dewan Pertimbangan Agung Majapahit memutuskan jabatan patih amangkubhumi yang sebelumnya diemban Gajah Mada tidak akan diganti.
Jika rakyat mempunyai keberatan terhadap keputusan itu, keberatan itu tidak akan dihiraukan oleh pejabat Majapahit. Raja Hayam Wuruk beserta petinggi kerajaan meyakini tidak ada orang yang layak menggantikan Gajah Mada.
Sebagai ganti peran Gajah Mada, Hayam Wuruk-lah yang diputuskan langsung memimpin pemerintahan sebagai raja dan patih amangkubhumi.
Namun secara susunan kabinet pemerintahan terdapat perubahan, Mpu Tandi diangkat menjadi wreddha menteri atau menteri sepuh, Mpu Nala yang menjadi pahlawan Padompo diangkat sebagai menteri amancanagara dengan pangkat tumenggung.
Kemudian Pati Dami diangkat sebagai yuwa menteri atau menteri muda. Keputusan - keputusan itu merupakan perintah yang langsung dikeluarkan oleh sang prabu, seperti sekretaris negara.
Sementara itu kitab Pararaton mengisahkan jabatan patih amangkubhumi sepeninggal Gajah Mada kosong selama tiga tahun. Baru pada tahun 1367, jabatan patih amangkubhumi diisi oleh Gajah Enggon.
Kakawin Nagarakertagama sendiri tidak memuat berita mengenai pengangkatan Gajah Enggon sebagai Patih amangkubhumi.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
Usai kejadian meninggalnya Gajah Mada, Hayam Wuruk langsung memanggil seluruh Dewan Pertimbangan Agung Majapahit. Mereka dipanggil oleh Raja Hayam Wuruk untuk merapatkan pengganti mahapatih terkuat itu.
Di pertemuan Dewan Pertimbangan Agung Majapahit juga diikuti sejumlah kerabat utama raja Hayam Wuruk. Tampak beberapa kerabat dan keluarga Hayam Wuruk, seperti ibunda Tribhuwana Tunggadewi.
Ayahandanya Sri Kertawardhana, bibi Dyah Wiyah Rajadwi Maharajasa, sebagaimana dikutip dari buku “Tafsir Sejarah Nagarakretagama” dari sejarawan Prof. Slamet Muljana. Kemudian, sang paman Sri Wijayarajasa, adinda Bhre Lasem, serta suaminya Sri Rajasawardhana.
Serta Bhre Pajang dan suaminya bernama Sri Singawardhana. Pada akhirnya anggota Dewan Pertimbangan Agung Majapahit pada tahun 1364, mengambil keputusan-keputusan penting mengenai urusan negara.
Di mana dalam rapat kabinet tersebut diputuskan sembilan priyayi agung termasuk sang prabu Hayam Wuruk. Pada musyawarah itu, Dewan Pertimbangan Agung sebenarnya bermaksud hendak mencari pengganti patih amangkubhumi Gajah Mada.
Tetapi saat rapat itu tidak ada kesepakatan yang bulat, karena baik di antara para perwira maupun para menteri yang ada dipandang tidak ada yang layak menggantikan Gajah Mada.
Akhirnya Dewan Pertimbangan Agung Majapahit memutuskan jabatan patih amangkubhumi yang sebelumnya diemban Gajah Mada tidak akan diganti.
Jika rakyat mempunyai keberatan terhadap keputusan itu, keberatan itu tidak akan dihiraukan oleh pejabat Majapahit. Raja Hayam Wuruk beserta petinggi kerajaan meyakini tidak ada orang yang layak menggantikan Gajah Mada.
Sebagai ganti peran Gajah Mada, Hayam Wuruk-lah yang diputuskan langsung memimpin pemerintahan sebagai raja dan patih amangkubhumi.
Namun secara susunan kabinet pemerintahan terdapat perubahan, Mpu Tandi diangkat menjadi wreddha menteri atau menteri sepuh, Mpu Nala yang menjadi pahlawan Padompo diangkat sebagai menteri amancanagara dengan pangkat tumenggung.
Kemudian Pati Dami diangkat sebagai yuwa menteri atau menteri muda. Keputusan - keputusan itu merupakan perintah yang langsung dikeluarkan oleh sang prabu, seperti sekretaris negara.
Sementara itu kitab Pararaton mengisahkan jabatan patih amangkubhumi sepeninggal Gajah Mada kosong selama tiga tahun. Baru pada tahun 1367, jabatan patih amangkubhumi diisi oleh Gajah Enggon.
Kakawin Nagarakertagama sendiri tidak memuat berita mengenai pengangkatan Gajah Enggon sebagai Patih amangkubhumi.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
(ams)