Bioteknologi Dunia Pangan Jadi Solusi Pertanian Indonesia

Jum'at, 24 November 2023 - 14:13 WIB
loading...
Bioteknologi Dunia Pangan Jadi Solusi Pertanian Indonesia
Diskusi Bioteknologi Dunia Pertanian Indonesia yang diselanggarakan Forum Tempe Indonesia (FTI) di Bale Merapi Yogyakarta, DIY. Foto/Istimewa
A A A
YOGYAKARTA - Bumi saat ini tengah didera bermacam hal, salah satu yang mengancam adalah efek pemanasan global yang mengakibatkan terjadinya cuaca ekstrim, banjir, dan kekeringan yang bisa memicu krisis pangan.

Petani adalah kelompok terdepan yang paling merasakan dampak perubahan iklim. Mereka bisa mengalami penurunan produksi bahkan kegagalan panen. Ini indikasi nyata bahwa bumi sedang tidak baik-baik saja.

Hal itu menjadi pembahasan serius dalam diskusi yang diselanggarakan Forum Tempe Indonesia (FTI) di Bale Merapi Yogyakarta DIY, Kamis 23 November 2023.

”Peran Bioteknologi penting terhadap masa depanpertanian. Rekayasa genetika benih tanaman yang adaptif terhadap perubahan iklim dan pemanasan global sangat dibutuhkan,” kata Members of Biotechnology & Seeds – Croplife Indonesia Fadlilla Dewi Rachmawati.



Menurut dia, rekayasa genetika ini sangat penting guna menjaga stabilitas pangan agar terhindar dari krisis pangan global. Sehingga, rekayasa benih pangan dengan bioteknologi, salah satu solusi bagi dunia pertanian dalam menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global,.

Ia mengatakan, pengembangan benih tanaman bioteknologi telah melalui proses penelitian yang panjang dan tak mudah. Satu benih hasil rekayasa genetika bisa menempuh hingga belasan tahun sampai lolos berbagai ujicoba.

“Benih tersebut sampai akhinya dinyatakan layak dan bisa diproduksi massal, kemudian bisa dikonsumsi sebagai bahan pangan dan pakan,” kata dia.

Country Director USSEC (U.S Soybean Export Council) Indonesia Ibnu Wiyono, memaparkan bahwa Amerika Serikat jadi salah satu megara yang dengan ketat menerapkan praktik pertanian yang berkelanjutan.



Hasilnya kedelai AS mendapatkan sertifikasi ‘Sustainable US SOY (SUSS logo)’ karena dianggap sebagai pertanian kedelai yang menghasilkan emisi karbon paling rendah dibandingkan kedelai yang diproduksi negara produsen utama lainnya seperti Brazil dan Argentina.

“SUSS logo merupakan eco-label atau sertifikasi ramah lingkungan yang disematkan pada kemasan pangan yang menggunakan kedelai Amerika sebagai bahan baku utamanya,” kata Ibnu dalam diskusi tersebut.

Menurut dia, produk pangan olahan kedelai yang menggunakan SUSS logo dapat lebih dihargai oleh konsumen lokal dan luar negeri karena diproduksi dengan memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan.

Sebagai penghasil kedelai terbesar di dunia, praktik pertanian kedelai berkelanjutan di Amerika telah membantu petani menaikkan produksi kedelai hingga 130% selama kurun waktu 40 tahun.

“Pertanian kedelai di Amerika menggunakan lebih sedikit input dan dampak lingkungan yang sejalan dengan indikator Sustainable Development,” ungkapnya.

Hingga 2025 pertanian kedelai Amerika menargetkan penurunan emisi rumah kaca sebesar 10%, mengurangi dampak penggunaan 10 %, meningkatkan efisiensi energi hingga 10% dan mengurangi erosi tanah hingga 25%.

Ketua Pembina Forum Tempe Indonesia Made Astawan mengatakan, dalam sebuah jurnal disebutkan bahwa berdasarkan penelitian, Generasi-Z lebih tertarik untuk mengikuti tren pembelian produk ramah lingkungan.

Di tengah tren gaya hidup sehat, pilihan untuk menggunakan produk-produk yang ramah lingkungan juga meningkat.“Khusus di Indonesia, belum banyak yang mengetahui mengenai Eco-Labels atau sertifikasi produk ramah lingkungan,” paparnya.

Perilaku konsumen dalam memilih produk yang memiliki eco- labels dipastikan akan memberikan dampak secara luas. Kesadaran Gen Z menjadi harapan besar bahwa kedepan produk- produk ramah lingkungan akan semakin mendapatkan prioritas.

Pengrajin Tempe Super Dangsul dari Bantul Sahrul mengatakan, sebagai produk pangan asli Indonesia, Tempe tentunya memiliki sejarahnya sendiri. Leluhur bangsa Indonesia sejak beberapa abad yang lalu ternyata sudah menerapkan konsep zero waste.

“Saat ini tidak banyak rumah tangga yang memproduksi tempe sekaligus memiliki hewan ternak, bukan berarti tidak bisa meneruskan ajaran leluhur kita. Saat justru mendapatkan pendapatan lebih, karena limbah produksi tempe dimanfaatkan peternak sebagai pakan,” tegasnya.
(ams)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1340 seconds (0.1#10.140)