Jejak Pahlawan Bung Tomo di Malang, dari Usaha Percetakan hingga Rumah Mewah Jalan Ijen
loading...
A
A
A
MALANG - Bung Tomo atau yang bernama asli Sutomo memiliki peran penting dalam pertempuran 10 November 1945 Surabaya. Pertempuran ini akhirnya diperingati oleh bangsa Indonesia sebagai Hari Pahlawan Nasional hingga kini di setiap tanggal 10 November.
Sosok Bung Tomo sendiri berasal dari keluarga sederhana dan tak memiliki harta kekayaan melimpah. Ia mengawali perjuangan meraih kemerdekaan sebagai seorang aktivis kemerdekaan di usia muda.
Pemerhati sejarah Malang Agung H. Buana menuturkan, dibalik sosok Bung Tomo yang oratoris dan tegas tak banyak yang tahu ia adalah sosok ulung berwirausaha. Bung Tomo disebut pernah mempunyai percetakan di Kota Malang di daerah Celaket.
"Bung Tomo ini punya percetakan di daerah Celaket, di situ juga Bung Tomo tinggal di Malang antara tahun 1944 - 1945," kata Agung H. Buana, dikonfirmasi pada Selasa (7/11/2023).
Di percetakan itulah kata Agung, Bung Tomo pernah tinggal bersama beberapa temannya. Bahkan dari jejak sejarahnya, Bung Tomo di Malang juga pernah mengumpulkan pejuang - pejuang untuk memberikan semangat bertempur sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
"Ketika Bung Tomo tinggal di Malang tahun 40-an, pas zaman Jepang menjelang Jepang keluar Bung Tomo sempat mengumpulkan para pejuang, untuk diberikan semangat bersama, bahwa semangat nasionalisme, dan itu peristiwanya dicatat di sejarah bahwa dia pernah melakukan itu," terangnya.
Namun ia tak mencatat pasti dimanakah Bung Tomo ini mengumpulkan para pejuang dari Malang dan sekitarnya. Data dan literasi yang dimilikinya, hanya menyebut Bung Tomo mengumpulkan pejuang-pejuang di Kota Malang.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia dan serangkaian pertempuran dilaksanakan, Bung Tomo disebut Agung dilantik menjadi menteri di era Presiden Soekarno. Hal inilah yang membuat Bung Tomo meninggalkan Surabaya dan Malang, serta lebih banyak tinggal di Jakarta.
Dari sanalah perekonomian Bung Tomo perlahan-lahan mulai membaik. Jabatannya menjadi seorang menteri membuatnya bisa membeli rumah di Jalan Ijen Nomor 6 Kota Malang. Rumah itu dibeli Bung Tomo di tahun 1950-an, namun tidak pernah dihuninya.
"Sebagai halnya seorang menteri yang mempunyai jabatan dan punya penghargaan, itu tentunya Bung Tomo tidak hanya punya satu rumah, rumahnya ya di Jakarta di Surabaya, di mana-mana, dia pasti punya rumah, karena saat itu dia berada dan di tahun 50-an. Beliau membeli rumah di Jalan Ijen nomor 6, membeli rumah tahun 50," paparnya.
Kini rumah yang dibeli Bung Tomo itu sudah beralih tangan ke orang lain. Pemerintah Kota (Pemkot) Malang memutuskan tidak menetapkan rumah tersebut sebagai cagar budaya karena nilai dari rumah tersebut yang dinilai kurang.
"Hanya sekedar rumah kuno, nggak ada arti pentingnya. Kecuali kalau Bung Tomo memiliki rumah tersebut pada tahun 40-an, terus Bung Tomo mengumpulkan masyarakat Malang kita bisa menduga jangan-jangan Bung Tomo di rumah tersebut membuat keputusannya. Tapi ternyata Bung Tomo belum membeli rumah itu, tinggalnya malah di Celaket, masih ada yang di Celaket," bebernya.
Meski demikian diakui pria yang pernah menjabat sebagai sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang rumah di kawasan Jalan Ijen merupakan rumah - rumah elite. Rumah itu dibeli Bung Tomo sebagai tempat persinggahannya jika mampir ke Malang, tetapi tidak ada catatan pasti seberapa banyak Bung Tomo singgah di rumah tersebut.
"(Berapa kali Bung Tomo singgah) Nggak tahu, jadi Bung Tomo setelah jadi menteri ekonominya membaik ya wajar kalau dia membeli rumah di Ijen itu wajar, Ijen itu statusnya dari tahun 80-an sampai sekarang rumahnya para penggede, rumahnya jenderal menteri," pungkasnya.
Sosok Bung Tomo sendiri berasal dari keluarga sederhana dan tak memiliki harta kekayaan melimpah. Ia mengawali perjuangan meraih kemerdekaan sebagai seorang aktivis kemerdekaan di usia muda.
Pemerhati sejarah Malang Agung H. Buana menuturkan, dibalik sosok Bung Tomo yang oratoris dan tegas tak banyak yang tahu ia adalah sosok ulung berwirausaha. Bung Tomo disebut pernah mempunyai percetakan di Kota Malang di daerah Celaket.
"Bung Tomo ini punya percetakan di daerah Celaket, di situ juga Bung Tomo tinggal di Malang antara tahun 1944 - 1945," kata Agung H. Buana, dikonfirmasi pada Selasa (7/11/2023).
Di percetakan itulah kata Agung, Bung Tomo pernah tinggal bersama beberapa temannya. Bahkan dari jejak sejarahnya, Bung Tomo di Malang juga pernah mengumpulkan pejuang - pejuang untuk memberikan semangat bertempur sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
"Ketika Bung Tomo tinggal di Malang tahun 40-an, pas zaman Jepang menjelang Jepang keluar Bung Tomo sempat mengumpulkan para pejuang, untuk diberikan semangat bersama, bahwa semangat nasionalisme, dan itu peristiwanya dicatat di sejarah bahwa dia pernah melakukan itu," terangnya.
Namun ia tak mencatat pasti dimanakah Bung Tomo ini mengumpulkan para pejuang dari Malang dan sekitarnya. Data dan literasi yang dimilikinya, hanya menyebut Bung Tomo mengumpulkan pejuang-pejuang di Kota Malang.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia dan serangkaian pertempuran dilaksanakan, Bung Tomo disebut Agung dilantik menjadi menteri di era Presiden Soekarno. Hal inilah yang membuat Bung Tomo meninggalkan Surabaya dan Malang, serta lebih banyak tinggal di Jakarta.
Dari sanalah perekonomian Bung Tomo perlahan-lahan mulai membaik. Jabatannya menjadi seorang menteri membuatnya bisa membeli rumah di Jalan Ijen Nomor 6 Kota Malang. Rumah itu dibeli Bung Tomo di tahun 1950-an, namun tidak pernah dihuninya.
"Sebagai halnya seorang menteri yang mempunyai jabatan dan punya penghargaan, itu tentunya Bung Tomo tidak hanya punya satu rumah, rumahnya ya di Jakarta di Surabaya, di mana-mana, dia pasti punya rumah, karena saat itu dia berada dan di tahun 50-an. Beliau membeli rumah di Jalan Ijen nomor 6, membeli rumah tahun 50," paparnya.
Kini rumah yang dibeli Bung Tomo itu sudah beralih tangan ke orang lain. Pemerintah Kota (Pemkot) Malang memutuskan tidak menetapkan rumah tersebut sebagai cagar budaya karena nilai dari rumah tersebut yang dinilai kurang.
"Hanya sekedar rumah kuno, nggak ada arti pentingnya. Kecuali kalau Bung Tomo memiliki rumah tersebut pada tahun 40-an, terus Bung Tomo mengumpulkan masyarakat Malang kita bisa menduga jangan-jangan Bung Tomo di rumah tersebut membuat keputusannya. Tapi ternyata Bung Tomo belum membeli rumah itu, tinggalnya malah di Celaket, masih ada yang di Celaket," bebernya.
Meski demikian diakui pria yang pernah menjabat sebagai sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang rumah di kawasan Jalan Ijen merupakan rumah - rumah elite. Rumah itu dibeli Bung Tomo sebagai tempat persinggahannya jika mampir ke Malang, tetapi tidak ada catatan pasti seberapa banyak Bung Tomo singgah di rumah tersebut.
"(Berapa kali Bung Tomo singgah) Nggak tahu, jadi Bung Tomo setelah jadi menteri ekonominya membaik ya wajar kalau dia membeli rumah di Ijen itu wajar, Ijen itu statusnya dari tahun 80-an sampai sekarang rumahnya para penggede, rumahnya jenderal menteri," pungkasnya.
(hri)