Putusan MK Berpotensi Langgengkan Politik Dinasti, Mahasiswa Demo Serentak
loading...
A
A
A
SAMPANG - Ratusan mahasiswa di beberapa daerah di Jatim berunjuk rasa serentak menentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia capres-cawapres. Dalam aksinya, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kabupaten Sampang menuding putusan MK itu merupakan upaya melanggengkan politik dinasti.
Koordinator aksi Maushul menilai keputusan MK yang meloloskan penambahan frasa dalam UU Pemilu menyimpang dari prinsip-prinsip hukum sebagaimana tugas MK sebagai negative legislator. "Tujuan aksi kali ini yaitu menolak dinasti politik yang telah dibangun," kata koordinator aksi Maushul, Jumat (20/10/2023).
Dalam putusannya, MK memang menetapkan batas usia minimal capres-cawapres adalah 40 tahun tapi mereka menambahkan pengecualian aturan tersebut bagi yang memiliki pengalaman sebagai kepala daerah. "Maka di sini kami sebagai mahasiswa menolak keras untuk adanya dinasti-dinasti politik yang ada di Indonesia karena tidak ada yang namanya dinasti politik di Indonesia kita," ujarnya.
Maushul mewakili para mahasiswa tersebut mencurigai keputusan tersebut bertujuan untuk meloloskan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres. Jika benar Gibran maju di Pilpres 2024, dia melihat tindakan ini sebagai upaya melanggengkan dinasti politik.
"Kami harap MK mencabut putusan itu dan kembali konsisten kepada undang-undang yang di awal. Yang kedua, untuk tidak membangun lagi dinasti dan membubarkan politik dinasti agar tidak ada lagi politik dinasti di Indonesia ini," tandasnya.
Tuntutan dan harapan yang sama juga disampaikan sejumlah mahasiswa se-Kediri Raya. Mereka berunjuk rasa di Memorial Park Kediri, Jumat (20/10/2023) sore. Selain berorasi, mereka menyampaikan tuntutannya melalui spanduk yang dibentangkan sepanjang aksi.
"Kita yakin (aksi) ini adalah sebuah upaya dalam bentuk moral dan spiritual dari kita untuk mendorong bahwasanya kita mengetuk hati nurani sekelompok orang yang mau melanggengkan dinasti (politik)," kata Heru seusai aksi.
Koordinator aksi Maushul menilai keputusan MK yang meloloskan penambahan frasa dalam UU Pemilu menyimpang dari prinsip-prinsip hukum sebagaimana tugas MK sebagai negative legislator. "Tujuan aksi kali ini yaitu menolak dinasti politik yang telah dibangun," kata koordinator aksi Maushul, Jumat (20/10/2023).
Dalam putusannya, MK memang menetapkan batas usia minimal capres-cawapres adalah 40 tahun tapi mereka menambahkan pengecualian aturan tersebut bagi yang memiliki pengalaman sebagai kepala daerah. "Maka di sini kami sebagai mahasiswa menolak keras untuk adanya dinasti-dinasti politik yang ada di Indonesia karena tidak ada yang namanya dinasti politik di Indonesia kita," ujarnya.
Maushul mewakili para mahasiswa tersebut mencurigai keputusan tersebut bertujuan untuk meloloskan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres. Jika benar Gibran maju di Pilpres 2024, dia melihat tindakan ini sebagai upaya melanggengkan dinasti politik.
"Kami harap MK mencabut putusan itu dan kembali konsisten kepada undang-undang yang di awal. Yang kedua, untuk tidak membangun lagi dinasti dan membubarkan politik dinasti agar tidak ada lagi politik dinasti di Indonesia ini," tandasnya.
Tuntutan dan harapan yang sama juga disampaikan sejumlah mahasiswa se-Kediri Raya. Mereka berunjuk rasa di Memorial Park Kediri, Jumat (20/10/2023) sore. Selain berorasi, mereka menyampaikan tuntutannya melalui spanduk yang dibentangkan sepanjang aksi.
"Kita yakin (aksi) ini adalah sebuah upaya dalam bentuk moral dan spiritual dari kita untuk mendorong bahwasanya kita mengetuk hati nurani sekelompok orang yang mau melanggengkan dinasti (politik)," kata Heru seusai aksi.
(poe)