Kisah Banser NU Apel Akbar Sikapi G30S PKI Bikin Bupati Blitar yang Terkenal Kejam Kabur Ketakutan

Minggu, 01 Oktober 2023 - 12:24 WIB
loading...
Kisah Banser NU Apel...
Kemarahan masyarakat atas peristiwa pemberontakan G30S PKI membuat Bupati Blitar Sumarsono yang merupakan kader PKI kabur ketakutan. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
KEMARAHAN masyarakat atas peristiwa pemberontakan 30 September 1965 atau G30S PKI membuat Bupati Blitar Jawa Timur Sumarsono yang merupakan kader Partai Komunis Indonesia (PKI) kabur ketakutan.

Dilansir dari buku Benturan NU-PKI 1948-1965 (2013), sekitar 10.000 orang Ansor Banser NU menggelar Apel Akbar di alun-alun Kota Blitar. Tidak hanya memadati alun-alun.



Massa dengan senjata tajam di tangan juga membuat macet jalan-jalan. Show of force NU Blitar menyikapi peristiwa G30S PKI membuat para kader dan simpatisan PKI Blitar ketakutan.

Kader yang menjadi pegawai kantoran, memilih tidak bekerja. Begitu juga yang menjadi guru, memutuskan tidak ke sekolah. Melihat banyaknya massa NU di alun-alun Kota Blitar, mereka tidak berani mengajar.



Demikian juga Bupati Blitar Sumarsono memutuskan meninggalkan tempat. Sumarsono sebelumnya dikenal kejam. Ia ada di belakang sejumlah aksi sepihak yang dilancarkan PKI BTI, Pemuda Rakyat dan Gerwani.

Upaya orang-orang PKI merebut tanah dengan dalih menegakkan landreform membuat mereka terus bergesekan dengan orang-orang NU. Sebab banyak tanah yang dikuasai sepihak itu milik kiai dan para pengurus NU.



“Sumarsono Bupati Blitar dari PKI yang dikenal sangat kejam dan mendalangi berbagai aksi sepihak dan penghinaan terhadap agama itu melarikan diri ke luar kota,” demikian dikutip dari Benturan NU-PKI 1948-1965.

Blitar yang secara administratif berada di wilayah karesidenan Kediri merupakan basis PKI. Pada pemilu 1955, PKI di karesidenan Kediri memperoleh suara tertinggi, yakni 457.000 suara. Kemenangan suara PKI salah satunya disumbang dari Blitar.

Karenanya dimulai dari Apel Akbar, massa Ansor Banser NU langsung bergerak melakukan pembersihan terhadap para tokoh PKI. Massa menyerbu sekaligus menggeledah rumah-rumah para pimpinan PKI.

Dalam penggeledahan ditemukan setumpuk dokumen yang salah satunya terkait rencana penangkapan dan pembunuhan atas sejumlah tokoh NU.

Situasi dan temuan data itu mendorong Ansor dan Banser NU mendahului bergerak.

Hal ini terjadi karena situasinya memaksa bertindak membunuh atau dibunuh. Bupati Blitar Sumarsono berhasil kabur.

Dikutip dari artikel Respon NU Jawa Timur Benturan NU-PKI 1948-1965, kepala daerah dari PKI itu berhasil ke luar kota.

Namun pelariannya tidak berlangsung lama. Sumarsono berhasil ditangkap dan dibantai.

“Begitu juga Ketua DPRD (Blitar) yang gembong PKI ditangkap oleh ABRI”.

Situasi menegangkan serupa juga terjadi di Kabupaten Trenggalek. Pemuda Ansor dan Banser NU bersama aparat keamanan serta DPRGR non PKI, memecat Bupati Trenggalek Sutomo Bk.

Bupati Trenggalek Sutomo Bk merupakan kader PKI. Posisi Bupati Trenggalek kemudian digantikan pegawai Pemkab bernama H Hardjito.

“Dengan adanya bupati baru yang non PKI, Ansor bisa bekerja leluasa memberikan keterangan sebenarnya tentang situasi”.

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 menjadi titik balik PKI. Partai politik yang pernah hancur pada tahun 1926 dan 1948 itu kembali terpuruk. Pada 12 Maret 1966, PKI secara resmi dibubarkan dan sekaligus dinyatakan sebagai partai terlarang.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1896 seconds (0.1#10.140)