Industri Tekstil di Jabar Terancam Berhenti Produksi Imbas Predatory Pricing di Social Commerce
loading...
A
A
A
Tak hanya itu, MenKopUKM juga merasa perlu ada HPP khusus di produk tekstil. Sebab di China sendiri, mereka menerapkan model barang masuk di sana tidak boleh di bawah HPP. "Kalau kita terapkan itu, bisa melindungi industri dalam negeri," kata MenKopUKM.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyaksikan secara langsung kondisi terkini pabrik dan menerima keluhan beberapa pelaku UKM tekstil di Kabupaten Bandung. (Foto: dok Kemenkop)
Penurunan Produksi dan PHK
Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan, saat ini perdagangan global memang sedang tidak baik-baik saja. China yang merupakan produsen atau manufaktur besar dunia, banyak barangnya yang tak terserap di negara-negara besar seperti di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Sehingga mereka berusaha mencari pasar baru yang trade barrier-nya lemah.
"Jangan sampai Indonesia hanya dijadikan market, karena Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar nomor empat dunia. GDP kita masih lebih baik dan inflasi Indonesia cukup terkontrol dibanding negara lain. Tak heran Indonesia dibidik menjadi salah satu pangsa pasar. Jika tidak pintar-pintar memasang trade barrier, ekosistem ini akan hancur berimbas ke hulu," katanya.
Selanjutnya, Ketua Umum IPKB Nandi Herdiaman menambahkan, adanya serangan impor yang harganya di bawah pasar, mendorong rendahnya permintaan termasuk yang terjadi di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Imbasnya terjadi penurunan produksi bukan cuma 1 atau 2 pabrik, bahkan ribuan. Ditambah dampak pengangguran bahkan hingga jutaan," ucapnya.
Owner PT Santosa Kurnia Jaya Dudi Gumilar, mengatakan, UMKM tekstil sudah memproduk sesuai dengan permintaan pasar, tetapi akhir-akhir ini marak impor barang-barang tersebut membuat bahan menumpuk.
"Kami kesulitan menjual hampir 1,5 juta meter bahan menumpuk di pabrik sementara produksi masih berjalan. Kami juga tidak tahu sampai kapan masih bisa produksi, mohon bantuan untuk perlindungan pasar kami,"tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jabar Rachmat Taufik G menambahkan, angkata kerja di Jabar mencapai 24 juta orang, sebesar 70 persennya bukan dari pekerja formal.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyaksikan secara langsung kondisi terkini pabrik dan menerima keluhan beberapa pelaku UKM tekstil di Kabupaten Bandung. (Foto: dok Kemenkop)
Penurunan Produksi dan PHK
Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan, saat ini perdagangan global memang sedang tidak baik-baik saja. China yang merupakan produsen atau manufaktur besar dunia, banyak barangnya yang tak terserap di negara-negara besar seperti di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Sehingga mereka berusaha mencari pasar baru yang trade barrier-nya lemah.
"Jangan sampai Indonesia hanya dijadikan market, karena Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar nomor empat dunia. GDP kita masih lebih baik dan inflasi Indonesia cukup terkontrol dibanding negara lain. Tak heran Indonesia dibidik menjadi salah satu pangsa pasar. Jika tidak pintar-pintar memasang trade barrier, ekosistem ini akan hancur berimbas ke hulu," katanya.
Selanjutnya, Ketua Umum IPKB Nandi Herdiaman menambahkan, adanya serangan impor yang harganya di bawah pasar, mendorong rendahnya permintaan termasuk yang terjadi di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Imbasnya terjadi penurunan produksi bukan cuma 1 atau 2 pabrik, bahkan ribuan. Ditambah dampak pengangguran bahkan hingga jutaan," ucapnya.
Owner PT Santosa Kurnia Jaya Dudi Gumilar, mengatakan, UMKM tekstil sudah memproduk sesuai dengan permintaan pasar, tetapi akhir-akhir ini marak impor barang-barang tersebut membuat bahan menumpuk.
"Kami kesulitan menjual hampir 1,5 juta meter bahan menumpuk di pabrik sementara produksi masih berjalan. Kami juga tidak tahu sampai kapan masih bisa produksi, mohon bantuan untuk perlindungan pasar kami,"tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jabar Rachmat Taufik G menambahkan, angkata kerja di Jabar mencapai 24 juta orang, sebesar 70 persennya bukan dari pekerja formal.