Kisah Kesaktian Gong Kiai Pradah, Pusaka Keramat Mataram saat Mengalahkan Pasukan Pajang

Kamis, 21 September 2023 - 18:50 WIB
loading...
Kisah Kesaktian Gong Kiai Pradah, Pusaka Keramat Mataram saat Mengalahkan Pasukan Pajang
Gong Kiai Pradah, pusaka keramat peninggalan Kerajaan Mataram disimpan di dekat Alun-alun Lodoyo Kabupaten Blitar Jawa Timur. Foto/MPI/Solichan Arif
A A A
Gong Kiai Pradah alias Kiai Macan yang disimpan di kawasan dekat Alun-alun Lodoyo, Kabupaten Blitar, Jawa Timur merupakan pusaka keramat peninggalan Kerajaan Mataram.

Pusaka berwujud gamelan itu diyakini menyimpan tuah. Dahulu kala, setiap ditabuh gema yang terpancar dari Gong Kiai Pradah seperti memanggil harimau-harimau Hutan Lodoyo.


Konon, kawanan raja rimba itu pada berdatangan. Sumber lain menyebut sebaliknya. Suara keras yang timbul dari gema Gong Kiai Pradah justru membuat harimau Lodoyo berlari ketakutan.

Untuk merawat kekeramatannya, pada setiap 1 Suro dan Rabiul Awal atau bertepatan dengan maulid kanjeng Nabi Muhammad SAW, ritual upacara menjamas Gong Kiai Pradah selalu digelar.

Pada tahun ini, jamasan atau siraman Gong Kiai Pradah akan digelar pada 29 September 2023 mendatang.

Lantas dari mana Gong Kiai Pradah berasal? Kisah Gong Kiai Pradah tidak lepas dari cerita suksesi kekuasaan Kerajaan Mataram pada masa Sri Susuhunan Pakubuwono I (1704-1719).



Pakubuwono I yang bertahta di keraton Kartasura diketahui merupakan paman dari Amangkurat III. Secara silsilah, Pakubuwono I adalah putra Amangkurat I atau cucu Sultan Agung.

Pakubuwono I juga dikenal dengan nama Pangeran Puger atau Sunan Ngalaga. Ia memiliki seorang putra sulung bernama Pangeran Prabu. Dilansir dari buku Wali Berandal Tanah Jawa (2019), Pangeran Prabu merupakan anak dari garwa ampilan atau garwa ampeyan atau istri selir.

Saat memasuki usia akil baligh, Pangeran Prabu tengah disiapkan Pakubuwono I untuk naik tahta. Pangeran Prabu merasa bahagia. Ia pun mempersiapkan diri untuk menjemput takdirnya.

Namun harapan besarnya seketika padam begitu tersiar kabar, permaisuri kerajaan melahirkan seorang anak laki-laki. Bayi laki-laki yang lahir dari rahim permaisuri otomatis menduduki urutan pertama dalam deretan calon raja.

Pangeran Prabu gusar. Apalagi yang menggeser takdirnya hanyalah bayi yang baru saja dilahirkan.

“Karena Pangeran Prabu kesal dilangkahi oleh bayi, ia berencana merebut tahta,” demikian dikutip dari Wali Berandal Tanah Jawa.

Rencana Pangeran Prabu melakukan kudeta diketahui oleh Pakubuwono I dan berhasil digagalkan. Sebagai hukuman atas niat buruknya, pangeran dari istri selir itu dibuang ke Hutan Lodoyo Blitar.

Ia diminta membabat hutan untuk mendirikan permukiman baru. Pangeran Prabu ditemani istrinya, Putri Wandansari dan abdi setianya yang bernama Ki Amat Tariman.

Sebagai orang tua, Pakubuwono I merasa tidak tega. Di tanah buangan Hutan Lodoyo Blitar, Pangeran Prabu dibekali pusaka keramat Gong Kiai Pradah. Hal itu mengingat belantara Hutan Lodoyo terkenal dengan hewan buasnya, terutama harimau.

Orang Jawa biasa mengistilahkan jalma moro, jalmo mati, yakni siapa yang datang bakal mati. Tuah Gong Kiai Pradah diharapkan bisa melindungi Pangeran Prabu dari segala marabahaya yang datang.

“Ketika dibunyikan, akan melindungi sang pangeran dari serangan harimau ketika membabat hutan di tengah habitat harimau”.

Dalam versi lain, pusaka gong digambarkan sebagai tumbal yang harus dikubur di tanah kosong kawasan hutan. Tujuannya agar para bangsawan Mataram itu terlindung dari ancaman pohon tumbang dan kegarangan makhluk liar.

Konon, Pangeran Prabu kemudian menyerahkan Gong Kiai Pradah kepada istrinya untuk disimpan. Jika sang istri membutuhkan dia, maka sewaktu-waktu cukup dengan menabuhnya, dan Pangeran Prabu akan datang.

“Namun ketika gong ditabuh oleh istrinya, munculah seekor harimau putih”.

Gong Kiai Pradah juga dikenal dengan nama bende Kiai Bicak. Kiai Bicak merupakan pusaka milik Ki Ageng Selo yang dalam perjalanannya diwarisi cucunya, yakni Panembahan Senopati atau Danang Sutawijaya, pendiri Mataram Islam.

Dalam sejarahnya, Panembahan Senopati pernah memakai pusaka Kiai Bicak untuk mengkudeta kekuasaan Kerajaan Pajang.

Dalam pertempuran di kawasan Prambanan, Panembahan Senopati bersama orang-orang Mataram berhasil mengalahkan pasukan Pajang yang dipimpin langsung Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1999 seconds (0.1#10.140)