Yum Soemarsono: Bapak Helikopter Indonesia yang Belajar secara Autodidak

Minggu, 07 Mei 2017 - 05:01 WIB
Yum Soemarsono: Bapak Helikopter Indonesia yang Belajar secara Autodidak
Yum Soemarsono: Bapak Helikopter Indonesia yang Belajar secara Autodidak
A A A
Letnan Kolonel (pur) Yum Soemarsono yang lebih dikenal sebagai Bapak Helikopter Indonesia merupakan seorang tentara Angkatan Udara, ilmuwan, sekaligus penerbang. Pria kelahiran Soko, Purworejo, 10 Desember 1916 adalah satu-satunya orang Indonesia yang pernah mendesain, membuat, dan menerbangkan helikopter.

Masa kecil dilalui di Purworejo, sekolah MULO di Magelang, kemudian sekolah teknik di Bandung. Ketertarikan Yum Soemarsono pada pesawat terbang karena sejak kecil sering melihat pesawat terbang lalu-lalang di Lapangan Terbang Tidar, Magelang. Dia tidak banyak mengenyam pendidikan tinggi dan menekuni dunia helikopter secara mandiri alias autodidak.

Yum Soemarsono: Bapak Helikopter Indonesia yang Belajar secara Autodidak

Keterbatasan informasi tentang perkembangan teknologi helikopter saat itu sangat sukar diperoleh. Namun, tak putus asa dan mempelajari tentang teknologi dari lembaran stensilan karangan seorang ilmuwan Belanda, Ir Oyen pada 1940 tentang aerodinamika dan sebuah gambar dari majalah Popular Science bekas pada 1939.

Dengan pengetahuan aerodinamika seadanya, Yum Soemarsono dan teman-temannya berhasil merancang helikopter pertama yang diberi nama RI-H pada 1948. Dengan menggunakan mesin sepeda motor BMW 500 cc yang dapat menghasilkan tenaga 24 daya kuda pada 3.000 putaran per menit, pesawat helikopter RI-H menjadi kenyataan.

Namun helikopter ini tidak sempat diterbangkannya karena lokasi pembuatannya di Pangkalan Udara Maospati dibom Belanda saat Revolusi Kemerdekaan Indonesia 19 Desember 1948. Beruntung mesin BMW dan rotornya selamat, karena sebelumnya sudah dipreteli terlebih dahulu. Mesin inilah yang menjadi komponen utama helikopter kedua rancangan Yum Sumarsono.

Keahlian Yum Soemarsono yang sempat bekerja di Artellerie Constructie Winkel, sebuah bengkel militer di Surabaya, didengar oleh KSAU pertama Suryadarma. Yum Soemarsono pun dipilih menjadi ahli konstruksi Angkatan Udara. Saat itulah Yum bersama kawannya Soeharto dan Hatmodjo, bekerja sama membuat sebuah helikopter lagi.

Pada 1950, Yum Soemarsono, Soeharto dan Hatmodjo merancang Helikopter kedua yang diberi kode YSH, singkatan dari Yum, Soeharto, Hatmidji. Helikopter ini berhasil melayang setinggi 10 cm di lapangan Terbang Sekip Yogyakarta. Sayangnya helikopter YSH mengalami kerusakan akibat jatuh dari truk saat diangkut ke Lapangan Kalijati, Yogyakarta.

Atas prestasinya tersebut, pada 1951 Yum Soemarsono diberi beasiswa dari Hiller untuk belajar terbang di California, AS. Selain belajar menerbangkan helikopter, dia juga mengambil kursus desain helikopter di Stanford University. Di sini Beliau juga menunjukkan kepiawaian penghitungan desain rotor blade yang cuma berbeda satu inci dari rotor blade rancangan Wayne Wiesner, kepala biro desain Pabrik Hiller.

Akhirnya Yum Soemarsono merancang helikopter ketiganya pada 1954 dengan nama Seomarcopter. Helikopter ini berhasil terbang di ketinggian 3 meter sejauh 50 meter dengan mesin berdaya 60 pk. Penerbangan Helikopter ini disaksikan dan diawaki oleh Leonard Parish seorang Instruktur perusahaan Hiller Helicopter, Amerika Serikat. Pada 10 April 1954, Soermarkopter berhasil terangkat dari permukaan tanah setinggi 1 kaki. Pada 1955 Beliau kembali ke tanah air dengan mengantongi lisensi rating penerbang helikopter hiller, bell, sikorsky, dan Mi-4.

Namun, dia mengalami musibah pada Maret 1964 saat menguji coba helikopternya yang keempat dengan nama Kepik. Kecelakaan ini menyebabkan beliau kehilangan tangan kirinya dan sekaligus menewaskan asistennya, Dali. Nama Kepik adalah pemberian Presiden Republik Indonesia pertama, Sukarno.

Kehilangan tangan kirinya membuatnya menemukan suatu alat yang dinamakan throttle collective device untuk mengganti tangan kirinya yang putus, sehingga penerbang cacat masih mampu menerbangkan helikopter. Alat ini digunakan untuk mengangkat dan memutar collective, salah satu kemudi yang terletak pada sisi kiri penerbang.

Semula dinamakan throttle collective device hanya didesain untuk helikopter jenis Hiller, namun kemudian dikembangkannya untuk dipakai pada helikopter Bell 47G dan Bell 47J2A, hadiah dari Solichin GP. Pada Juni 1990 Beliau diundang ke Paris untuk mendemonstrasikan throttle collective device, lengan buatannya itu untuk menerbangkan helikopter BELL 47-G. Alat ini kemudian diminati oleh pabrik helikopter Bell di Amerika Serikat, namun tidak ada kejelasan mengenai pengembangan dan hak patennya. .

Puncak karier Yum Soemarsono adalah saat menjadi pilot helikopter pribadi Presiden Sukarno pada 1963. Dari tahun 1965 sampai tahun 1972 beliau bekerja sebagai pilot penyemprot hama tebu dan kelapa. Ketika berhasil memperbaiki dan menerbangkan kembali helikopter Bell 47-J-2A yang kemudian diberi nama Si Walet, nama Yum Soemarsono kembali dikenal publik.

Hingga akhir hidupnya, Yum Soemarsono tetap bergelut dengan helikopter dan masih menerbangkan Si Walet. Dia mengantongi 2.500 jam terbang dan pensiun dari TNI Agkatan Udara dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel.

Yum Soemarsono meninggal dunia pada 5 Maret 1999 di Bandung karena kanker yang menggerogoti paru-parunya. Yum Soemarsono, bersama Nurtanio Pringgoadisuryo, Wiweko Soepono, dan RJ Salatun, dikenal sebagai perintis kedirgantaraan di Indonesia. Nurtanio merintis pesawat bersayap tetap, sedangkan Yum Soemarsono adalah perintis di helikopter.

Sumber:
bio.or.id
blogpenemu.blogspot.com
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8206 seconds (0.1#10.140)