Sunan Ampel Bawa Kebudayaan Campa dalam Syiar Islam ke Majapahit

Rabu, 06 September 2023 - 13:32 WIB
loading...
Sunan Ampel Bawa Kebudayaan Campa dalam Syiar Islam ke Majapahit
Sunan Ampel menyebarkan agama Islam di Majapahit dan membawa budaya dari Campa. Syiar Sunan Ampel dari wilayah yang kini dikenal sebagai Kota Surabaya. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
SUNAN AMPELdikenal sebagai salah satu Wali Songo tertua yang dalam syiar Islam di Pulau Jawa. Perjalanan menyebarkan agama Islam dimulai Sunan Ampel dari wilayah yang kini dikenal sebagai Kota Surabaya, Jawa Timur.

Dalam catatan Sedjarah Regent Soerabaja, Sunan Ampel bahkan disebut-sebut sebagai bupati pertama Surabaya.



Setiba di Jawa, Sunan Ampel atau Raden Rahmat tidak hanya membawa ajaran Islam ke tengah masyarakat Majapahit yang sebagian besar memeluk Hindu, Budha dan Kapitayan. Sunan Ampel juga membawa kebudayaan Campa.

Sunan Ampel diketahui berasal dari Kerajaan Campa (sekarang Kamboja) di mana kedatangannya di Jawa beriringan dengan runtuhnya Campa akibat serangan Kerajaan Koci (Vietnam).



Terdapat sejumlah tradisi sosial di Jawa, khususnya Jawa Timur yang dipengaruhi Campa. Sebut saja soal panggilan orang tua perempuan. Orang-orang Campa memiliki kebiasaan memanggil ibu mereka dengan sebutan “mak”.

Panggilan “mak” atau “emak” itu kemudian dipakai masyarakat Surabaya dan sekitarnya, yakni mengganti sebutan “ina”, “ra ina”, atau “ibu” yang sebelumnya dipakai masyarakat Majapahit.



Panggilan “mak” juga berlaku di wilayah Mojokerto-Jombang hingga Kediri-Nganjuk yang kemungkinan disebarkan oleh Raden Abu Hurairah, sepupu Sunan Ampel yang bermukim di Mojoagung (Wirasaba).

Dalam perkembangannya, yakni dibawa oleh Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Raden Patah, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Jati, panggilan “mak” meluas di sepanjang Pantai utara Jawa hingga ke daerah Jawa Barat.

“Di daerah Surabaya dan sekitarnya, tempat Sunan Ampel penduduk memanggil ibunya dengan sebutan “mak”,” demikian dikutip dari buku Atlas Wali Songo (2016).

Begitu juga dalam menyebut orang-orang yang dianggap lebih tua. Orang-orang Campa biasa memakai sebutan “kak” atau “kang”, yakni sebagaimana kebiasaan yang dilakukan Sunan Ampel.

Sementara masyarakat Majapahit terbiasa menyebut orang yang lebih tua dengan sebutan “raka”.

Kemudian untuk memanggil orang yang lebih muda, Sunan Ampel terbiasa menyebut “adhy”. Panggilan “adhy” secara perlahan menggeser panggilan “rayi” yang biasa diucapkan masyarakat Majapahit.

“Orang-orang Campa menyebut anak laki-laki kecil dengan sebutan “kachoa” atau “kachong”, sedangkan orang Majapahit menyebut “rare”.

Kebudayaan Campa yang dibawa Sunan Ampel juga merambah ke wilayah kepercayaan terhadap alam gaib atau segala sesuatu yang bersifat tahayul atau mitos.

Soal makhluk halus, orang Majapahit mempercayai adanya makhluk-makhluk setengah dewa, yakni seperti yaksha, raksasa, gandarwa, butha, mahakala, hingga sang magawai kedhaton (arwah leluhur yang melindungi bumi dan keraton).

Semua itu kemudian beralih ke berbagai jenis makhluk halus seperti wewe, kuntilanak, gandarwa, pocong, tuyul, kalap, siluman, jin Islam, arwah penasaran dan hantu penunggu pohon yang menjadi tradisi kepercayaan orang-orang Campa.

Orang Campa juga percaya terhadap hitungan suara tokek, tabu mengambil padi di lumbung pada siang hari, menyebut harimau dengan sebutan “Yang” atau “Ong” yang bermakna kakek.

“Fakta sejarah kemudian menunjuk bahwa kepercayaan Campa itulah yang kemudian menjadi arus utama dari sistem kepercayaan penduduk muslim Jawa pasca Majapahit terhadap tahayul”.

Sebagai Wali Songo yang mula-mula, dalam syiar Islamnya Sunan Ampel terkenal memakai pendekatan persuasif, penuh kekeluargaan serta mengedepankan empati.

Ia tetap mempertahankan anasir Kapitayan di satu pihak, dan melakukan penetrasi sosio kultural religius secara kreatif terhadap masyarakat Hindu Budha Majapahit di sisi lain.

Sunan Ampel memasukkan tradisi keagamaan muslim Campa melalui pendekatan sufisme yang itu membuat ajaran Islam cepat diterima sekaligus diserap masyarakat Jawa.

Untuk memuluskan sekaligus meluaskan ajaran Islam, Sunan Ampel membentuk keluarga-keluarga muslim dalam suatu jaringan kekerabatan yang menjadi cikal bakal dakwah Islam di berbagai daerah.

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada 1401 Saka atau 1479 Masehi. Versi lain menyebut wafat pada angka tahun 1328 Saka atau 1406 Masehi dan dimakamkan di samping Masjid Agung Ampel Surabaya.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.6087 seconds (0.1#10.140)