Waspada Potensi Penularan COVID-19 Saat Idul Adha

Kamis, 30 Juli 2020 - 06:22 WIB
loading...
Waspada Potensi Penularan...
Penularan COVID-19 saat Idul Adha berpotensi besar terjadi. Interaksi warga dalam jumlah besar saat pelaksanaan salat Idul Adha perlu diwaspadai. Foto : SINDOnews/Ilustrasi
A A A
MAKASSAR - Penularan COVID-19 saat Idul Adha berpotensi besar terjadi. Interaksi warga dalam jumlah besar saat pelaksanaan salat Idul Adha perlu diwaspadai. Baca : Update COVID-19 di Sulsel: 9.251 Positif, 6.324 Sembuh dan 314 Meninggal

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulsel, Prof Syafri Kamsul Arif, mengatakan proteksi lebih dini harus dilakukan, lonjakan kasus pasca Idul Adha kemungkinan besar akan terjadi jika tak ada antisipasi pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat.

"Jadi lebaran Idul Adha ini memang punya potensi untuk bisa disitu ada transmisi masif antar komunitas. Ini perlu diantisipasi. Jadi tetap masyarakat tentunya melakukan ibadah salat Idul Adha dengan protokol kesehatan yang ditetapkan," papar Syafri kepada SINDOnews, kemarin.

Walaupun diimbau di masjid, kata Dia, pelaksanaan salat Idul Adha harus dipastikan ada protokol kesehatan. Disiplin memakai masker dan jaga jarak mestid dilakukan, disamping menyediakan fasilitas cuci tangan bagi para jamaah.

"Jadi saya kira potensi ada, cuma kan kita antisipasi dengan protkol kesehatan. Kuncinya disitu. Bahkan di Makassar inikan tidak dianjurkan dilakukan di lapangan. Jadi lebih di dalam masjid. Namun tetap ada protokol kesehatan yang ketat," urai dia.

Semua kabupaten/kota tanpa terkecuali harus mendorong kesadaran individu warganya menaati protokol kesehatan. Hal inipun berlaku bagi daerah-daerah yang dianggap zona hijau.

Kata Syafri, jika ada daerah yang memang dianggap masuk zona hijau, pelaksanaan salat Id bisa saja dilakukan lapangan. Meski di satu sisi diakui pengawasannya akan lebih sulit. Mesti mengontrol massa yang lebih besar. Dibanding masjid, yang cakupannya dinilai masih bisa dikontrol.

"Kalau misalnya (salat Id) di lapangan, kalau bisa dijamin ada physical distancing, bisa dijamin protokol kesehatan ketat jalan, yang zona hijau ya, kenapa tidak? Cuma yah itu, tetap kesadaran individu dijaga untuk protokol kesehatan," beber dia.

Direktur Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin (Unhas) ini mengaku, pencegahan penularan COVID-19 saat ini hanya bisa dilakukan lewat penerapan protokol kesehatan. Kesadaran individu sangat diperlukan dalam aktivitasnya agar disiplin memakai masker, rajin cuci tangan, dan jaga jarak.

Syafri mengungkapkan, masih adanya kasus penularan COVID-19 di Sulsel, karena masih adanya warga yang tidak taat protokol kesehatan. Tingkat kepatuhan masih rendah. Jika hal ini terus berlanjut, puncak pandemi COVID-19 bakal sulit diprediksi. Baca Juga : Kasus Positif COVID-19 di Kabupaten Luwu Timur Bertambah 21

"Nah, puncak pandemi itu kita belum bisa prediksi. Karena kasus kita kelihatan masih ada laju insidensi yang masih tinggi, walaupun saat ini tidak lagi seperti pernah sewaktu di atas 200. Kita juga masih pada posisi belum signifikan turun. Makanya kita harus lebih ketat lagi. Itu kuncinya," tegasnya.

Data Gugus Tugas COVID-19 Sulsel, dilaporkan masih ada penambahan kasus positif baru sebanyak 131 orang, kemarin. Kemudian disusul dengan penambahan pasien sembuh sebanyak 38 orang, lalu bertambah 3 orang yang dinyatakan meninggal.

Penambahan kasus terkonfirmasi positif COVID-19 itu tersebar di Kota Makassar sebanyak 76 orang, Luwu Timur 22, Gowa 10, dan Sidrap 5. Lalu Kabupaten Luwu dan Pangkep masing-masing penambahan 3 kasus. Selanjutnya di Kabupaten Tana Toraja ada penambahan 2 kasus positif. Sementara Bone, Bulukumba, Luwu Utara, dan Toraja Utara masing-masing berkontribusi penambahan satu kasus positif baru.

Dengan begitu, hingga per tanggal 29 Juli 2020, akumulasi kasus positif COVID-19 di Sulsel tercatat 9.249 orang. Dimana 6.324 diantaranya telah dinyatakan sembuh, dan 314 orang meninggal. Sementara 2.611 orang lainnya masih sementara dirawat.

Syafri menuturkan, masih adanya kemunculan kasus COVID-19, karena tranmisi virus antar komunitas masih terjadi. Itupun karena kontribusi tidak jalannya protokol kesehatan yang baik antar individu dalam suatu komunitas. "Jadi masyarakat belum sadar dan patuh sepenuhnya bahwa ini masalah individu, kesadaran, sehingga transmisi masih ada terus," tambahnya.

Untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan warga, Syafri menyebut perlu ada pengawasan dan sanksi yang membarenginya. Semua daerah, harus kompak. Misalnya, Kota Makassar sebagai episentrum utama COVID-19 Sulsel dengan kebijakan pembatasan pergerakan lintas wilayah, harus juga didukung dengan kabupaten/kota tetangganya.

Dia optimistis, jika semua warga secara sadar mengambil peran melaksanakan protokol kesehatan pencegahan COVID-19, maka akan memberi dampak pada melandainya kasus COVID-19. Puncak pandemi akan kelihatan dalam waktu dekat.

"Kita punya prediksi (puncak pandemi) awalnya kan Juli-Agustus. Tapi kalau melihat kondisi masyarakat yang masih banyak belum mengikuti protokol kesehatan, itu bisa memanjang waktunya. Jadi sangat tergantung dari kesadaran individu," jelas Syafri. Baca Lagi : Aktivitas di Pasar Meningkat, Protokol Kesehatan Harus Diperketat
(sri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1517 seconds (0.1#10.140)