Kisah Pernikahan Megah Penguasa Majapahit Ratu Tribuwana Wijayatunggadewi
loading...
A
A
A
Tribhuwana Wijayatunggadewi resmi naik takhta menjadi raja di Majapahit usai Jayanagara mati di tangan Ra Tanca. Tribhuwana Wijayatunggadewi yang masih anak dari Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit hasil pernikahannya dengan Gayatri Rajapatni.
Dia mulai memerintah menjadi raja perempuan pertama di Kerajaan Majapahit. Penobatannya sebagai raja membuatnya terkejut. Ia bahkan tak menyangka mendapat jabatan yang mentereng kala itu.
Apalagi Majapahit memiliki cita-cita untuk memperluas pengaruh di Pulau Jawa. Tetapi layaknya seorang putri yang lahir dari orang tua bangsawan Jawa, ia tetap menjaga sikap.
Earl Drake pada “Gayatri Rajapatni: Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit” mengisahkan bagaimana Tribhuwana dari seorang gadis yang anggun, pandai membawa diri, ramah, dan tenang, menjadi penguasa Majapahit.
Tingkah lakunya tak pernah gegabah dalam menampilkan perasaan suka cita maupun kekalutan yang tiba-tiba hadir dalam kehidupannya akibat kejadian di atas.
Penahbisan dan penobatan Tribhuwana sebagai ratu, dan juga upacara perkawinannya, digelar sesuai dengan tampilan dan upacara tradisional yang megah, dengan sedikit penyesuaian protokoler, agar statusnya sebagai penguasa perempuan tetap terlihat.
Setahun kemudian, pernikahan adik Tribhuwana, Rajadewi Maharajasa pun digelar tanpa kesulitan berarti karena ia bukan kepala negara.
Gayatri lega karena pihak kerajaan maupun khalayak pada umumnya menyambut hangat pengangkatan sang ratu muda.
Setelah beberapa dasawarsa hidup dengan konflik dan pemberontakan yang memakan banyak korban di kedua belah pihak, semua orang merasa lelah.
Khalayak menyambut kesempatan ini untuk membuka lembaran baru serta bersatu-padu mendukung pasangan rupawan kerajaan, yang melambangkan sebuah awalan baru dan kesatuan cita-cita nasional yang telah lama dinanti.
Tapi bagaimanapun Gayatri masih dalam rasa penyesalannya usai merencanakan pembunuhan ke Jayanagara. Kendati ia melakukan hal itu karena melindungi anak-anaknya dan keuntungan pribadinya.
Namun, berkat pertimbangan Gajah Mada, semua peralihan kekuasaan berjalan dengan lancar, kendati diiringi pertumpahan darah.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
Dia mulai memerintah menjadi raja perempuan pertama di Kerajaan Majapahit. Penobatannya sebagai raja membuatnya terkejut. Ia bahkan tak menyangka mendapat jabatan yang mentereng kala itu.
Apalagi Majapahit memiliki cita-cita untuk memperluas pengaruh di Pulau Jawa. Tetapi layaknya seorang putri yang lahir dari orang tua bangsawan Jawa, ia tetap menjaga sikap.
Earl Drake pada “Gayatri Rajapatni: Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit” mengisahkan bagaimana Tribhuwana dari seorang gadis yang anggun, pandai membawa diri, ramah, dan tenang, menjadi penguasa Majapahit.
Tingkah lakunya tak pernah gegabah dalam menampilkan perasaan suka cita maupun kekalutan yang tiba-tiba hadir dalam kehidupannya akibat kejadian di atas.
Penahbisan dan penobatan Tribhuwana sebagai ratu, dan juga upacara perkawinannya, digelar sesuai dengan tampilan dan upacara tradisional yang megah, dengan sedikit penyesuaian protokoler, agar statusnya sebagai penguasa perempuan tetap terlihat.
Setahun kemudian, pernikahan adik Tribhuwana, Rajadewi Maharajasa pun digelar tanpa kesulitan berarti karena ia bukan kepala negara.
Gayatri lega karena pihak kerajaan maupun khalayak pada umumnya menyambut hangat pengangkatan sang ratu muda.
Setelah beberapa dasawarsa hidup dengan konflik dan pemberontakan yang memakan banyak korban di kedua belah pihak, semua orang merasa lelah.
Khalayak menyambut kesempatan ini untuk membuka lembaran baru serta bersatu-padu mendukung pasangan rupawan kerajaan, yang melambangkan sebuah awalan baru dan kesatuan cita-cita nasional yang telah lama dinanti.
Tapi bagaimanapun Gayatri masih dalam rasa penyesalannya usai merencanakan pembunuhan ke Jayanagara. Kendati ia melakukan hal itu karena melindungi anak-anaknya dan keuntungan pribadinya.
Namun, berkat pertimbangan Gajah Mada, semua peralihan kekuasaan berjalan dengan lancar, kendati diiringi pertumpahan darah.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
(ams)