Apa Itu Malam 1 Suro yang Dianggap Sakral dan Keramat? Ini Pengertian dan Sejarahnya
loading...
A
A
A
MALAM 1 Suro bagi masyarakat Jawa dianggap sebagai hari sakral dan keramat. Malam satu Suro jatuh bertepatan dengan 1 Muharram atau Tahun Baru Islam. Berdasarkan Kalender Jawa, malam 1 Suro tahun ini akan jatuh pada 19 Juli 2023.
Ada banyak tradisi dan ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk memperingati malam satu Suro. Beberapa di antaranya seperti tirakat, selametan, ziarah kubur dan sesaji.
Keistimewaan malam satu Suro adalah kebersamaan dengan perayaan Tahun Baru Islam 1 Muharram. Maka dari itu, nama kalender Jawa pun kemudian disesuaikan dengan nama-nama bulan dalam tahun Hijriyah.
Melansir buku 'Adiluhung' terbitan Danista Perdana, perayaan malam satu Suro pada masyarakat Jawa di Surakarta (Solo) dilakukan dengan membawa kebo bule (kerbau putih) dengan cara arakan kirab.
Kebo bule menjadi salah satu daya tarik bagi warga yang menyaksikan perayaan malam satu suro. Kerbau bule bule memang bukan sembarang kerbau, kerbau tersebut merupakan hewan klangenan atau kesayangan dari Paku Buwono II.
Dalam kirab satu Suro tersebut, orang-orang akan saling berdesakan untuk berebut kotoran kerbau. Mereka menganggap jika kotorannya akan membawa keberkahan dan keselamatan.
Berbeda dengan Solo, di Yogyakarta merayakan malam satu Suro biasanya identik dengan membawa keris dan benda-benda pusaka sebagai bagian dari iring-iringan kirabnya.
Meskipun berbeda dalam rangkaian perayaannya, masing-masing wilayah tentunya memiliki tujuan yang sama, yakni adanya ketentraman batin dan keselamatan. Karenanya, pada malam satu Suro selalu diselingi ritual pembacaan doa dari semua masyarakat yang hadir untuk merayakannya.
Pengertian Malam Satu Suro
Malam satu Suro merupakan perwujudan akulturasi dalam sistem kalender. Oleh karenanya, pada malam tersebut terdapat tradisi atau kegiatan khusus yang dilaksanakan oleh masyarakat jawa sebagai agenda rutinan setiap tahunnya.Ada banyak tradisi dan ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk memperingati malam satu Suro. Beberapa di antaranya seperti tirakat, selametan, ziarah kubur dan sesaji.
Sejarah Malam Satu Suro
Malam satu Suro merupakan salah satu warisan budaya dari leluhur masyarakat Jawa. Dikutip dari buku 'Sejarah' terbitan Yudhistira, kalender baru itu mulai berlaku pada tanggal 8 Juli 1633 bertepatan dengan 1 Muharram 1403 H.Keistimewaan malam satu Suro adalah kebersamaan dengan perayaan Tahun Baru Islam 1 Muharram. Maka dari itu, nama kalender Jawa pun kemudian disesuaikan dengan nama-nama bulan dalam tahun Hijriyah.
Melansir buku 'Adiluhung' terbitan Danista Perdana, perayaan malam satu Suro pada masyarakat Jawa di Surakarta (Solo) dilakukan dengan membawa kebo bule (kerbau putih) dengan cara arakan kirab.
Kebo bule menjadi salah satu daya tarik bagi warga yang menyaksikan perayaan malam satu suro. Kerbau bule bule memang bukan sembarang kerbau, kerbau tersebut merupakan hewan klangenan atau kesayangan dari Paku Buwono II.
Dalam kirab satu Suro tersebut, orang-orang akan saling berdesakan untuk berebut kotoran kerbau. Mereka menganggap jika kotorannya akan membawa keberkahan dan keselamatan.
Berbeda dengan Solo, di Yogyakarta merayakan malam satu Suro biasanya identik dengan membawa keris dan benda-benda pusaka sebagai bagian dari iring-iringan kirabnya.
Meskipun berbeda dalam rangkaian perayaannya, masing-masing wilayah tentunya memiliki tujuan yang sama, yakni adanya ketentraman batin dan keselamatan. Karenanya, pada malam satu Suro selalu diselingi ritual pembacaan doa dari semua masyarakat yang hadir untuk merayakannya.
(shf)