Tok! Pimpinan Ponpes yang Cabuli Santri di Muaro Jambi Divonis 11 Tahun
loading...
A
A
A
MUARO JAMBI - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengeti Muaro Jambi menjatuhkan vonis 11 tahun penjara kepada terdakwa Abdul Aziz dan denda Rp100 juta. Dia terbukti bersalah melakukan perbuatan cabul terhadap santrinya dari tahun 2019 hingga 2020.
“Mengadili, memutuskan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan penjara,” tegas Majelis Hakim Ketua Fitria Septriana didampingi hakim anggota Gabrielase dan Ryan, Rabu (6/7/2023).
Tidak hanya itu, pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda di Sungai Gelam, Kabupaten Muarojambi, Jambi tersebut, kata Fitria, tidak ada satupun keterangan saksi yang meringankan terdakwa diterima oleh pengadilan.
”Ada banyak hal yang memberatkan terdakwa. Karena dia adalah orang tua, pendidik, tokoh agama, tokoh masyarakat dan individu terkenal. Korban saat itu berusia 16 tahun,” ungkapnya.
Dalam amar putusan tersebut, lebih tinggi satu tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya 10 tahun.Ayah korban, Annan mengaku masih belum puas dengan vonis yang dijatuhkan majelis hakim.
”Putusan tersebut masih kurang berat, karena ancaman maksimalnya 14 tahun penjara,” ujarnya.
Karena, tidak sesuai dengan risiko yang dialami anak yang trauma berat. Terus masa depannya kayak gimana. ”Saya berharap dinas pemberdayaan perempuan dan anak terus melakukan rehabilitasi anak kami supaya masa depannya lebih baik lagi,” ujar Annan.
Sementara paman korban, Habib berharap ada penyegaran di pondok pesantren tersebut. ”Bidang pendidikan tetap harus dimajukan, jangan ada di lingkungan pesantren yang pemikirannya seperti itu,” imbuhnya.
“Mengadili, memutuskan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan penjara,” tegas Majelis Hakim Ketua Fitria Septriana didampingi hakim anggota Gabrielase dan Ryan, Rabu (6/7/2023).
Tidak hanya itu, pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda di Sungai Gelam, Kabupaten Muarojambi, Jambi tersebut, kata Fitria, tidak ada satupun keterangan saksi yang meringankan terdakwa diterima oleh pengadilan.
”Ada banyak hal yang memberatkan terdakwa. Karena dia adalah orang tua, pendidik, tokoh agama, tokoh masyarakat dan individu terkenal. Korban saat itu berusia 16 tahun,” ungkapnya.
Dalam amar putusan tersebut, lebih tinggi satu tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya 10 tahun.Ayah korban, Annan mengaku masih belum puas dengan vonis yang dijatuhkan majelis hakim.
”Putusan tersebut masih kurang berat, karena ancaman maksimalnya 14 tahun penjara,” ujarnya.
Karena, tidak sesuai dengan risiko yang dialami anak yang trauma berat. Terus masa depannya kayak gimana. ”Saya berharap dinas pemberdayaan perempuan dan anak terus melakukan rehabilitasi anak kami supaya masa depannya lebih baik lagi,” ujar Annan.
Sementara paman korban, Habib berharap ada penyegaran di pondok pesantren tersebut. ”Bidang pendidikan tetap harus dimajukan, jangan ada di lingkungan pesantren yang pemikirannya seperti itu,” imbuhnya.
(ams)