Terancam Kehilangan Mata Pencaharian, Petani Tembakau di Lombok Kritisi RUU Kesehatan

Rabu, 31 Mei 2023 - 21:56 WIB
loading...
Terancam Kehilangan Mata Pencaharian, Petani Tembakau di Lombok Kritisi RUU Kesehatan
Munculnya wacana penyamaan regulasi tembakau dalam kategori yang serupa dengan zat adiktif lain seperti narkotika pada RUU Kesehatan menimbulkan keresahan. Foto/Dok.SINDOnews
A A A
MATARAM - Munculnya wacana penyamaan regulasi yang memasukkan tembakau dalam kategori yang serupa dengan zat adiktif lain seperti narkotika pada RUU Kesehatan menimbulkan keresahan banyak pihak. Hal itu lantaran tembakau bukan hanya menjadi salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi akan tetapi juga memiliki nilai historis yang lebih tua dari usia negara ini sendiri.

Angka kontribusi penerimaan negara dari cukai IHT terbilang besar, yakni hampir menyentuh Rp200 triliun pada 2022. Kontribusi tersebut tentunya juga memberikan efek berganda pada kehidupan petani tembakau di Indonesia.



Di beberapa daerah, tembakau adalah komoditas unggul dan telah menjadi mata pencaharian petani di kawasan tersebut secara turun temurun. Salah satu petani tembakau di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Sahminuddin mengatakan bahwa menanam tembakau sudah menjadi budaya yang umumnya diturunkan dari orang tua mereka.

Menurutnya, mengganti kebiasaan tersebut dengan menanam tanaman lain akan sangat sulit. Apalagi lahan yang mereka miliki hanya cocok untuk tanaman tembakau.

"Selama ini di daerah (petani tembakau), tembakau merupakan komoditas yang nilai ekonomisnya paling tinggi dibandingkan dengan komoditas pertanian atau komoditas perkebunan. Keahlian, modal, dan lain-lain sudah terbentuk sedemikian rupa di diri petani tembakau. Lalu kalau masalah ini mau diganti tidak bisa serta merta. Kalau mereka diminta dialihkan ke komoditas lain, apakah ada jaminan pasar?” ujar Sahminuddin, Rabu (31/5/2023).

Pernyataan tersebut diperkuat oleh peneliti kebijakan publik dari IPB University, Sofyan Syaf dalam kesempatan terpisah. Sektor tembakau telah menjadi andalan bagi banyak petani dan masyarakat lokal, sehingga dampaknya akan sangat signifikan apabila sektor tersebut dilemahkan.



“Ada sekitar 2,7 juta jiwa yang bergantung kepada sektor tembakau ini. Kemudian, kalau kita lihat perputaran uang per tahunnya itu sampai Rp9,2 triliun di tingkat petani. Bayangkan kalau kemudian diksi pasal zat adiktif itu hadir, maka habis petani yang kemudian bergantung pada tembakau. Sebanyak Rp9,2 triliun perputaran uang per tahunnya, itu sangat tinggi sekali, yang dari mana negara harus menggantinya?” ujar Dr. Sofyan dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk Mengkaji Lebih Dalam Zat Adiktif di RUU Kesehatan.

Lebih Untung Secara Ekonomis

Sebagaimana diungkapkan Sahminuddin, tanaman tembakau punya daya saing yang lebih tinggi secara ekonomis dibandingkan dengan komoditas pertanian atau perkebunan lain. Selain itu, tembakau menjadi komoditas unggulan para petani di daerah yang kering atau ketika musim kemarau tiba, di saat tanaman pangan tidak mampu bertahan hidup.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengungkapkan bahwa gagasan pengalihan petani tembakau untuk menanam tanaman pangan tidak semudah yang dibayangkan. Sebab, selain permasalahan pada konversi lahan, terdapat masalah yang lebih krusial, yakni terkait insentif petani.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1951 seconds (0.1#10.140)