Karamah Syaikh Abdussomad, Berwudu di Sungai tapi Tak Basah Sama Sekali

Senin, 22 Mei 2023 - 09:37 WIB
loading...
Karamah Syaikh Abdussomad, Berwudu di Sungai tapi Tak Basah Sama Sekali
Makam Syaikh Abdussomad. Foto/Ist.
A A A
"Pada saat orang sedang rebut membicarakan kejadian yang baru terjadi, tiba-tiba Datu Sanggul muncul di atas air dan berjalan di atas dengan pakaian tidak basah. Dia berjalan seperti orang berjalan di darat saja. Semua orang heran. Mereka heran Datu Sanggul tenggelam di dalam air tidak basah, bahkan berjalan di atas air tidak tenggelam. Pada saat orang terheran-heran itulah bilal mengumandangkan suara azannya dan orang masuk ke dalam masjid,".



Sepenggal kisah karomah Datu Sanggul tersebut, dituliskan Agus Yulianto, dalam karya tulisnya yang berjudul "Unsur Keramat dalam Legenda Datu-datu di Kalimantan Selatan," yang diterbitkan Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan.



Dalam tulisannya, Agus Yulianto juga menyebutkan, keramat atau karamah Datu Sanggul yang tidak basah saat tenggelam di air, dan dapat berjalan di atas air tanpa tenggelam tersebut, membuat masyarakat di sekitar tempat tinggalnya baru menyadari bahwa Datu Sanggul seorang wali.



Datu Sanggul, memiliki nama asli Syekh Muhammad Abdussomad atau juga dikenal dengan nama Abdus Shamad. Dalam tulisannya, Agus Yulianto menyebutkan, Datu Sanggul sudah berguru di banyak daerah di Indonesia seperti di Banten, hingga ke Palembang.

"Akan tetapi, Datu Sanggul belum merasa puas terhadap ilmu yang diperolehnya. Berdasarkan bisikan gaib yang diterimanya, Datu Sanggul mendapat petunjuk untuk menuntut ilmu kepada Datu Suban yang berada di Borneo (Kalimantan)," demikian dikutip dari tulisan berjudul "Unsur Keramat dalam Legenda Datu-datu di Kalimantan Selatan,".

Keilmuan Datu Sanggul semakin tinggi, setelah berguru pada Datu Suban. Bahkan, Datu Sanggul menjadi orang yang sangat memahami hakikat diri dan Tuhan. Dengan demikian, Datu Sanggul telah menjadi seorang waliyullah atau wali Allah SWT.

Dikisahkan juga, salah satu karomah Abdussomad yang diberikan Allah SWT kepadanya, adalah saat menceburkan diri ke air sungai untuk berwudhu namun badannya tidak basah kecuali yang wajib wudhu. Yang lainnya seperti baju, sarung dan sajadah tidak basah.

Datu Sanggul yang hidup sekitar abad 18 Masehi, dikenal sebagai ulama besar di wilayah Tatakan, Tapin Selatan, Tapin. Dia menyebarkan Islam di wilayah Kalimantan Selatan. Banyak yang menyebut Datu Sanggul berasal dari Aceh, ada juga yang menyebut asalnya dari Palembang, Sumatera Selatan, sehingga dia juga disebut sebagai Syekh Abdussamad Al Palembangi.



Datu Sanggul berangkat ke Kalimantan, untuk berguru kepada Datu Suban yang bermukim di Tatakan, Kalimantan, berawal dari mimpinya. Setelah mendapat restu dari ibunya, dia berlayar ke Kalimantan melalui Selat Bangka Belitung dan Kota Banjarmasin hingga tiba di Kampung Muning, Pantai Munggutayuh Tiwadak Gumpa Rantau Tapin, Kalimantan Selatan, pada 1750.

Ada juga menyebutkan, bahwa Datu Sanggul merupakan keturunan Dayak Bekumpai dari ibu yang bernama Samayah binti Sumandi. Di mana Samayah binti Sumandi dinikahi anak Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari yang bernama Mufti Jamaluddin. Setelah berguru kebeberapa ulama kharismatik dia kemudian berguru ke Datu Suban di Tapin.

Datu Sanggul adalah satu-satunya murid yang dipercaya oleh Datu Suban, untuk menerima kitab yang terkenal dengan sebutan Kitab Barincong. Berkat mengamalkan ilmu yang dia peroleh baik dari guru ataupun dari Kitab Barencong Datu Sanggul mendapatkan karomah dari Allah SWT, diantaranya kalau salat Jumat selalu di Masjidil Al-Haram Mekkah.

Karena seringnya salat Jumat di Masjidil Haram, Makkah, maka Muhammad Abdussomad pun dapat berkenalan dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang sedang menuntut ilmu di Tanah suci Makkah.

Disebutkan juga, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang menjadi saksi kepada warga Banjar jika Muhammad Abdussomad setiap Jumat salat di Masjidil Haram. Hal ini disampaikan Muhammad Arsyad kepada warga Banjar setelah dia selesai menuntut ilmu di Mekkah. Muhammad Arsyad ingin menemui sahabat sekaligus gurunya di Tatakan, tetapi sayang, setelah sampai di Tatakan, Datu Sanggul sudah berpulang ke Rahmatullah.



Sebelumnya pada waktu itu di Kerajaan Banjar diterapkan Syariat Agama Islam, sehingga diwajibkan bagi warga laki-laki yang sudah aqil balik atau sudah dewasa pada hari Jumat untuk melaksanakan salat di masjid. Jika tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan didenda.

Karenakan setiap Jumat Abdussomad selalu salat di Masjidil Haram, maka setiap minggu dia harus membayar denda kepada kerajaan. Akibat seringnya membayar denda, hingga harta yang tertinggal cuma kuantan dan landai (alat untuk memasak nasi dan sayuran). Akhirnya setelah didesak oleh istrinya, karena tidak ada lagi barang yang bisa dipakai untuk membayar denda, dia berjanji untuk melaksanakan salat Jumat di Masjid kampungnya.

Kisah Datu Sanggul sering salat Jumat di Mekah atau Madinah tersebut, juga dituliskan Agus Yulianto dalam "Unsur Keramat dalam Legenda Datu-datu di Kalimantan Selatan,". "Karomah yang telah dimiliki oleh Datu Sanggul adalah beliau dalam melakukan kewajiban salat Jumat tidak di kampungnya sendiri, Desa Tatakan, melainkan langsung ke Mekah atau Madinah," tulis Agus Yulianto.

Penyematan nama Datu Sanggul sendiri, dalam salah satu riwayat disebutkan, karena ketekunannya dalam mentaati perintah gurunya dalam khalwat khusus yang sama artinya dengan "menyanggul" atau menunggu (turunnya) ilmu dari Allah SWT.

Ada juga yang mengatakan, dia sering menyanggul (bahasa lokal) atau menghadang pasukan tentara Belanda, di perbatasan Kampung Muning, sehingga tentara Belanda kocar-kacir dibuatnya. Versi lainnya lagi menyebutkan, gelar Datu Sanggul itu diberikan karena kegemaran dia menyanggul (berburu) binatang rusa, dengan menggunakan sumpit. Penamaan Datu Sanggul ini, juga ada yang menyebutkan, karena rambutnya yang panjang dan selalu disanggul (digelung).

Bac juga: Mobil Terjun ke Sungai Akibat Jembatan Putus, 7 Selamat dan 2 Hilang

Datu Sanggul juga dikenal sebagai Datu Muning yang aktif berdakwah di daerah bagian selatan Banjarmasin (Rantau dan sekitarnya). Dia giat mengusahakan atau memberi tiang-tiang kayu besi bagi orang-orang yang mendirikan masjid, sehingga pokok kayu ulin besar bekas tebangan Datu Sanggul di Kampung Pungguh (Kabupaten Barito Utara) dan pancangan tiang ulin di pedalaman Kampung Dayak Batung (Kabupaten Hulu Sungai Selatan).

Salah satu karya spektakulernya yang masih dikenang hingga kini adalah membuat tatalan atau tatakan kayu menjadi soko guru masjid Desa Tatakan, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga ketika membuat soko guru dari tatalan kayu untuk Masjid Demak.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1998 seconds (0.1#10.140)