Karamah Syaikh Abdussomad, Berwudu di Sungai tapi Tak Basah Sama Sekali
loading...
A
A
A
Datu Sanggul yang hidup sekitar abad 18 Masehi, dikenal sebagai ulama besar di wilayah Tatakan, Tapin Selatan, Tapin. Dia menyebarkan Islam di wilayah Kalimantan Selatan. Banyak yang menyebut Datu Sanggul berasal dari Aceh, ada juga yang menyebut asalnya dari Palembang, Sumatera Selatan, sehingga dia juga disebut sebagai Syekh Abdussamad Al Palembangi.
Datu Sanggul berangkat ke Kalimantan, untuk berguru kepada Datu Suban yang bermukim di Tatakan, Kalimantan, berawal dari mimpinya. Setelah mendapat restu dari ibunya, dia berlayar ke Kalimantan melalui Selat Bangka Belitung dan Kota Banjarmasin hingga tiba di Kampung Muning, Pantai Munggutayuh Tiwadak Gumpa Rantau Tapin, Kalimantan Selatan, pada 1750.
Ada juga menyebutkan, bahwa Datu Sanggul merupakan keturunan Dayak Bekumpai dari ibu yang bernama Samayah binti Sumandi. Di mana Samayah binti Sumandi dinikahi anak Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari yang bernama Mufti Jamaluddin. Setelah berguru kebeberapa ulama kharismatik dia kemudian berguru ke Datu Suban di Tapin.
Datu Sanggul adalah satu-satunya murid yang dipercaya oleh Datu Suban, untuk menerima kitab yang terkenal dengan sebutan Kitab Barincong. Berkat mengamalkan ilmu yang dia peroleh baik dari guru ataupun dari Kitab Barencong Datu Sanggul mendapatkan karomah dari Allah SWT, diantaranya kalau salat Jumat selalu di Masjidil Al-Haram Mekkah.
Karena seringnya salat Jumat di Masjidil Haram, Makkah, maka Muhammad Abdussomad pun dapat berkenalan dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang sedang menuntut ilmu di Tanah suci Makkah.
Disebutkan juga, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang menjadi saksi kepada warga Banjar jika Muhammad Abdussomad setiap Jumat salat di Masjidil Haram. Hal ini disampaikan Muhammad Arsyad kepada warga Banjar setelah dia selesai menuntut ilmu di Mekkah. Muhammad Arsyad ingin menemui sahabat sekaligus gurunya di Tatakan, tetapi sayang, setelah sampai di Tatakan, Datu Sanggul sudah berpulang ke Rahmatullah.
Sebelumnya pada waktu itu di Kerajaan Banjar diterapkan Syariat Agama Islam, sehingga diwajibkan bagi warga laki-laki yang sudah aqil balik atau sudah dewasa pada hari Jumat untuk melaksanakan salat di masjid. Jika tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan didenda.
Karenakan setiap Jumat Abdussomad selalu salat di Masjidil Haram, maka setiap minggu dia harus membayar denda kepada kerajaan. Akibat seringnya membayar denda, hingga harta yang tertinggal cuma kuantan dan landai (alat untuk memasak nasi dan sayuran). Akhirnya setelah didesak oleh istrinya, karena tidak ada lagi barang yang bisa dipakai untuk membayar denda, dia berjanji untuk melaksanakan salat Jumat di Masjid kampungnya.
Datu Sanggul berangkat ke Kalimantan, untuk berguru kepada Datu Suban yang bermukim di Tatakan, Kalimantan, berawal dari mimpinya. Setelah mendapat restu dari ibunya, dia berlayar ke Kalimantan melalui Selat Bangka Belitung dan Kota Banjarmasin hingga tiba di Kampung Muning, Pantai Munggutayuh Tiwadak Gumpa Rantau Tapin, Kalimantan Selatan, pada 1750.
Ada juga menyebutkan, bahwa Datu Sanggul merupakan keturunan Dayak Bekumpai dari ibu yang bernama Samayah binti Sumandi. Di mana Samayah binti Sumandi dinikahi anak Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari yang bernama Mufti Jamaluddin. Setelah berguru kebeberapa ulama kharismatik dia kemudian berguru ke Datu Suban di Tapin.
Datu Sanggul adalah satu-satunya murid yang dipercaya oleh Datu Suban, untuk menerima kitab yang terkenal dengan sebutan Kitab Barincong. Berkat mengamalkan ilmu yang dia peroleh baik dari guru ataupun dari Kitab Barencong Datu Sanggul mendapatkan karomah dari Allah SWT, diantaranya kalau salat Jumat selalu di Masjidil Al-Haram Mekkah.
Karena seringnya salat Jumat di Masjidil Haram, Makkah, maka Muhammad Abdussomad pun dapat berkenalan dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang sedang menuntut ilmu di Tanah suci Makkah.
Disebutkan juga, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang menjadi saksi kepada warga Banjar jika Muhammad Abdussomad setiap Jumat salat di Masjidil Haram. Hal ini disampaikan Muhammad Arsyad kepada warga Banjar setelah dia selesai menuntut ilmu di Mekkah. Muhammad Arsyad ingin menemui sahabat sekaligus gurunya di Tatakan, tetapi sayang, setelah sampai di Tatakan, Datu Sanggul sudah berpulang ke Rahmatullah.
Sebelumnya pada waktu itu di Kerajaan Banjar diterapkan Syariat Agama Islam, sehingga diwajibkan bagi warga laki-laki yang sudah aqil balik atau sudah dewasa pada hari Jumat untuk melaksanakan salat di masjid. Jika tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan didenda.
Karenakan setiap Jumat Abdussomad selalu salat di Masjidil Haram, maka setiap minggu dia harus membayar denda kepada kerajaan. Akibat seringnya membayar denda, hingga harta yang tertinggal cuma kuantan dan landai (alat untuk memasak nasi dan sayuran). Akhirnya setelah didesak oleh istrinya, karena tidak ada lagi barang yang bisa dipakai untuk membayar denda, dia berjanji untuk melaksanakan salat Jumat di Masjid kampungnya.