Sampah di Bandung Raya Menumpuk, Waketum Perindo Ferry Kurnia: Perlu Ubah Tata Kelola Penanganan
loading...
A
A
A
BANDUNG - Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai perlu ada upaya serius untuk menangani permasalahan sampah di Bandung Raya. Saat ini pembuangan sampah di Bandung Raya hanya mengandalkan TPA Sarimukti yang sudah overload.
Menurut dia, menumpuknya sampah di beberapa titik di Kota Bandung-Cimahi didasari melonjaknya kapasitas volume TPA Sarimukti hingga 15 juta ton. Padahal seyogyanya lahan 25 hektare (ha) tersebut hanya mampu menampung 2 ton per hari.
Baca juga: Pesantren Politik Pemuda Perindo, Ferry Kurnia: Hindari Politik Uang!
“Perlu upaya serius dari seluruh pihak terkait permasalahan sampah khususnya di Bandung Raya. Pemerintah perlu segera mengubah tata kelola sampah. Dari yang terbiasa dengan sistem kumpul-angkut-buang dari hulu ke hilir menjadi sistem yang lebih ringan di tingkat hilir, yaitu melakukan penanganan sampah yang lebih ekstra dari sumbernya. Upaya-upaya ini perlu melibatkan publik dalam penanganannya,” ujar Ferry Kurnia, Jumat (12/5/2023).
Menurut Ferry, pola desentralisasi penanganan sampah bukan hal yang baru. Gerakan-gerakan sejenis sudah banyak contohnya, kuncinya di kesadaran masyarakat, edukasi yang terus berlanjut dan kolaborasi multi sektor.
Ferry berharap bahwa pemilihan dan pemilahan sampah di Bandung Raya lebih berbudaya. Percepatan penanganan dan pengurangan sampah di Kota Bandung harus dilakukan segera, sebab di tahun 2024 kota Bandung akan pindah TPA, dari Sarimukti ke Legok Nangka.
“Kita harusnya belajar dari Leuwigajah, TPA Sarimukti pada dasarnya hanyalah TPA sementara. Pemprov Jabar perlu segera menyelesaikan pembangunan TPPAS Legok Nangka karena Sarimukti sudah overload. Kebutuhannya mendesak,” ujar Ferry.
Dia juga menegaskan bahwa kedepan Kota Bandung dibatasi pembolehan pembuangan sampah di angka 800-1.025 ton per hari.
Sementara, di tahun 2024 diprediksi, jika pola perilaku masyarakat kota Bandung perilaku terhadap sampah tak berubah, potensi sampah yang dihasilkan perhari bisa mencapai 1.750 ton perhari.
Kalau tidak seperti itu masyarakat akan sulit sadar. Harus ada tekanan dari regulasi. Kemudian, edukasi harus jelas. Kota Bandung itu Rp 130 miliar per tahun hanya urusan angkut sampah. Itu buang-buang percuma. Itu kan bisa, untuk masing masing titik RW ada TPS terpadu
“Kesadaran bersama perlu di bandung oleh semua pihak, harus ada tekanan regulasi dari pemerintah daerah. Sayang rasanya Kota Bandung setiap tahun mengeluarkan Rp 130 Miliar untuk urusan angkut sampah, yang rasanya terbuang percuma. Perlu ada pola dan budaya baru dari tingkat RW dan pembentukan TPS terpadu agar mengurangi volume di hilir,” ujar Ferry.
Selain mendorong desentralisasi sistem pengelolaan sampah, Ferry juga mendorong pemerintah juga harus turut aktif terlibat dalam inovasi pengembangan.
Di antaranya berupa dukungan sarana-prasarana, bantuan pendanaan operasional pengumpulan (skala kecil), pelayanan khusus untuk pengumpulan, serta menurunkan SDM khusus untuk edukasi, pengangkutan dan pengolahan. Selain itu, keunggulannya terdapat pada produk kebijakan yang selaras dengan visi Zero Waste.
Menurut dia, menumpuknya sampah di beberapa titik di Kota Bandung-Cimahi didasari melonjaknya kapasitas volume TPA Sarimukti hingga 15 juta ton. Padahal seyogyanya lahan 25 hektare (ha) tersebut hanya mampu menampung 2 ton per hari.
Baca juga: Pesantren Politik Pemuda Perindo, Ferry Kurnia: Hindari Politik Uang!
“Perlu upaya serius dari seluruh pihak terkait permasalahan sampah khususnya di Bandung Raya. Pemerintah perlu segera mengubah tata kelola sampah. Dari yang terbiasa dengan sistem kumpul-angkut-buang dari hulu ke hilir menjadi sistem yang lebih ringan di tingkat hilir, yaitu melakukan penanganan sampah yang lebih ekstra dari sumbernya. Upaya-upaya ini perlu melibatkan publik dalam penanganannya,” ujar Ferry Kurnia, Jumat (12/5/2023).
Menurut Ferry, pola desentralisasi penanganan sampah bukan hal yang baru. Gerakan-gerakan sejenis sudah banyak contohnya, kuncinya di kesadaran masyarakat, edukasi yang terus berlanjut dan kolaborasi multi sektor.
Ferry berharap bahwa pemilihan dan pemilahan sampah di Bandung Raya lebih berbudaya. Percepatan penanganan dan pengurangan sampah di Kota Bandung harus dilakukan segera, sebab di tahun 2024 kota Bandung akan pindah TPA, dari Sarimukti ke Legok Nangka.
“Kita harusnya belajar dari Leuwigajah, TPA Sarimukti pada dasarnya hanyalah TPA sementara. Pemprov Jabar perlu segera menyelesaikan pembangunan TPPAS Legok Nangka karena Sarimukti sudah overload. Kebutuhannya mendesak,” ujar Ferry.
Dia juga menegaskan bahwa kedepan Kota Bandung dibatasi pembolehan pembuangan sampah di angka 800-1.025 ton per hari.
Sementara, di tahun 2024 diprediksi, jika pola perilaku masyarakat kota Bandung perilaku terhadap sampah tak berubah, potensi sampah yang dihasilkan perhari bisa mencapai 1.750 ton perhari.
Kalau tidak seperti itu masyarakat akan sulit sadar. Harus ada tekanan dari regulasi. Kemudian, edukasi harus jelas. Kota Bandung itu Rp 130 miliar per tahun hanya urusan angkut sampah. Itu buang-buang percuma. Itu kan bisa, untuk masing masing titik RW ada TPS terpadu
“Kesadaran bersama perlu di bandung oleh semua pihak, harus ada tekanan regulasi dari pemerintah daerah. Sayang rasanya Kota Bandung setiap tahun mengeluarkan Rp 130 Miliar untuk urusan angkut sampah, yang rasanya terbuang percuma. Perlu ada pola dan budaya baru dari tingkat RW dan pembentukan TPS terpadu agar mengurangi volume di hilir,” ujar Ferry.
Selain mendorong desentralisasi sistem pengelolaan sampah, Ferry juga mendorong pemerintah juga harus turut aktif terlibat dalam inovasi pengembangan.
Di antaranya berupa dukungan sarana-prasarana, bantuan pendanaan operasional pengumpulan (skala kecil), pelayanan khusus untuk pengumpulan, serta menurunkan SDM khusus untuk edukasi, pengangkutan dan pengolahan. Selain itu, keunggulannya terdapat pada produk kebijakan yang selaras dengan visi Zero Waste.
(shf)