Kisah Serma Riadi Tentara Guru Ngaji yang Jadi Orang Tua Anak-anak Pulau Buru
loading...
A
A
A
BURU - Sosok Sersan Mohammad Riadi sebagai bintara pembina desa ( Babinsa ) begitu membumi. Kehadirannya memberi kesan mendalam bagi masyarakat di Hote, Waesama, Buru Selatan, Maluku. Sampai-sampai, anak-anak di sana enggan untuk berpisah dengan pria yang dijuluki "Om Tentara" tersebut.
Kedekatan Riadi dengan masyarakat terbukti saat bintara asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur, ini akan berpindah tempat penugasan. Suara tangis anak-anak tak bisa dicegah. Kesedihan anak-anak di sana tak bisa disembunyikan.
Wajar, selama ini Riadi bukan dianggap orang lain. Sosoknya bisa mewakili orang tua dari anak-anak di Buru Selatan. Dia menjadi sosok orang tua bagi bocah-bocah di Desa Hote, tempat Serma Riady dan isterinya tinggal.
Di desa kecil ini, bintara kelahiran Bangkalan, 18 November 1984 itu lebih dikenal sebagai guru mengaji daripada tentara. Mengawali dinas di Batalyon Infanteri 731/Kabaresi pada 2006, lalu ke Resimen Induk Kodam XVI/Pattimura, kemudian ke Koramil 1506-05 Kodim 1506/Namlea, membuatnya kadung cinta pada Maluku.
Baca juga: Pemilu 2024, Babinsa-Bhabinkamtibmas di Kota Bandung Perkuat Soliditas
Tak sanggup lagi hatinya berpisah dengan indahnya biru laut dan segarnya angin pantai yang menghembus sepoi-sepoi basah di kepulauan rempah itu. Air yang diminum dan udara yang dihirupnya di Maluku sudah menjerat hatinya. Apalagi, kala ia memutuskan memilih jalan pengabdian mengajar baca Al Quran kepada anak-anak di desa itu melampaui tugasnya pokoknya.
Kerja itu mulai dilakoninya awal 2020. Bermula dari keprihatinannya melihat anak-anak di Kepulauan Buru bagian selatan yang mulai malas belajar setelah pandemi Covid-19.
"Awalnya, di sela-sela tugas sebagai Babinsa, saya membuka kursus Bahasa Inggris gratis bagi anak-anak usai sekolah. Mereka sangat meminatinya. Para orang tua pun merasa terbantu. Sampai kemudian mereka mulai malas belajar setelah sekolah diliburkan karena pandemi," tutur Riadi.
Ia pun bersiasat. Diajarinya anak-anak itu apa saja yang mereka minati, utamanya belajar mengaji. Dia ingin anak-anak mendapatkan pendidikan agama yang cukup di samping pengetahuan umum. Anak-anak antusias.
Bahkan rumah Serma Riadi menjadi seperti sekolah kedua, siang dan malam ramai didatangi anak-anak yang belajar. Fitriah, istri Serma Riadi adalah seorang guru di SMP Satap 02 Waesama, maka bahu membahulah mereka mengajar mereka.
Kedekatan Riadi dengan masyarakat terbukti saat bintara asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur, ini akan berpindah tempat penugasan. Suara tangis anak-anak tak bisa dicegah. Kesedihan anak-anak di sana tak bisa disembunyikan.
Wajar, selama ini Riadi bukan dianggap orang lain. Sosoknya bisa mewakili orang tua dari anak-anak di Buru Selatan. Dia menjadi sosok orang tua bagi bocah-bocah di Desa Hote, tempat Serma Riady dan isterinya tinggal.
Di desa kecil ini, bintara kelahiran Bangkalan, 18 November 1984 itu lebih dikenal sebagai guru mengaji daripada tentara. Mengawali dinas di Batalyon Infanteri 731/Kabaresi pada 2006, lalu ke Resimen Induk Kodam XVI/Pattimura, kemudian ke Koramil 1506-05 Kodim 1506/Namlea, membuatnya kadung cinta pada Maluku.
Baca juga: Pemilu 2024, Babinsa-Bhabinkamtibmas di Kota Bandung Perkuat Soliditas
Tak sanggup lagi hatinya berpisah dengan indahnya biru laut dan segarnya angin pantai yang menghembus sepoi-sepoi basah di kepulauan rempah itu. Air yang diminum dan udara yang dihirupnya di Maluku sudah menjerat hatinya. Apalagi, kala ia memutuskan memilih jalan pengabdian mengajar baca Al Quran kepada anak-anak di desa itu melampaui tugasnya pokoknya.
Kerja itu mulai dilakoninya awal 2020. Bermula dari keprihatinannya melihat anak-anak di Kepulauan Buru bagian selatan yang mulai malas belajar setelah pandemi Covid-19.
"Awalnya, di sela-sela tugas sebagai Babinsa, saya membuka kursus Bahasa Inggris gratis bagi anak-anak usai sekolah. Mereka sangat meminatinya. Para orang tua pun merasa terbantu. Sampai kemudian mereka mulai malas belajar setelah sekolah diliburkan karena pandemi," tutur Riadi.
Ia pun bersiasat. Diajarinya anak-anak itu apa saja yang mereka minati, utamanya belajar mengaji. Dia ingin anak-anak mendapatkan pendidikan agama yang cukup di samping pengetahuan umum. Anak-anak antusias.
Bahkan rumah Serma Riadi menjadi seperti sekolah kedua, siang dan malam ramai didatangi anak-anak yang belajar. Fitriah, istri Serma Riadi adalah seorang guru di SMP Satap 02 Waesama, maka bahu membahulah mereka mengajar mereka.