Pengikut Gafatar Boleh Injak Alquran dan Musyrikan Ayah-Ibu

Rabu, 20 Januari 2016 - 00:48 WIB
Pengikut Gafatar Boleh Injak Alquran dan Musyrikan Ayah-Ibu
Pengikut Gafatar Boleh Injak Alquran dan Musyrikan Ayah-Ibu
A A A
BANDUNG - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menggelar pertemuan dengan anggota Badan Koordinasi Pengawasan Aliran dan Kepercayaan (Bakorpakem) di Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kota Bandung.

Salah satu bahasan dalam pertemuan itu adalah seputar Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Dari hasil pertemuan itu, terungkap ajaran yang diyakini para pengikut Gafatar yang didapat dari mantan pengikut Gafatar asal Kuningan.

"Jadi ada beberapa poin ajaran dari keterangan mantan pengikut Gafatar ini," ujar Sekretaris Umum MUI Jawa Barat Rafani Achyar, saat ditemui di Kantor MUI Jawa Barat, Kota Bandung, Selasa (19/1/2016).

Dari pengakuan itu, setidaknya tercatat ada enam ajaran yang berlaku di kalangan pengikut Gafatar. "Tapi ini baru pengakuan dan masih harus diselidiki (kebenarannya) lebih lanjut," ucapnya.

Secepatnya, MUI Jawa Barat dan berbagai pihak akan berupaya mencari informasi tentang Gafatar. Sebab ajaran yang diberikan pada anggotanya termasuk dalam penistaan agama.

Lalu apa saja ajaran Gafatar yang dinilai menyimpang tersebut? Pertama, Alquran tidak masalah diinjak. "Menginjak Alquran itu katanya tidak berdosa karena itu hanya sampul saja. Yang penting itu makna di dalam Alquran tersebut," jelas Rafani.

Kedua, salat lima waktu tidak berlaku bagi pengikut Gafatar. "Yang berlaku hanya salat malam seperti salat tahajud dan witir. Kalau salat di luar itu dianggap hanya seperti olahraga saja," katanya.

Ketiga, salat dimaknai sebagai sebuah perkumpulan. Itu karena salat berasal dari kata ashalu yang artinya berkumpul. Sehingga ketika ada perkumpulan atau pengajian, itu dianggap sebagai salat. "Mereka juga tidak mengenal salat jumat," cetusnya.

Keempat, Gafatar menyakini Tuhannya adalah Abraham, serta tidak mengakui adanya sembilan wali. Mereka hanya mengakui satu wali saja, yaitu Syekh Siti Jenar sebagai panutan.

Kelima, Gafatar mencampurkan ayat-ayat Alquran, Injil, dan Taurat. "Jadi ini digabung-gabung antara Islam, Nasrani, dan Yahudi," jelas Rafani.

Terakhir, penganut Gafatar menganggap mereka yang tidak sejalan atau berbeda kepercayaan adalah musyrik. "Bahkan orangtua atau keluarga yang tidak seakidah dengan mereka juga dianggap musyrik," tandasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3373 seconds (0.1#10.140)