Polemik Kata Maneh Berujung Pemecatan Guru, Ini Penjelasan Ahli Bahasa Sunda Unpad
loading...
A
A
A
BANDUNG - Penggunaan kata 'maneh' dalam bahasa Sunda semestinya mempertimbangkan kondisi dan tingkatan tutur bahasa sehingga memiliki makna yang sesuai. Kata 'maneh' akan identik bermakna kasar jika disampaikan secara tulisan. Hal itu disampaikan Dosen Program Studi Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Gugun Gunardi.
Foto/Ist
"Kata maneh kalau disampaikan dalam koridor tuturan sehari-hari dengan intonasi yang halus maka akan menjadi halus. Tetapi kalau kata maneh disampaikan dalam koridor tulisan, orang tidak akan memahami apakah itu halus atau tidaknya," kata Gugun Gunardi, Kamis (16/3/2023).
Menurut dia, kata maneh memiliki makna berbeda di jika disampaikan pada kondisi berbeda. Jika mengatakan sesuatu yang bahasa sundanya kasar maka alangkah baiknya harus dalam bentuk tuturan dengan intonasi yang halus.
Pada kasus guru SMK yang mengomentari unggahan Ridwan Kamil , menurut dia, mestinya guru tersebut tetap mengedepankan sopan santun. Karena kata maneh itu disampaikan oleh seorang guru kepada Ridwan Kamil, yang secara usia lebih tua. Apalagi posisi Ridwan Kamil sebagai pimpinan, maka wajib bersopan santun dalam bahasa.
"Ini bukan hanya dalam bahasa Sunda saja yang halus, tapi dalam bahasa Indonesia juga dan dalam bahasa Inggris juga, " kata dia.
Gungun pun menekankan pentingnya intonasi dan penguasaan konteks. Tata bahasa pragmatik menguasai sekali dalam konteks berbahasa tuturan sehari-hari. Jika masuk koridor tulisan maka jangan lupa tanda baca. Tanda baca itu penting, tanda baca yang menghaluskan.
"Jadi kalau menurut saya pribadi, kalau tingkat tutur bahasa itu harus dipertahankan dan jangan dihilangkan. Saya juga selalu mengajak mahasiswa untuk memiliki soft skill yang bagus, sopan santun yang bagus," jelas dia.
Tingkat tutur bahasa atau level berbahasa Sunda, berasal dari Jawa. Di dalam bahasa Sunda, tingkatan dibagi menjadi tiga yakni bahasa Sunda kasar, sedang, dan halus. Menurut dia, adanya tingkatan dalam proses berbahasa itu dimaksudkan dalam rangka membina karakter manusia.
"Sekarang bisa jadi ada orang yang berpendapat dulu mah Sunda teh agak ada yang halus dan kasar, kasar semuanya, nah tapi kan pola tuturnya. Kemudian, tindak tutur sekarang apakah masih feodal? Kan enggak. Itu masuknya pada sopan santun berbahasa dalam koridor pembinaan karakter supaya orang menjadi lebih sopan," ujarnya.
Foto/Ist
"Kata maneh kalau disampaikan dalam koridor tuturan sehari-hari dengan intonasi yang halus maka akan menjadi halus. Tetapi kalau kata maneh disampaikan dalam koridor tulisan, orang tidak akan memahami apakah itu halus atau tidaknya," kata Gugun Gunardi, Kamis (16/3/2023).
Menurut dia, kata maneh memiliki makna berbeda di jika disampaikan pada kondisi berbeda. Jika mengatakan sesuatu yang bahasa sundanya kasar maka alangkah baiknya harus dalam bentuk tuturan dengan intonasi yang halus.
Pada kasus guru SMK yang mengomentari unggahan Ridwan Kamil , menurut dia, mestinya guru tersebut tetap mengedepankan sopan santun. Karena kata maneh itu disampaikan oleh seorang guru kepada Ridwan Kamil, yang secara usia lebih tua. Apalagi posisi Ridwan Kamil sebagai pimpinan, maka wajib bersopan santun dalam bahasa.
"Ini bukan hanya dalam bahasa Sunda saja yang halus, tapi dalam bahasa Indonesia juga dan dalam bahasa Inggris juga, " kata dia.
Gungun pun menekankan pentingnya intonasi dan penguasaan konteks. Tata bahasa pragmatik menguasai sekali dalam konteks berbahasa tuturan sehari-hari. Jika masuk koridor tulisan maka jangan lupa tanda baca. Tanda baca itu penting, tanda baca yang menghaluskan.
"Jadi kalau menurut saya pribadi, kalau tingkat tutur bahasa itu harus dipertahankan dan jangan dihilangkan. Saya juga selalu mengajak mahasiswa untuk memiliki soft skill yang bagus, sopan santun yang bagus," jelas dia.
Tingkat tutur bahasa atau level berbahasa Sunda, berasal dari Jawa. Di dalam bahasa Sunda, tingkatan dibagi menjadi tiga yakni bahasa Sunda kasar, sedang, dan halus. Menurut dia, adanya tingkatan dalam proses berbahasa itu dimaksudkan dalam rangka membina karakter manusia.
"Sekarang bisa jadi ada orang yang berpendapat dulu mah Sunda teh agak ada yang halus dan kasar, kasar semuanya, nah tapi kan pola tuturnya. Kemudian, tindak tutur sekarang apakah masih feodal? Kan enggak. Itu masuknya pada sopan santun berbahasa dalam koridor pembinaan karakter supaya orang menjadi lebih sopan," ujarnya.
(shf)