Berusaha Padamkan Dakwah Islam, Ki Ageng Kutu Bertempur Sengit Lawan Pasukan Bupati Ponorogo

Selasa, 28 Februari 2023 - 05:03 WIB
loading...
Berusaha Padamkan Dakwah Islam, Ki Ageng Kutu Bertempur Sengit Lawan Pasukan Bupati Ponorogo
Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Timur pada masa Majapahit tidak berjalan mulus. Penyebaran ajaran Islam mendapatkan tantangan terutama karena masih kuatnya pengaruh Budha. Foto ilsutrasi
A A A
JAKARTA - Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Timur pada masa Kerajaan Majapahit tidak berjalan mulus. Penyebaran ajaran Islam mendapatkan tantangan terutama karena masih kuatnya pengaruh agama Budha dan Hindu kala itu.

Kisah paling terkenal terkait ini adalah perang antara BatharaKatong melawan Ki Ageng Kutu yang konon bertahun-tahun dan saling mengalahkan. Siapakah Bathara Katong dan siapa pula Ki Ageng Kutu?

Dikutip dari buku "Kisah Brang Wetan :Berdasarkan Babad Alit dan Babade Nagara Patjitan", terjemahan Karsono Hardjoseputro, kedua sosok itu diceritakan sebagai berikut.

Bathara Katong atau juga dikenal Lembu Kanigoro adalah putra Bhre Kertabumi atau Brawijaya V, yakni Raja Majapahit terakhir dengan selirnya, Putri Campa yang beragama Islam. Bathara Katong merupakan adipati pertama Ponorogo (era Kerajaan Demak) yang memiliki nama kecil Raden Joko Piturun atau Raden Harak Kali.

Konon, sebutan Bathara merujuk pada tindak tanduk seperti dewa. Sedangkan Katong adalah salah kaprah pengucapan yang seharusnya Katon atau terlihat. Dari keturunan Bathara Katong ajaran Islam tersebar di Ponorogo hingga Kabupaten Pacitan.

Namun, upaya penyebaran agama Islam bukan tanpa rintangan. Konon, kala itu, mula-mula penyebaran ajaran Islam berlangsung lancar. Artinya, Bathara Katong kala itu kerap menyebarkan ajaran Islam kepada orang-orang Jawa yang masih memeluk agama Hindu dan Buddha belum mendapat resistensi.

Misalnya ketika Bathara Katong dari Demak bergerak ke tenggara tiba di Desa Plampitan, yang saat ini Desa Setono di wilayah Kota Ponorogo. Di desa itulah konon Bathara Katong bersama prajuritnya mengajarkan agama Islam kepada orang Jawa yang masih beragama buddha.

Sikap warga saat itu pun senang dengan agama Islam yang disiarkan oleh Bathara Katong dan pengikutnya. Merasa diterima warga setempat, Bathara Katong kemudian bergerak ke selatan, menduduki Desa Nglangu, mendekati kota Ki Ageng Kutu. Ki Ageng Kutu atau dengan nama lain Ki Demang Kutu Suryo Alam yang konon masih merupakan kerabat dekat Prabu Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit.

Konflik bermula di desa ini, ketika Bathara Katong juga mengajarkan agama Islam. Awalnya, siar Islam berjalan baik. Nakun lama-kelamaan, Bathara Katong menyarankan Ki Ageng Kutu agar masuk Islam dan meninggalkan agama Buddha. Permintaan itu ditolak Ki Ageng Kutu karena merasa sudah cocok dengan agama Budha.

Ki Ageng Kutu pun tidak melarang apabila ada orang di wilayahnya akan masuk agama Islam. Namun jawaban Ki Ageng Kutu tidak diterima Bathara Katong. Dia terus memaksa agar Ki Ageng Kutu memeluk Islam. Perselisihan paham yang awalnya tertutup ini akhirnya menjadi konflik terbuka. Perang antara keduanya pun tidak terhindarkan.

Dikisahkan bahwa perang antara keduanya berlangsung hingga bertahun-tahun dan saling mengalahkan. Kadang-kadang Ki Ageng Kutu dan pasukannya kalah. Pada kesempatan lain, Bathara Katong dan pengikutnya kalah.

Konon suatu ketika, Ki Ageng Kutu mengerahkan bala tentaranya, tidak hanya pasukan reguler tapi juga para pendeta dan pertapa di gunung dilibatkan dalam perang melawan pasukanBathara Katong. Perang berlangsung siang dan malam.

Diceritakan, Ki Ageng Kutu sangat lihai berperang pada malam hari. Konon hewan tunggangannya adalah seekor banteng yang gagah perkasa dengan lompatan sangat kuat dan jauh. Senjata Ki Ageng Kutu berupa tombak dan pedang. Pada suatu malam, ketika semua sudah siap, seluruh orang Budha maju perang dengan dipimpin Ki Ageng Kutu.

Medan perang ini berada di sebelah utara Desa Nglawu, yang kini masuk sebuah dukuh di Desa Jabung, Kecamatan Mlarak, Ponorogo. Disebutkan bahwa pada perang ini banyak prajurit pasukanBathara Katong yang tewas. Mereka yang selamat dari kematian melarikan diri dan bersembunyi di hutan atau di desa-desa orang Islam.

Pimpinan perang Bathara Katong juga melarikan diri, bahkan terpisah dengan bala tentaranya, hingga tiba di Kali Tempuran. Setelah tahu pengikutnya banyak yang tewas dan melarikan diri, hatiBathara Katong sangat gundah.Bathara Katong kembali ke Demak, minta bantuan ke Sultan Demak meminta bala tentara untuk kemudian melanjutkan misinya.

Dikisahkan, dalam pertempuran berikutnya, Bathara Katong berhasil mengalahkan Ki Ageng Kutu. Bathara Katong membawahi sejumlah wilayah di sekitar Gunung Lawu, dan memerintah dengan sangat tentram. Banyak orang yang menyukai dan benar-benar tunduk pada Bathara Katong. Ia memerintah hingga tua yang selanjutnya diserahkan ke anaknya yang bernama Panembahan Agung.

Panembahan Agung inilah yang akhrinya dinobatkan sebagai adipati, atau bupati kedua Ponorogo. Namun saat itu, nama Ponorogo belum ada, yang ada hanyalah wilayah negara Bathara Katong, yang kemudian diubah menjadi nama Ponorogo.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2310 seconds (0.1#10.140)