Kapolri Didesak Beri Sanksi Anggota Brimob yang Soraki dan Teriak-teriak saat Sidang Tragedi Kanjuruhan
loading...
A
A
A
MALANG - Koalisi Masyarakat Sipil mengecam aksi kegaduhan oleh puluhan anggota Brimob berteriak dengan menyoraki pada jaksa yang akan menyidang terdakwa Tragedi Kanjuruhan. Aksi itu dilakukan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Selasa (14/2/2023).
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), LBH pos Malang, LPBHNU Kota Malang, LBH Surabaya, Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Lokataru, IM57+ Institute, Indonesia Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Corruption Watch (ICW), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) ini menganggap tindakan puluhan anggota Brimob itu sebagai bentuk penghinaan terhadap pengadilan.
"Sikap tersebut merupakan perilaku tercela dan tidak pantas dilakukan di pengadilan, dengan melakukan perbuatan yang menimbulkan kegaduhan dan dinilai merupakan bentuk intimidasi terhadap Jaksa Penuntut Umum," ucap Daniel Siagian, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dari LBH Pos Malang, pada Rabu (15/2/2023) petang.
Ulah itu disebut Daniel justru menunjukkan kurangnya profesionalitas aparat Brimob dalam melakukan pengawalan dan pengamanan pagar betis di Pengadilan Negeri Surabaya.
Selain itu, tindakan tersebut dinilai merupakan bentuk intimidasi dan unjuk kekuasaan yang dapat mempengaruhi proses persidangan, apalagi persidangan kali ini sudah memasuki tahapan persidangan yang paling krusial yakni tahap pembuktian dan penuntutan.
"Dampak dari tindakan yang dinilai intimidatif tersebut pada faktanya, saat pemeriksaan ahli, menjadikan JPU sama sekali tidak mengajukan pertanyaan melainkan hanya mengajukan keberatan kepada majelis karena semua pertanyaan penasehat hukum bersifat menyimpulkan fakta persidangan secara sepihak," jelasnya.
Menurutnya, sejak awal pengungkapan Tragedi Kanjuruhan ini penuh dengan kejanggalan, mulai dari kepentingan keluarga korban yang kurang diperhatikan dalam proses persidangan.
Selanjutnya pengalihan gelaran persidangan ke PN Surabaya, diterimanya anggota Polri sebagai penasehat Hukum tiga terdakwa yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, hingga pembatasan terhadap akses media dalam meliput siaran langsung proses persidangan
"Kami mengecam tindakan anggota Polri yang arogan, intimidatif, dan mengarah pada penghinaan terhadap pengadilan dan mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Timur untuk menghentikan tindakan pengamanan yang mengarah kepada penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court) melalui sikap perilaku aparat yang mengganggu jalannya imparsialitas dan integritas jalannya persidangan melalui bentuk tindakan-tindakan intimidatif," paparnya.
Pihaknya juga meminta Kapolri dan Kapolda memberikan sanksi yang tegas terhadap dugaan pelanggaran kode etik (oleh Propam) bagi anggota Brimob yang melakukan penghinaan terhadap Pengadilan (contempt of court).
"Kami minta sanksi yang tegas ke anggota Brimob yang melakukan penghinaan terhadap pengadilan, pada saat berlangsungnya proses persidangan, serta melanjutkannya pada proses penyidikan ketika terindikasi tindak pidana contempt of court," pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, beredar video puluhan anggota Brimob bertindak intimidatif dengan berteriak dan menyoraki para Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat Sidang Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Selasa (14/2/2023).
Anggota Brimob ini menyoraki jaksa yang akan memasuki ruang sidang Cakra bersamaan dengan tiga terdakwa anggota Polri kasus tragedi Kanjuruhan yaitu AKP Hasdarmawan, AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Pihak keamanan pengadilan bahkan sampai berkali-kali mengingatkan puluhan anggota Brimob ini untuk tidak membuat kegaduhan saat persidangan.
Lihat Juga: Bongkar Kasus Narkotika, Irjen Pol Winarto: Tindak Lanjut Program Presiden dan Perintah Kapolri
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), LBH pos Malang, LPBHNU Kota Malang, LBH Surabaya, Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Lokataru, IM57+ Institute, Indonesia Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Corruption Watch (ICW), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) ini menganggap tindakan puluhan anggota Brimob itu sebagai bentuk penghinaan terhadap pengadilan.
"Sikap tersebut merupakan perilaku tercela dan tidak pantas dilakukan di pengadilan, dengan melakukan perbuatan yang menimbulkan kegaduhan dan dinilai merupakan bentuk intimidasi terhadap Jaksa Penuntut Umum," ucap Daniel Siagian, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dari LBH Pos Malang, pada Rabu (15/2/2023) petang.
Ulah itu disebut Daniel justru menunjukkan kurangnya profesionalitas aparat Brimob dalam melakukan pengawalan dan pengamanan pagar betis di Pengadilan Negeri Surabaya.
Selain itu, tindakan tersebut dinilai merupakan bentuk intimidasi dan unjuk kekuasaan yang dapat mempengaruhi proses persidangan, apalagi persidangan kali ini sudah memasuki tahapan persidangan yang paling krusial yakni tahap pembuktian dan penuntutan.
"Dampak dari tindakan yang dinilai intimidatif tersebut pada faktanya, saat pemeriksaan ahli, menjadikan JPU sama sekali tidak mengajukan pertanyaan melainkan hanya mengajukan keberatan kepada majelis karena semua pertanyaan penasehat hukum bersifat menyimpulkan fakta persidangan secara sepihak," jelasnya.
Menurutnya, sejak awal pengungkapan Tragedi Kanjuruhan ini penuh dengan kejanggalan, mulai dari kepentingan keluarga korban yang kurang diperhatikan dalam proses persidangan.
Selanjutnya pengalihan gelaran persidangan ke PN Surabaya, diterimanya anggota Polri sebagai penasehat Hukum tiga terdakwa yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, hingga pembatasan terhadap akses media dalam meliput siaran langsung proses persidangan
"Kami mengecam tindakan anggota Polri yang arogan, intimidatif, dan mengarah pada penghinaan terhadap pengadilan dan mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Timur untuk menghentikan tindakan pengamanan yang mengarah kepada penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court) melalui sikap perilaku aparat yang mengganggu jalannya imparsialitas dan integritas jalannya persidangan melalui bentuk tindakan-tindakan intimidatif," paparnya.
Pihaknya juga meminta Kapolri dan Kapolda memberikan sanksi yang tegas terhadap dugaan pelanggaran kode etik (oleh Propam) bagi anggota Brimob yang melakukan penghinaan terhadap Pengadilan (contempt of court).
"Kami minta sanksi yang tegas ke anggota Brimob yang melakukan penghinaan terhadap pengadilan, pada saat berlangsungnya proses persidangan, serta melanjutkannya pada proses penyidikan ketika terindikasi tindak pidana contempt of court," pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, beredar video puluhan anggota Brimob bertindak intimidatif dengan berteriak dan menyoraki para Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat Sidang Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Selasa (14/2/2023).
Anggota Brimob ini menyoraki jaksa yang akan memasuki ruang sidang Cakra bersamaan dengan tiga terdakwa anggota Polri kasus tragedi Kanjuruhan yaitu AKP Hasdarmawan, AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Pihak keamanan pengadilan bahkan sampai berkali-kali mengingatkan puluhan anggota Brimob ini untuk tidak membuat kegaduhan saat persidangan.
Lihat Juga: Bongkar Kasus Narkotika, Irjen Pol Winarto: Tindak Lanjut Program Presiden dan Perintah Kapolri
(shf)