Pater Beek dan Pembantaian Massal 1965-1966

Senin, 13 Juli 2015 - 05:05 WIB
Pater Beek dan Pembantaian Massal 1965-1966
Pater Beek dan Pembantaian Massal 1965-1966
A A A
TIDAK banyaknya orang yang mengingat dan mengenal sosok Pater Beek dalam sejarah bangsa Indonesia menimbulkan tanda tanya besar, mengapa orang yang perannya begitu penting bisa dilupakan?

Pater Beek merupakan salah satu agen Central Intelligence Agency (CIA) United States of America (USA) yang mendapat tugas menghancurkan Soekarno dan komunisme di Indonesia dalam tahun 1965-1966.

Selain menjadi agen CIA, Pater Beek juga seorang agen Freemason, organisasi zionis Yahudi internasional yang diduga telah ada di Indonesia sejak tahun 1945 untuk membendung gerakan Islam radikal.

Dengan demikian, sebagai agen ganda Pater Beek yang lahir di Belanda pada 12 Maret 1917 dengan nama Josephus Beek, memiliki dua misi sekaligus, yakni menghancurkan komunisme dan Islam.

Bagaimana dia menghancurkan komunisme dan Soekarno, serta Islam di Indonesia, akan menjadi fokus bahasan Cerita Pagi kali ini.

Pater Beek pertama kali datang dan menetap di Indonesia pada 1939 hingga 1941. Saat itu, dia membawa misi dari Ordo Jesuit membumikan agama Kristen di Pulau Jawa, terutama di Jawa Tengah.

Selain itu, dia juga tekun mempelajari pola hidup masyarakat Jawa dan kepercayaan agamanya. Kajiannya terhadap agama Islam sangat luas dan mendalam. Tidak ada yang luput dari perhatiannya.

Dari penelitiannya itu, dia mengambil kesimpulan bahwa agama Islam yang menjadi bara perlawanan rakyat di Indonesia. Untuk itu, tidak ada cara lain yang bisa ditempuh selain melumpuhkan Islam.

Hasil penelitiannya itu lalu dibawa ke pusat Ordo Jesuit, di Belanda. Pada 1948, Pater Beek diangkat sebagai pastur dan menjadi pengikut garis keras Ordo Jesuit. Tahun 1956, dia kembali ke Indonesia.

Saat Pater Beek sampai di Indonesia, situasi politik dalam negeri sedang tidak menguntungkan pihak Barat. Dalam setiap pidatonya, Presiden Soekarno selalu mengecam sikap Barat yang tamak dan rakus.

Soekarno juga tanpa ragu menunjukkan hubungan persahabatannya yang hangat dengan negara-negara blok komunis. Tidak ingin Indonesia jatuh ke pangkuan komunisme, pihak Barat menyusun konspirasi.

Sejumlah agen terbaik CIA diterjunkan untuk menggulingkan Soekarno dan menghancurkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Salah seorang agen yang diutus ke Indonesia adalah Pater Beek.

Misi Pater Beek di Indonesia, selain menggulingkan Presiden Soekarno dan menghancurkan komunisme, juga menghancurkan gerakan agama Islam yang dia simpulkan sebagai bara perlawanan rakyat.

Dalam menjalankan aksinya, Pater Beek dibantu oleh jaringan lamanya sesama pastur. Sedikitnya ada dua orang pastur yang bergabung dalam jaringan Pater Beek, yakni Pastur Melchers dan Pastur Djikstra.

Selain para pastur, Pater Beek juga menjalin hubungan erat dengan para pemimpin Angkatan Darat (AD) antikomunis, seperti Soeharto, Yoga Sugama, dan Ali Moertopo. Hubungan itu dibangun sejak 1950.

Bagaimana para pimpinan AD ini terlibat dalam jaringan Pater Beek, serta konspirasi CIA dan Freemason? Berikut ini pembahasannya.

Sebelum menjalin hubungan dengan ketiga pimpinan AD itu, Pater Beek telah mengetahui perselingkuhan mereka dengan CIA yang berlangsung sejak pecahnya Peristiwa Madiun 1948 dan Peristiwa DII/TII.

Dalam dua peristiwa itu, tampak jelas sikap AD yang sangat anti dengan komunis, namun tidak mendukung Islam. Hal ini juga telah dipelajari Pater Beek, sebelum dia menjalin hubungan dengan ketiganya.

Hubungan Pater Beek dengan ketiga pimpinan AD itu sebenarnya tidak dilakukan secara langsung. Dalam menjaring Soeharto misalnya, Pater Beek menggunakan pengaruh Yoga Sugama dan Ali Moertopo.

Begitupun dalam merekrut Yoga Sugama dan Ali Moertopo, Pater Beek menggunakan mahasiswa Katolik yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Jakarta.

Dengan begitu, Pater Beek tetap menjadi aktor di balik layar dan tidak dikenal, kecuali oleh mereka yang ditarik langsung dan memiliki peran penting dalam misi menghancurkan Soekarno dan PKI.

Sebelum terjadi kudeta militer 1 Oktober 1965, Pater Beek melakukan gerakan bawah tanah dengan memberikan pelatihan dan kursus kepada para pemuda dan mahasiswa yang dikenal kaderisasi sebulan.

Melalui Partai Katolik Republik Indonesia, Pater Beek menghimpun para kadernya yang terdiri dari pemuda dan mahasiswa antikomunis. Dalam pelatihan itu, Pater Beek mendesak pembentukan aliansi antikomunis.

Atas desakan Pater Beek, lalu terbentuk Kesatuan Aksi Penggayangan Kup Gestapu pada 3 Oktober 1965. Pada 23 Oktober 1965, organisasi itu berganti nama Front Pancasila dengan ketuanya Subchan ZE.

Pembentukan Front Pancasila mendorong lahirnya kesatuan-kesatuan aksi, seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), dan lain sebagainya.

Pertama-tama, aksi mereka menuntut pembubaran PKI dan semua organisasi komunis yang ada. Namun lama kelamaan, tuntutan mereka berkembang semakin berani menjadi turunan Presiden Soekarno.

Saat gelombang aksi telah membesar, Pater Beek baru berani turun langsung dengan mahasiswa KAMI. Dalam gelombang aksi itu, jati diri Pater Beek sebagai orang asing tetap terlindungi dari umum.

Sejarah mencatat, aksi KAMI sangat besar dengan jaket kuning yang berasal dari Amerika Serikat. Jaket itu dibagikan oleh Ali Moertopo agar massa menyatu dengan mahasiswa Universitas Indonesia (UI).

Saat KAMI dibubarkan dan digantikan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) dan Laskar Arief Rahman Hakim, misi Pater Beek telah mendapatkan kemenangannya yang pertama.

Kemenangan itu ditandai dengan lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar. Namun begitu, misi Pater Beek belum sempurna karena masih adanya orang-orang komunis di Indonesia.

Melalui Ali Moertopo, Pater Beek mendapatkan 5.000 nama orang-orang komunis di daerah-daerah. Nama-nama itu kemudian diserahkan kepada CIA dan terus diberikan kepada Soeharto untuk "dibersihkan."

Dengan tumbangnya Presiden Soekarno dan hancurnya PKI, membuka jalan bagi Pater Beek untuk melanjutkan misinya sebagai anggota Ordo Jesuit dan agen Freemason, yakni membumikan agama Kristen.

Pater Beek meninggal dunia pada 17 September 1983, setelah sempat dirawat di Rumah Sakit (RS) Saint Carolus Jakarta. Jasadnya dimakamkan di tempat peristirahatan Ordo Serikat Yesus Unggaran.

Demikian riwayat agen CIA dan Freemason Pater Beek berakhir. Sejarah pembantaian massal tahun 1965-1966 di Indonesia ternyata bukan hanya soal ideologi, tetapi juga agama.

Sumber tulisan:
M Sembodo, Pater Beek, Freemason dan CIA, Galan, Februari 2009


BERITA PILIHAN

Menyingkap Rahasia Pembantaian Massal 1965-1966

Hari Terbunuhnya DN Aidit

Supersemar dan Jatuhnya Soekarno

Demonstrasi Mahasiswa Jelang Lengsernya Soekarno
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7523 seconds (0.1#10.140)